Amnesty International Bocorkan Reaksi Jokowi saat Dikabari soal Kasus HAM di Papua yang Tak Tuntas
"Jadi pelanggaran HAM berat yang mana sih? Tunjukan yang memang masih mengganjal dan harus diselesaikan kalau kita mau moving foward,"
"Tadi kita dengar Pak Wiranto juga mengatakan ini ada teknis hukum, walaupun kemudian dibantah oleh komisioner HAM yang mengatakan ini politik?," tanya kembali Najwa Shihab.

Usman lantas menyetujui hal tersebut.
"Persis, nah perbedaan pandangan tadi, ada masalah di dalam pemerintahan ini, persoalan HAM yang sebetulnya sudah sangat jelas tapi tidak mau diselesaikan," papar Usman.
"Saya ambil contoh Paniai, seolah-olah tidak ada datanya. Padahal saya ingat dulu, Pak Dedi, Pak Maruli Simanjuntak yang turun dari Mabes Polri ya, itu laporannya sangat lengkap. Detail," jelasnya.
"Tapi tidak pernah mau dibawa kepengadilan umum militer, kenapa? Karena kita punya perundang-undangan militer yang seringkali menjadi lembaga kepolisian untuk memproses anggota militer yang terlibat pelanggaran HAM," sebutnya.
"Karena itu tidak pernah diselesaikan, karena tidak ada pertanggungjawaban individu. Seolah institusi disalahkan. Menurut saya ini yang perlu dipecahkan," papar Usman.
Lihat videonya dari menit ke 3.20:
Sebelumnya, Mata Najwa memutarkan video wawancara dengan Komnas HAM yang mengkritik langkah Wiranto.
Wiranto saat itu menuturkan agar mengambil penyelesaian hukum pelanggaran HAM melalui non yudisial.
Hal itu pun direspons Komisioner Komas HAM, Choirul Anam sebagai upaya menghalangi penyelesaian kasus.
Wiranto lantas ditanyai Najwa Shihab terkait tanggapannya.
"Ini bukan niat kita untuk menghalang-halangi. Kalau diperdebatkan seperti ini enggak akan selesai. Kita siap bertemu Komnas HAM setiap saat. Tapi jangan ada satu persangkaan bahwa kita benar-benar menghalangi," ujar Wiranto yang diwawancarai via video call.
"Benar-benar ada satu proses hukum yang mandek (berhenti) karena bukti-buktinya tidak cukup. Nah kalau proses yudisial itu sudah mandek. Apakah itu merupakan utang yang terus menerus? Saya kasih jalan, yang non yudisial itu bagaimana?," papar Wiranto.
Wiranto menjelaskan bahwa ada budaya yang bisa menyelesaikan perkara tersebut.
"Sebelum KUHP ada tinggalan kolonial itu, di mana semua masalah diselesaikan dengan keadilan, peradilan dengan hukum. Dulu nenek moyang kita punya budaya, lembaga adat yang menyelesaikan dengan musyawarah mufakat. Di Papua pun ada bakar batu bagian dari budaya menyelesaikan permasalahan dengan musyawarah mufakat. Saya mencari jalan keluar agar kalau yudisial tidak bisa maka pakai non yudisial. Non yudisial itu caranya dewan kerukunan nasional," jelas Wiranto.