Alexander Marwata Bongkar Rahasia Dapur KPK, Penetapan Tersangka Berdasarkan Voting 5 Pimpinan

Alexander mengatakan, selama ini, ia setidaknya pernah tiga kali berbeda pendapat dengan komisioner KPK lainnya soal penetapan tersangka.

Editor: Tariden Turnip
KOMPAS.COM
Calon pimpinan KPK Alexander Marwata menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019). 

#Alexander Marwata Bongkar Rahasia Dapur KPK, Penetapan Tersangka Berdasarkan Voting 5 Pimpinan  

TRIBUN-MEDAN.COM - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membongkar proses penetapan tersangka ternyata berdasarkan voting lima pimpinan.

Hal ini terungkap setelah dua anggota Komisi III DPR RI dalam fit and proper test di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Wakil rakyat pertama yang bertanya, yakni perwakilan Fraksi Partai Demokrat Mulyadi.

Mulyadi menanyakan pendapat Alexander soal penetapan tersangka di KPK berdasarkan voting dari para pimpinan KPK.

Seiring dengan pertanyaan itu, ia sekaligus mengungkapkan keheranannya, mengapa penetapan tersangka didasarkan voting pimpinan.

Padahal, semestinya penetapan tersangka didasarkan pada kecukupan dan kelengkapan bukti.

"Bagi kami, tidak masuk akal mentersangkakan melalui proses voting.

Bukankah mengacu pada alat bukti atau fakta hukum? Kalau ini terjadi ini, berbahaya sekali," kata Mulyadi.

Perwakilan Fraksi Nasdem Taufiqulhadi adalah wakil rakyat kedua yang juga menanyakan topik tersebut.

Lantas, apa jawaban Alexander? 

Pria yang hingga kini masih menjabat sebagai Komisioner KPK itu mengakui bahwa memang ada penetapan tersangka pelaku korupsi melalui voting pimpinan KPK.

Ia menekankan, penetapan seseorang sebagai tersangka memang harus selalu diputuskan oleh seluruh (lima) pimpinan KPK.

Berkaca pada periode kepemimpinannya, namun apabila ada salah satu pimpinan yang tidak sepakat, maka pimpinan yang tidak sepakat itu harus tetap memberikan catatan kepada penyidik untuk didalami selanjutnya.

"Keputusan menaikkan tersangka itu selalu diputuskan oleh kami berlima, meskipun (misalnya) saya dissenting, saya beri catatan.

Nanti didalami dalam proses penyidikan. (Ditandatangani) tetap berlima," kata Alexander.

"Dan itu mungkin buat penyidik akan menjadi acuan, kira-kira apa yang didalami, akan lebih fokus apa yang didalami," lanjut dia.

Alexander mengatakan, selama ini, ia setidaknya pernah tiga kali berbeda pendapat dengan komisioner KPK lainnya soal penetapan tersangka.

Ia pun menyertakan catatan apa yang menurutnya mesti didalami kembali oleh penyidik agar tindak pidana korupsi benar-benar firm.

"Voting penetapan tersangka itu tidak banyak Pak.

Saya bikin tiga kali catatan khusus.

Kenapa saya belum yakin alat buktinya cukup?

Itu catatan cukup panjang," lanjut dia.

Pelanggaran Etik Irjen Firli Bahuri

Alexander Marwata juga membongkar kesepakatan pimpinan KPK soal kasus pelanggaran etik berat mantan Deputi Pendindakan KPK, Irjen Firli Bahuri.

"Yang jelas tiga pimpinan menginginkan agar kasus Pak Firli itu ditutup," ujar Alexander saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Alexander menanggapi konferensi pers yang digelar oleh koleganya, Saut Situmorang, di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (11/9/2019) terkait Firli.

Ia mengaku tak tahu akan konferensi pers yang isinya mengenai pelanggaran etik oleh Firli itu.

Menurut Alexander, setidaknya ada dua pimpinan KPK lain yang tidak mengetahui soal konferensi pers tersebut, yakni Basaria Panjaitan dan Agus Rahardjo.

Alexander mengaku baru mengetahui konferensi pers itu dari pemberitaan media massa yang dikirimkan oleh Basaria melalui pesan singkat.

Menurut dia, sebelumnya semua pimpinan KPK menerima surat dari penasihat KPK, Muhammad Tsani Annafari.

Melalui surat itu, Tsani meminta agar pimpinan KPK membuka hasil internal audit musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK ke publik.

Hasil internal audit menyatakan, Irjen Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran etik berat terkait pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuang Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018.

Namun, saat itu semua pimpinan KPK sepakat agar kasus itu dihentikan.

Sebab, Firli sudah diberhentikan dengan hormat dari jabatan Deputi Penindakan KPK dan kembali ke institusi asalnya.

"Karena yang bersangkutan sudah diberhentikan dengan hormat tanpa catatan," kata Alex.

Alexander pun berpendapat, seharusnya hasil internal audit tidak diteruskan karena tiga pimpinan KPK berpendapat kasus Firli tak perlu dilanjutkan.

"Kalau dilihat dari mekanisme pengambilan keputusan, kalau yang tiga menyatakan kasusnya ditutup tentu seharusnya dari prinsip kolektif kolegial, ya seharusnya berhenti," kata Alexander.

Sebelumnya, KPK menyatakan, mantan Deputi Penindakan KPK, Irjen Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran etik berat.

Penasihat KPK Muhammad Tsani Annafari mengatakan, Firli dinyatakan melakukan pelanggaran berat melalui musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.

"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).

Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan tiga peristiwa.

Peristiwa pertama, pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuang Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018 lalu.

Kemudian, KPK mencatat Firli pernah menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.

Setelah itu, KPK mencatat Firli pernah bertemu dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Tsani mengatakan, pihaknya mempunyai bukti-bukti pelanggaran etik Firli berupa foto dan video yang didapat dari para saksi.

Namun, Tsani enggan menunjukkan bukti-bukti itu.

"Karena ini kasus etik, pembuktiannya pun kita lebih ke arah materil. Substansi video itu tanpa harus Anda saksikan sudah kita kuatkan di sini," ujar Tsani.

#Alexander Marwata Bongkar Rahasia Dapur KPK, Penetapan Tersangka Berdasarkan Voting 5 Pimpinan  

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alexander: 3 Pimpinan KPK Ingin Kasus Pelanggaran Etik Firli Ditutup", "Saat Voting Pimpinan KPK dalam Menetapkan Tersangka Dipertanyakan..."

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved