40 Tahun Tinggal di Swedia, Eks Menlu OPM Nick Messet Kembali ke NKRI, Redam Aksi Benny Wenda di PBB

Peran Nick Messet dahulu sebagai Menlu OPM dalam merangkul negara-negara di kawasan Pasifik kini digunakan untuk kepentingan diplomasi Indonesia.

Editor: Tariden Turnip
facebook
40 Tahun Tinggal di Swedia, Eks Menlu OPM Nick Messet Kembali ke NKRI, Redam Aksi Benny Wenda di PBB.Pentolan OPM yang kembali ke NKRI Nick Messet (paling kanan) menjadi anggota Delegasi RI di Sidang Umum PBB New York. 

40 Tahun Tinggal di Swedia, Eks Menlu OPM Nick Messet Kembali ke NKRI, Redam Aksi Benny Wenda di PBB

TRIBUN-MEDAN.COM - Dalam perhelatan Sidang Umum Ke-74 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York Amerika Serikat, ada putra Papua dalam delegasi Indonesia.

Namanya, Nick Messet, eks Menteri Luar Negeri OPM yang kini kembali ke pangkuan NKRI.

Nick Messet menjadi saksi manuver rekannya pentolan separatis OPM, Benny Wenda, pemimpin ULMWP yang grasa-grusu di Sidang Umum PBB ini. 

Sebelum kembali ke NKRI, Nick Messet dan Benny Wenda getol memperjuangkan Papua merdeka.

''Saya sudah bicara dengan dia. Dia datang bersama Gubernur Port Moresby, Powes Parkop yang mendukung kemerdekaan Papua.

Namun kelompok Benny ini tidak akan mendapat kesempatan bicara di forum PBB,'' ujar Nick Messet, melalui pesan WA, Rabu (25/9/2019).

"Benny Wenda Cs juga sudah tidak aktif seperti di tahun-tahun lalu.

BW datang sendiri tanpa membawa senior-seniornya yakni Rex Rumakiek atau Jacob Rumbiak.

Kali ini BW bawa anak-anak muda yakni Oridek Ap, John Anari dan Herman Wanggai," ujar Nick Messet mantan Menlu OPM.

Menurut Nick Messet, kehadiran Benny Wenda juga tidak jelas kapasitasnya.

"Mereka tidak ada kegiatan, hanya ikut-ikut Delegasi Vanuatu saja dan Gubernur Powes Parkop dari Port Moresby.

Jadi kegiatan mereka tidak jelas," tutur Nick Messet.

Lalu bagaimana perhatian negara-negara di dunia terhadap Papua?

Nick Messet, tidak banyak negara yang memberikan perhatian secara khusus untuk Papua.

"Mengenai situasi di SU PBB terkait nasib Papua dan apa yang terjadi di Tanah Papua akhir-akhir ini, menurut apa yang saya lihat dan dengar selama beberapa hari ikut kegiatan SU PBB, kelihatan tidak banyak negara yang menaruh perhatian khusus terkait soal Papua terkini," ujar Nick Messet .

Meski negara-negara peserta Sidang Umum PBB mengikuti perkembangan situasi dan kondisi Papua melalui media, tapi tidak ada yang menanggapi.

"Mereka nonton di TV dan baca di surat-surat kabar mengenai situasi dan kondisi di Papua, tetapi mereka tidak beri komentar, apalagi mau angkat isu itu dalam SU PBB," ungkap Nick Messet.

Dalam Sidang Umum PBB, setiap negara yang hadir, menyampaikan masalah yang dialami, dengan harapan menjadi perhatian.

"Setiap negara punya persoalannya masing-masing yang harus mendapat perhatian dari SU PBB dan waktu untuk bicara di atas mimbar SU PBB juga sangat terbatas hanya 10 menit," terang Nick Messet.

Sehingga, banyak negara besar tidak ingin mencampuri negara lain, mereka lebih fokus menyampaikan persoalan di negaranya sendiri.

"Jadi negara-negara besar tidak mau campur soal-soal kecil yang terjadi di Papua dewasa ini.

They can only say, sorry and have sympathi to the Papuans! Apart from that, nothing else (Mereka hanya bisa berkata, maaf dan bersimpati pada orang Papua! Selain itu, tidak ada yang lain)," ucap Nick Messet.

Menurutnya, hanya negara-negara kecil yang selalu ingin mengangkat permasalahan Papua di SU PBB.

"Hanya negara-negara kecil di Pacific yang selalu mau angkat soal Papua di SU PBB tahun ganti tahun. Tetapi tidak pernah ada perubahan, jalan di tempat terus," kata Nick Messet.

Nick Messet yakin, pada saatnya negara-negara itu bakal bosan membawa isu Papua di dalam SU PBB.

"Negara-negara seperti, Vanuatu, Palau, Marshall Island yang selalu mengangkat isu Papua di dalam SU PBB pasti satu waktu akan jadi bosan sendiri.

Soalnya topik yang mereka bawakan sudah kedaluwarsa untuk negara-negara anggota PBB.

Bosan untuk mendengar, the same old story again and again, self determination and freedom for West Papua (Kisah lama yang sama berulang kali, penentuan nasib sendiri dan kebebasan untuk Papua Barat)," tandas Nick Messet.

Dilansir abc news indonesia, Benny Wenda sibuk melobi agar komisioner HAM PBB dapat berkunjung ke Papua.

Seperti yang sudah dilontarkan Kapolri Jenderal M Tito Karnavian, Benny Wenda menjual kerusuhan di Jayapura dan Wamena yang menelan puluhan korban jiwa.

Pemerintah Indonesia menyebut Benny Wenda berada di balik kerusuhan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang meletus sejak Agustus lalu hingga saat ini.

Namun tuduhan itu telah dibantah, baik oleh Benny Wenda maupun oleh Sebby Sambom, jurubicara West Papua National Liberation Army, sayap militer Gerakan Papua Merdeka.

Dalam wawancara dengan stasiun TV SBS Australia, Benny Wenda mengaku sedang berada di New York untuk mengupayakan jalan bagi kunjungan Komisioner HAM PBB ke tanah airnya, Papua.

"Pesan saya ke masyarakat internasional, kami sangat membutuhkan pasukan penjaga perdamaian PBB untuk masuk ke Papua," ujarnya.

Hal itu, katanya, didorong oleh pertimbangan krisis kemanusiaan yang kini terjadi di sana.

Laporan resmi versi Pemerintah RI mengenai kerusuhan terbaru di Wamena menyebutkan lebih dari 32 orang tewas, kebanyakan warga pendatang.

"Total sudah 32 korban tewas sampai malam ini. Yang ditemukan hari ini terbakar, ditemukan di puing-puing rumah," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Candra Dianto, seperti dikutip Kompas.com, Rabu (25/9/2019) malam.

Dikatakan bahwa sebagian besar korban itu ditemukan dalam keadaan hangus terbakar, serta apa pula yang terkena sabetan benda tajam, panah, dan benda tumpul.

Minta dukungan Australia
Semakin meningkatnya kekerasan dan jumlah korban tewas di Papua mendorong kelompok separatis untuk meminta bantuan masyarakat internasional termasuk Australia.

Menurut Benny Wenda, aksi di Wamena dan Jayapura tadinya berlangsung damai namun aparat keamanan Indonesia menindakinya secara keras sehingga menimbulkan pertumpahan darah.

"Kejadian ini sangat mengkhawatirkan dari segi kemanusiaan. Mereka ini siswa SMA di Wamena, mereka masih anak-anak," katanya.

Kepada SBS, Benny meminta Australia untuk mendukung intervensi internasional dalam menyelidiki situasi yang terjadi di lapangan.

"Saya mendesak Pemerintah Australia agar bertindak cepat. Kita tidak ingin mengulangi sejarah yang sama dengan yang terjadi di Timor Timur," ucapnya.

Sementara itu saat konferensi pers di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, PM Scott Morrison dan Menlu Marise Payne dimintai tanggapan soal kerusuhan terbaru di Papua.

Namun, PM Morrison mengalihkan pertanyaan itu ke Menlu Payne yang meminta semua pihak untuk "menahan diri" agar tidak menambah panas situasi.

"Kami tentu saja sangat prihatin dengan laporan mengenai kekerasa di Papua dan Papua Barat," ucap Menlu Payne.

"Hal ini merupakan permasalahan yang terus dipantau oleh perwakilan kami di Jakarta bersama pihak berwenang di sana," katanya.

"Kami meminta kedua pihak yang terlibat untuk menahan diri," tambahnya.

Sosok Nick Messet

Nick Messet adalah Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka yang memilih pulang setelah 40 tahun berjuang demi Papua Merdeka dan menjadi warga negara Swedia.

Sebagai putra asli Papua, Nick Messet adalah seorang pilot berdarah Papua pertama, lulusan Cessnock, New South Wales, Australia yang bekerja untuk maskapai Papua Nugini.

Ayahnya adalah Bupati Jayapura periode 1976-1982.

Kelebihannya sebagai pilot tak membuatnya bangga dan status sebagai anak pejabat tak membuat Nick Messet betah bersama Indonesia.

Kegiatan Nick Messet lebih banyak untuk mendorong referendum di Papua.

Hingga akhirnya tahun 2007, Nick Messet memutuskan untuk kembali menjadi bagian dari Indonesia.

Setelah kembali ke NKRI, Nick Messet ditugasi membangun hubungan antara Indonesia dan negara-negara di Pasifik.

Peran Nick Messet dahulu sebagai Menlu OPM dalam merangkul negara-negara di kawasan Pasifik kini digunakan untuk kepentingan diplomasi Indonesia.

Tak heran sejak pertengahan 2018, Nick Messet ditetapkan sebagai Konsul Kehormatan dari Indonesia untuk Nauru.

Selama ini negara-negara di Pasifik seperti Nauru, Kepulauan Marshall, Solomon, Vanuatu, Tuvalu dan Tonga serta Papua Nugini dipandang menjadi target untuk meraih dukungan bagi ide kemerdekaan Papua melalui referendum karena kesamaan ras yakni Melanesia.

Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Nick Messet melontarkan alasannya kembali ke NKRI.

Nick Messet meninggalkan Papua di tahun 1960-an ketika dia merasakan kehadiran orang Indonesia di wilayah itu adalah sebuah kesalahan.

"Saya tinggalkan Papua untuk pergi keluar negeri tapi hasilnya tidak ada.

Lalu saya kembali ke Indonesia untuk membangun Papua di dalam bingkai NKRI karena saya lihat sudah jalan.

Satu-satunya itu harus kerjasama dengan Indonesia untuk memperbaiki kehidupan, kesejahteraan sosial Papua," kata Nicholas Messet.

(abc news indonesia/tribunnews.com)

Pentolan OPM Benny Wenda Grasa-grusu di Sidang Umum PBB, tapi Tidak Dapat Kesempatan Bicara di Forum PBB

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved