Gugatannya Ditolak, Kuasa Hukum Suara USU Sebut Hakim PTUN Mengubur Kebebasan Berpendapat Mahasiswa

Dengan ini menyatakan menolak gugatan para penggugat seluruhnya dan membebankan membayar biaya perkara sebesar Rp 317.000 kepada penggugat.

TRIBUN MEDAN/VICTORY HUTAURUK
Majelis Hakim menolak gugatan Lembaga Pers Mahasiswa Suara USU terhadap Rektor USU di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Kamis (14/11/2019). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Majelis Hakim menolak gugatan Lembaga Pers Mahasiswa Suara USU terhadap Rektor USU di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Kamis (14/11/2019).

Hal ini diungkapkan Majelis Hakim yang diketuai Budiamin Rodding dan dua Hakim anggota Pengki Nurpanji, Hj Febri Wartati di persidangan beragendakan putusan.

Sidang yang sudah berlangsung sejak 14 Agustus 2019 lalu ini adalah buntut pemecatan 18 anggota redaksi Suara USU akibat tulisan berjudul "Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya" yang bertema LGBT dan berisi kata-kata vulgar yang diunggah pada web suarausu.co pada 12 Maret 2019 silam.

"Dengan ini menyatakan menolak gugatan para penggugat seluruhnya dan membebankan membayar biaya perkara sebesar Rp 317.000 kepada penggugat. Demikian diputus perkara ini," jelas Hakim Ketua Budiamin Rodding.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim perpendapat bahwa akibat tulisan yang diterbitkan oleh mahasiswa menimbulkan polemik di masyarakat.

"Akibat tulisan tersebut diantaranya menimbulkan penilaian dari pembaca bahwa cerita tersebut membuat hal yang berkaitan dengan pornografi atau LGBT. Dan penilaian bahwa berusaha menimbulkan diskriminasi yang terjadi kepada masyarakat," tutur hakim anggota Febri Hartati.

Atas pertimbangan tersebut, Hakim menyebutkan bahwa Rektor mengambil kebijakan mengeluarkan surat pemecatan.

"Bahwa terjadi nya pro dan kontra mengenai cerpen tersebut tentunya tergugat sebagai Rektor USU dan Pimpinan USU yang memiliki tugas dan wewenang melaksanakan penyelenggaran pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dapat melakukan tindakan berupa mengeluarkan kebijakan dalam terjadinya pro dan kontra terkait cerpen tersebut," jelasnya.

Bahkan baginya, Mahasiswa USU juga berkewajiban untuk menghormati peraturan dan menjaga nilai.

"Menimbang bahwa sebagai ini kegiatan mahasiswa yang membawa nama USU berkewajiban menghormati wilayah USU sebagaimana terbuat dalam peraturan internal USU dan menjalankan kegiatan nya berdasarkan nilai-nilai jati diri usu yang tidak bertentangan dengan peraturan UU, peraturan daerah, peraturan rektor dan peraturan dekan bagaimana diamanatkan pasal 129 UU no 15 tentang tata kelola USU," bebernya.

"Bahwa para penggugat mencari pada pokoknya menerbitkan objek sengketa melakukan penekanan terkait yang bertentangan dengan hak kebebasan berpendapat yang pada pokoknya menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis barang. Yang pada pokoknya setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi dalam bentuk tulisan atau melalui media lain sesuai dengan pilihan nya serta bertentangan dengan ajaran pemerintahan yang baik sesuai dengan kepastian hukum," pungkas Hakim.

Usai membacakan Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada penggugat untuk menempuh jalur banding apabila tidak menerima hasil putusan tersebut ke PTTUN selama 14 hari.

Dalam persidangan putusan tersebut tida tampak perwakilan dari tergugat pihak Rektor USU. Dimana sebelumnya, pengacara USU Bachtiar Hamzah meninggal saat sidang 2 Oktober 2019 lalu.

Dimana penggugat (SUARA USU) diwakili Kuasa Hukum Roy Marsen Simarmata dan Ronal Sapriansah.

Seusai sidang, kuasa hukum penggugat menyebutkan bahwa putusan hakim sudah mengesampingkan kebebasan berekspresi di Kampus USU. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved