Breaking News

News Video

Demonstran Menggelar Ritual Bakar Kemenyan di Depan DPRD Sumut, TONTON VIDEO. .

Demonstran yang terdiri dari buruh, petani, Walhi dan mahasiswa menggelar unjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, Senin (23/9/2019)

Tribun Medan
Demonstran menggelar ritual bakar kemenyan saat unjuk rasa di DPRD Sumut, Senin (23/9/2019) 

Demonstran Menggelar Ritual Bakar Kemenyan di Depan DPRD Sumut

TRIBUN-MEDAN.com - Demonstran yang terdiri dari buruh, petani, Walhi dan mahasiswa menggelar unjuk rasa di kantor DPRD Sumut, Senin (23/9/2019).

Sebelum melakukan aksi unjuk rasa, para pendemo melakukan aksi ritual bakar kemenyan.

Pantauan wartawan www.tribun-medan.com beberapa petani membawa spanduk bertuliskan Tolak Pengesahan RUU Pertanahan.

Beberapa orang wanita juga terlihat memakai topi petani dalam aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut.

Tonton ritual bakar kemenyan;

Ayo subscribe channel YouTube Tribun MedanTV

Blokade Jalan di Depan Gedung DPRD Sumut, Mahasiswa Protes Keras Pelemahan KPK

Geruduk DPRD Sumut, Mahasiswa Protes Revisi UU KPK hingga Soroti Raibnya Uang Pemprov Sumut

Saat ditemui di lokasi unjuk rasa, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara, Dana Prima Tarigan, menjelaskan pemerintah saat ini tidak mendengar teriakan masyarakat bahwa RUU Pertanahan harus dibatalkan.

"Seperti RUU Pertanahan akan disahkan pada hari ini. Kita melihat bahwa, pemerintah punya telinga tapi tidak mendengar teriakan masyarakat bahwa itu harus dibatalkan dan jangan sampai disahkan," ucap Dana Prima Tarigan.

Ia juga menjelaskan, dengan pengesahan RUU ini banyak pasal-pasal yang menguntungkan korporasi dan negara sampai sama sekali tidak memikirkan nasib masyarakat.

"Misalnya kriminalisasi, atau HGU yang harusnya direvisi malah diperpanjang dan banyak hal-hal lain lagi, seperti posisi masyarakat adat yang terancam dan siapa yang gak mau digusur misalnya, tanah yang dianggap pemerintah itu akan dijadikan pembangunan, itu bisa dipidana. Itukan hal-hal konyol kan," ucap Dana.

"Banyak masyarakat yang mendiami itu. Kalau masyarakat adat kan dari turun-temurun, tapi tidak dipikirkan. Tapi masyarakat itu seperti objek yang kapan saja bisa digusur dan harus mematuhi apa maunya dari pemerintah," pungkasnya.

(cr23/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved