Geliat Mucikari dan Wanita PSK di Medan dan Aceh, Daya Tawar Pakai Kondom Rendah hingga Tarif Tinggi
Mucikari- PSK di Medan memasang tarif senilai Rp 1 sampai 3 Juta untuk sekali short time per orang kepada tamu.
Daya tawar para PSK di Kota Medan untuk pelanggan seks agar menggunakan alat kontrasepsi rendah.
Hingga Sang mucikari memasang tarif senilai Rp 1 sampai 3 Juta untuk sekali short time per orang kepada tamu.
Simak geliat kasus PSK di Medan hingga Aceh
//
TRIBUN-MEDAN.com - Bentuk perhatian kepada Pekerja Seks Komersial (PSK) di Kota Medan hingga kini tak pernah membuahkan hasil.
Berbagai upaya untuk menghilangkan kehadiran para wanita malam ini, termasuk melakukan razia juga tak berhasil.
PSK di Kota Medan masih eksis hingga saat ini.
Namun poin yang diulas Komunitas Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M) adalah upaya pencegahan Virus HIV/Aids tak menjalar kemana-mana.
"Daya tawar para PSK di Kota Medan untuk pelanggan seks agar menggunakan alat kontrasepsi rendah. Teman teman PSK ini masih sulit menyetop kegiatan hubungan badan jika tanpa alat kontrasepsi," ujar Ketua P3M Wilda Wakkary kepada Tribun Medan, Selasa (19/11/2019).
Banyak faktor yang dinilai Wilda menjadi penyebabnya.
Ia menuturkan para PSK memiliki langganan (pria) bertahun-tahun yang kemudian menolak jika diedukasi menggunakan kondom.
Masalah lainnya, jika suasana sepi, tak jarang PSK mau tak mau menerima permintaan pelanggan.
"Belum lagi pendidikan rata-rata para PSK ini tamatan SMP dan SD. Mereka tulang punggung keluarga, punya adik yang mau disekolahkan dan orangtua yang mau dibiayai," cetus Wilda.

Ilustrasi PSK (pekerja seks komersial). (AFP PHOTO/JUNI KRISWANTO)
Wilda berujar, upaya pemberantasan praktik prostitusi di kota sebesar Medan mustahil bisa dilaksanakan.
Alternatifnya adalah menanggulangi bagaimana prostitusi tidak menularkan HIV/Aids ke masyarakat yang lebih luas.
Apa yang diutarakan Wilda didapat dari tinjauan yang ia lakukan bersama teman teman P3M di dua titik hotspot di Kota Medan, kawasan Sambu dan Nibung.
Ada 170 PSK yang mereka jaring untuk dilakukan konseling dan perhatian kesehatan serta kecantikan.
Dalam penjaringan, Wilda melakukan wawancara, yang mana menemukan rata rata para PSK memiliki 20 pria langganan setiap bulannya.
"Jika ditambah dengan pelanggan tidak tetap, ada 100-120 laki-laki yang menerima layanan mereka," ceritanya.
P3M menemukan 32 diantara para PSK terdeteksi HIV/Aids (positif).
12 dari 32 ini hingga kini masih bekerja. Wanita yang sebelumnya menekuni pekerjaan yang sama ini menjelaskan perlu ada perhatian bagi setiap pria di luar untuk memahami kesehatan dirinya dan keluarganya.
"Kita tidak bisa mengawasi para laki-laki. Padahal jika dia terkena HIV/Aids, dia bukan tidak mungkin menularkannya kepada istri dan calon anak anaknya di kemudian hari," tutup Wilda meminta semua kalangan memahami.
Dijadikan Barang Bukti Kepolisian.

(AP PHOTO / DITA ALANGKARA)
Sampai saat ini, mendengar kata 'Kondom', sebagian besar masyarakat tentu menanggapinya dengan kesan negatif.
Barang satu ini kerap diartikan sebagai suatu hal yang tabu dan erat kaitannya dengan praktek praktek yang melanggar norma asusila budaya ketimuran.
Apalagi, kehadiran kondom dalam beberapa hal turut dijadikan barang bukti pihak kepolisian untuk menjerat pelaku seks.
• Kisah Pilu Istri Dipaksa Jadi PSK oleh Suami, Setelah Hamil Diberi Racun Tikus 4 Bungkus
Sementara di sisi lainnya, penggunaan kondom begitu penting untuk menekan penularan HIV/Aids di masyarakat.
Pertentangan-pertentangan inilah yang coba dibahas Jaringan Indonesia Positif (JIP) bersama sejumlah Civil Society Organisation (CSO) atau komunitas komunitas pemerhati HIV/Aids sekitar Kota Medan.
"Pada dasarnya, kita mencoba bagaimana memperhatikan ruang yang mana lagi yang masih menjadi pemicu penularan HIV/Aids di Kota Medan. Peran pemerintah, penegak hukum, CSO maupun media sebenarnya cukup baik. Tetapi perkembangan HIV/Aids tetap bertambah," ujar Samara Yudha, membuka diskusi di Cut Dewi Cofee, Jalan Ringroad, Sunggal, Medan.
Diskusi yang dihadiri beberapa CSO seperti Perempuan Peduli Pedila Medan (P3M), Galatea, Indonesia Aids Coallition (IAC), Cangkang Queer, Pelangi Hati, Inti Muda Sumut, IPPI Sumut, Forum Kader dan tentunya Medan Plus berlangsung dengan beberapa argumen panas sejak awal.
Banjir pendapat memuncak dalam diskusi, mana kala plus minus Kondom dibahas.
Wilda Wakari yang datang mewakili P3M, sebuah komunitas yang fokus mengedukasi Pekerja Seks Komersial (PSK) berujar adanya ketakutan besar di benak ratusan PSK yang ia kenal selama ini.
• Mucikari Fitri Siregar Menangis Dituntut 4 Tahun Penjara, Jual Dua Wanita ke Pria Hidung Belang
"Sejak awal kita sudah mengedukasi teman teman PSK untuk menggunakan kondom agar terhindar dari penularan HIV/Aids. Namun mereka merasa takut menyimpan kondom bila sewaktu-waktu ada razia dari kepolisian mengamankan mereka," ujar Wilda.
Belum lagi, imbuh Wilda, setiap kali diamankan, teman teman PSK bukannya dibina dan dibebaskan, melainkan terjadi tawar menawar (suap) agar bisa dilepaskan.
Kondom bagaikan momok menakutkan yang nantinya menggiring mereka PSK menuju bui.
Singkatnya, Wilda menyampaikan bahwa para PSK yang mereka edukasi kemudian abai terhadap perilaku seks berisiko yang dilakukan saat berhubungan intim.
"Mereka lebih memilih mencari aman tanpa kondom dibanding dengan pakai kondom," pungkas Wilda.

Ilustrasi Kondom (Shutterstock)
Padahal peraturan penggunaan kondom diatur dan diizinkan Pemko Medan dalam Perda Tentang Penanggulangan HIV/Aids No.1 Tahun 2012, tetapi dalam perjalanannya, selalu membuat adanya kondom selalu dipakai sebagai barang bukti kepolisian.
Chrismanto dari Galatea, salahsatu komunitas yang konsen pada pencegahan HIV/Aids dari kasus jarum suntik, Lelaki Suka Lelaki (LSL) dan waria tak menampik ketakutan teman teman yang mereka edukasi.
"Itu benar. Kita bukan menerima atau mendukung perilaku seks berisiko bahkan budaya seks bebas ada di Indonesia. Hanya saja kita tidak memiliki lokalisasi prostitusi untuk mengawasi perilaku seks masyarakat. Itu juga masalah pada kami," ujar pria 38 tahun ini.
Ia berujar perlu adanya perhatian dari pemerintah terkait peraturan yang menyusun kepastian penggunaan kondom.
Apakah kondom termasuk barang berbahaya yang nantinya membawa ke penjara atau bagaimana soal kampanye tentang kondom yang diatur pemerintah yang selalu didengungkan mengantisipasi HIV/Aids.
• Dijual Seharga Rp 1,5 Juta, Dua SPG Kosmetik Ini Ungkap Peranan Sang Mucikari di Persidangan

Ilustrasi promosi kondom (NET)
"Kan menjadi pertentangan. Satu sisi, kondom selalu diartikan polisi sebagai barang bukti seks sementara Pemerintah Daerah menganjurkan penggunaan kondom demi menekan penularan HIV/Aids. Mana yang benar," tegas Chrismanto.
Perwakilan Medan Plus Sudarwanto menyampaikan argumennya soal maraknya kondom sebagai barang bukti kejahatan.
Ia berujar perlu adanya edukasi kepada setiap kepala daerah ataupun aparat penegak hukum
"Saya kira soal pencegahan HIV/Aids khususnya yang menggunakan kondom sudah diatur tapi kepala daerahnya sendiri yang tak paham soal manfaat kondom," ujarnya.
Sering terjadi perbedaan pendapat, imbuh Sudarwanto antara pemerintah dan kepolisian menanggapi kondom.
Hal itu dapat dilihat dari sejumlah kasus yang diberitakan media bahwa kondom selalu dijadikan barang bukti seks.
"Sehingga media pun selalu menyebutkan kondom sebagai barang bukti yang menjerat perilaku seks," pungkasnya. (cr15/tribun-medan.com)
• Dijual Seharga Rp 1,5 Juta, Dua SPG Kosmetik Ini Ungkap Peranan Sang Mucikari di Persidangan
"Sang mucikari memasang tarif senilai Rp 1 sampai 3 Juta untuk sekali short time per orang kepada tamu."
DALAM pemberitaan Tribun-Medan.com di sebelumnya, seorang mucikari dan dua Pekerja Seks Komersil (PSK) diamankan Subdit IV/Renata Polda Sumut di Motel Pardede Hall yang berada di Jalan Juanda, Kota Medan.
Kedua PSK dan satu mucikari itu masing-masing bernama Lili Novi (22) warga Jalan Sei Mencirim, Kecamatan Medan Petisah dan Anggita Yasmin (21) warga Bandar Selamat, Kabupaten Deliserdang dan Mucikari bernama Mujiono alias Eda (32) warga Kabupaten Serdang Bedagai.
Kasubdit IV/Renata DitKrimum Polda Sumut AKBP Reinhard Nainggolan mengatakan kedua PSK ini harus melayani beberapa pria hidung belang yang sudah bertransaksi dengan mucikari.
"Sang mucikari memasang tarif senilai Rp 1 sampai 3 Juta untuk sekali short time per orang kepada tamu,"kata Reinhard, Minggu lalu.
Dengan tarif segitu, akunya, setiap harinya, PSK mendapat keuntungan mencapai Rp 3 Juta dari para tamu.
"Itu pun kalau tamu sedang ramai," ujar orang nomor satu di Subdit IV/Renakta ini.
Masih dikatakan Reinhard, si mucikari mendapat keuntungan sebesar Rp 500 Ribu dari PSK apabila pria hidung belang memesan short time.
Ia menceritakan, pihaknya mengamankan tiga orang ini berkat informasi dari masyarakat.
Begitu mendapat informasi tersebut, pihaknya langsung ke Motel Pardede Hall.
"Tim unit III Subdit IV langsung turun ke lokasi dan mengamankan ketiga orang di mana satu diantaranya sebagai mucikari dan dua PSK,"katanya.
Ia menyatakan pihaknya mengamankan barang bukti berupa tiga buah handphone merek iPhone, uang tunai Rp 2 Juta dan e-KTP serta SIM C.
Ketiganya dikenakan pasal 2, Pasal 10 Nomor 21 Tahun 2007 tentang perdagangan Manusia dan Pasal 296 KUHPidana dengan hukuman minimal 10 tahun penjara.(akb/tribun-medan.com)
Baca: PSK Menyamar Menjadi Perawan Pakai Darah Belut, Tarif Layanan Naik Hingga Rp 20 Juta
Baca: KABAR TERBARU Terkait Vanessa Angel, Pengusaha Rian Beberkan Alasannya Kenapa Booking Vanessa Angel
///
Dua wanita muda yang diamankan Petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan Willayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Lhokseumawe mengaku memasang tarif kepada pria yang memesannya melalui perantara atau mucikari.
/////
Anggota DPD RI asal Aceh H Sudirman alias Haji Uma langsung menemui Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya setelah menemukan dua wanita muda, satu di antaranya mengaku Pekerja Seks Komersil (PSK).
Tujuannya untuk menyampaikan persoalan tersebut sehingga Pemko Lhokseumawe di bawah kepemimpinan Suaidi Yahya segera mengambil tindakan.
Wali Kota Lhokseumawe sempat tersentak dan tercengang mendengar keterangan Haji Uma yang menemukan lokasi yang sering dijadikan tempat transaksi PSK.
Namun, Wali Kota Lhokseumawe menyatakan siap memberikan dukungan kepada Haji Uma dalam mengawal persoalan tersebut.
Anggota DPD Komite II itu bertemu dengan Suaidi Yahya saat menghadiri undangan Maulid Nabi Muhammad saw, di Dayah Sirajul Muna Desa Blang Cruem Kecamatan Muara Dua Lhokseumawe, Sabtu (2/3/2019).
Haji Uma menceritakan kronologi awal dirinya melakukan pengintaian terhadap sebuah kafe yang diduga dijadikan sebagai tempat transaksi PSK di kawasan Kecamatan Banda Sakti Lhokseumawe.
“Kita mendukung penuh upaya Haji Uma dalam memberantas maksiat,” ujar Wali Kota Lhokseumawe sebagaimana disampaikan Haji Uma.
Tak hanya itu, Suaidi juga menyatakan dirinya juga siap turun langsung merazia tempat-tempat yang diduga dijadikan lokasi transaksi PKS atau perbuatan maksiat lainnya di kawasan Lhokseumawe.
Haji Uma menyebutkan Pemko Lhokseumawe sudah seharusnya siaga terhadap prostitusi online pascatemuan tersebut.
Apalagi Haji Uma sudah berhasil mengantongi nama-nama wanita dan mucikari yang diduga terlibat dalam prostitusi online.
“Kita berharap kepada masyarakat untuk bersama-sama memberantas maksiat ini, supaya kembali tegak syariat Islam di Aceh, sekaligus menyelamatkan generasi,” pungkas Haji Uma.
Anggota DPD RI asal Aceh H Sudirman alias Haji Uma memperlihatkan kepada Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya berita dua wanita muda yang diamankan petugas, satu di antaranya mengaku PSK. |SERAMBINEWS.COM/JAFAR YUSUF
Sebelumnya, satu dari dua wanita muda yang diamankan Petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan Willayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Lhokseumawe mengakui memasang tarif kepada pria yang memesannya melalui perantara atau mucikari.
Keduanya adalah LZ (19) dan DN (23) warga Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe.
LZ mengakui kepada penyidik bahwa mereka sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK).
Keduanya ditangkap petugas Satpol PP dan WH Lhokseumawe di sebuah kafe di Kecamatan Banda Sakti Lhokseumawe pada Kamis (28/2/2019) sekira pukul 03.00 WIB.
Di kafe tersebut diduga kuat dijadikan tempat transaksi dan menemukan sejumlah wanita berpakaian ketat tanpa jilbab.
“Kemarin saya hadir ke Kantor Satpol PP dan WH Lhokseumawe, selain untuk mengapresiasi atas kinerja petugas juga untuk menasehati kedua wanita tersebut bersama ibunya," ujar Haji Uma kepada Serambinews.com.
"Karena kebetulan kemarin ibunya juga hadir ke kantor tersebut, untuk menjenguknya yang sedang dalam proses pembinaan,” ujarnya.
Kepada Haji Uma, LZ mengaku menjadi PSK selama tinggal di Banda Aceh.
Bahkan ia sudah memberitahukan sejumlah lokasi tempat dirinya berhubungan badan dengan pria yang memesan dirinya, di antaranya hotel dan juga tempat karaoke.
Haji Uma sempat tersentak dengan pengakuan LZ, apalagi dia juga mengaku memasang tarif Rp 800 ribu.
“Bukan hal itu sebenarnya yang ingin kita dengar dari LZ. Namun, untuk memastikannya saya harus menanyakannya dan dia mengakuinya," ujar Haji Uma.
"Karena itu saya minta supaya LZ meninggalkan perbuatan tersebut. Kepada ibunya saya sampaikan supaya menjaga dan membimbingnya, sehingga ia tidak lagi menjadi PSK,” ujar Haji Uma.
Ia berharap juga kepada pihak keluarga LZ juga memberikan perhatian, sehingga LZ tidak lagi menjadi wanita malam.
“Dia juga mengaku merusak handphone dengan membanting ke lantai ketika diminta petugas mengisi password supaya dapat dibuka," ujarnya.
"Ternyata dalam HP tersebut ada film porno dan percakapan dengan orang lain yang dirahasiakan (prostitusi online),” kata Haji Uma.
Sedangkan DN tidak mengakuinya.
Namun, dalam HP juga ditemukan chatting dengan sejumlah nomor yang tidak dikenal identitasnya, yang menjurus ke prostitusi online juga.
Padahal DN mengaku sudah memiliki dua anak.
“Kita berharap kepada orang kedua remaja tersebut benar-benar menjaga agar tak kembali lagi ke perbuatan maksiat,” harap Haji Uma.
(tribun-medan.com/serambinews.com)