Pimpinan KPK Terpilih Alexander Juga Bingung Revisi UU KPK, Sebut Pimpinan KPK Seolah Ada 10
Alexander Marwata ternyata juga menyimpan kebingungan terkait isi UU 30/2002 tentang KPK hasil revisi.
TRIBUN MEDAN.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang juga pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023, Alexander Marwata ternyata juga menyimpan kebingungan terkait isi UU 30/2002 tentang KPK hasil revisi.
Ia mengaku bingung karena masih ada yang belum ia pahami dalam UU KPK tersebut.
"Nah, ini kurang jelas, masih banyak yang perlu kami pahami lagi," ujar Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2019).
Alexander Marwata pun menyebutkan beberapa perubahan yang menurutnya berdampak pada struktur pimpinan komisi anti-rasuah tersebut.
Satu di antaranya adalah posisi pimpinan yang kini dianggap bukan merupakan penanggung jawab tertinggi di KPK.
"Jangan-jangan (pimpinan) jadi bawahan Dewan Pengawas, kan enggak lucu, itu enggak jelas," tegas Alexander Marwata. Ia juga mengaku belum tahu mengenai cara kerja yang akan dilakukan Dewan Pengawas dalam tubuh KPK nantinya.
Alexander Marwata menjelaskan beberapa poin yang masih membuatnya bingung terkait UU KPK yang baru disahkan DPR.
Satu di antaranya mengacu pada cara kerja Dewan Pengawas KPK yang ia nilai masih belum terlihat seperti apa konkretnya.
Dalam UU tersebut, ada lima orang yang ditunjuk menjadi Dewan Pengawas.
Tindakan seperti penyadapan, penggeledahan, hingga penyitaan bisa dilakukan, namun harus melalui izin dari Dewan Pengawas. Oleh karena itu, ia menilai keberadaan Dewan Pengawas ini seolah membuat KPK memiliki 10 orang pimpinan.
"Izin melakukan penggeledahan dan penyitaan itu satu rangkaian dengan perintah penyidikan. Nah, kalau mereka (Dewan Pengawas) ikut ekspose sama dengan pimpinan, artinya di KPK 'seolah' pimpinannya ada sepuluh," paparnya.
Alexander Marwata juga mempertanyakan posisi pimpinan KPK yang kini bukan bertindak sebagai penyidik, penuntut umum, dan penanggung jawab tertinggi di KPK.
Baca: 385 Orang Warga Mengungsi Pascakebakaran di Gang Langgar Jalan S Parman
Baca: Berawal dari Curhat, Istri Terjebak Perselingkuhan hingga Nekat Sewa Pembunuh Bayaran Habisi Suami
Sebelumnya, revisi UU 30/2002 tentang KPK, menghasilkan struktur baru. Dalam revisi UU KPK yang disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (17/9/2019) siang, kini terdapat dewan pengawas di lembaga anti-rasuah itu.
Berdasarkan pasal 21 ayat 1 UU KPK yang baru saja direvisi, dewan pengawas terdiri dari lima orang. Masa jabatan dewan pengawas tersebut sama dengan komisioner KPK, yakni empat tahun.
Dewan pengawas hanya boleh dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
"Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi, dibentuk dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) huruf a," begitu bunyi pasal 37 a.
Dewan Pengawas diberi sejumlah kewenangan yang sangat besar di KPK.
Pasal 37 b menyebutkan tugas Dewan Pengawas KPK adalah:
1. Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
2. Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan atau penyitaan;
3. Menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;
4. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Atau, pelanggaran ketentuan dalam undang-undang;
5. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;
6. Melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala satu kali dalam satu tahun.
Dewan Pengawas juga diberi kewenangan membentuk struktur organ pelaksana pengawas.
Dewan Pengawas ditetapkan oleh Presiden.
Seleksi calon anggota dewan pengawas dilakukan oleh panitia seleksi yang dibentuk oleh Presiden.
"Ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 a, diangkat dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia," begitu bunyi pasal 37E ayat 1.
Baca: Sujiwo Tejo Minta agar Presiden Jokowi Segera Menerbitkan Perppu KPK: Kepercayaan Rakyat bakal Balik
Bisa Tolak Izin Penyadapan
Salah satu poin krusial dalam revisi UU KPK yang baru saja disahkan DPR adalah mengenai mekanisme penyadapan.
Berdasarkan revisi yang disahkan dalam sidang paripurna DPR, penyadapan kini harus melalui izin Dewan Pengawas.
Dalam pasal 12 ayat 1 UU KPK yang baru saja direvisi, penyadapan dilakukan setelah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas.
"Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas," bunyi pasal tersebut.
Adapun alur penyadapan diatur dalam pasal yang sama di ayat 2. Dalam melakukan penyadapan, penyidik melapor pada pimpinan KPK, lalu pimpinan mengajukan izin tertulis kepada Dewan Pengawas.
"Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi," begitu bunyi ayat 2.
Selanjutnya dewan pengawas harus mengeluarkan izin paling lama 1 X 24 jam. Dewan pengawas berhak menolak permintaan izin penyadapan tersebut.
"Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 x 24 jam terhitung sejak permintaan diajukan," demikian bunyi ayat 3.
Hasil penyadapan juga diatur dalam revisi UU KPK, pasal 12 C. Penyadapan harus dilakukan paling lama 6 bulan sejak izin tertulis diterima penyidik.
Penyadapan bisa diperpanjang satu kali dengan jangka waktu 6 bulan.
"Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyadapan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama," begitu bunyi ayat 4.
Baca: Pria 28 Tahun Tergoda Pakaian Seksi, Cabuli Adik Ipar yang Masih Remaja, Ini Kronologi Lengkapnya
Berdasarkan aturan yang ada sekarang, penyidik juga juga wajib melaporkan penyadapan secara berkala kepada pimpinan KPK.
Apabila kasus telah rampung, hasil penyadapan harus dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pengawas.
"Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penyadapan selesai dilaksanakan."
Kewenangan Dewan Pengawas dalam memberikan izin penyadapan dipertegas dalam Revisi UU KPK pasal 37 b ayat 1 mengenai tugas Dewan Pengawas.
"Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan," begitu bunyi pasal tersebut.
Sebelum revisi, penyadapan yang dilakukan KPK hanya diatur dalam satu pasal, yakni pasal 12 ayat 1.
"Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan." (Fitri Wulandari)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Masih Bingung dengan UU 30/2002 Hasil Revisi, Alexander Marwata Bilang Pimpinan KPK Seolah Ada 10