Menko Polhukam Mahfud MD Sindir Veronica Koman: WNI yang Diberi Beasiswa tapi Tidak Mau Pulang

Veronica Koman masih berada di Australia setelah ditetapkan sebagai tersangka provokasi kerusuhan asrama mahasiswa Papua di Surabaya

Editor: Tariden Turnip
Twitter: Amnesty International Australia
Menko Polhukam Mahfud MD Sindir Veronica Koman: WNI yang Diberi Beasiswa tapi Tidak Mau Pulang. Veronica Koman juga menemui politisi Ketua Partai Hijau Senator Richard Di Natale. 

Menko Polhukam Mahfud MD Sindir Veronica Koman: WNI yang Diberi Beasiswa tapi Tidak Mau Pulang

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyinggung aktivis dan pengacara Veronica Koman yang kini ditetapkan Polri sebagai buronan alias DPO saat berkunjung ke Australia, 7-8 November 2019.

Mahfud MD menghadiri Konferensi Internasional tentang 'No Money for Terror' yang berlangsung di Melbourne Australia.

Selain itu dia juga bertemu khusus dengan dua menteri Australia, yaitu Menteri Dalam Negeri Peter Dutton dan Menteri Luar Negeri Marise Payne.

Menko Polhukam menyebut Veronica Koman masih berutang beasiswa pada pemerintah Indonesia.

Diketahui, hingga kini Veronica Koman masih berada di Australia setelah ditetapkan sebagai tersangka provokasi kerusuhan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Menurut Mahfud MD, Veronica Koman dianggap berutang beasiswa pada pemerintah karena telah menyelesaikan studi di Autralia yang dibayai oleh pemerintah.

Namun, Veronica justru enggan kembali ke Indonesia.

"Veronica Koman adalah orang Indonesia yang punya utang ke pemerintah Indonesia. Dia mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia untuk sekolah di Australia, tapi tidak mau pulang," ucap Mahfud MD dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Selasa (19/11/2019).

"Padahal ada di dalam kontrak bahwa kalau tidak mau pulang harus mengembalikan beasiswa yang sudah diberikan kepadanya," sambungnya.

Selain itu, Mahfud MD juga menyebut pihaknya telah berkali-kali menyampaikan dalam forum internasional bahwa Veronica Koman adalah orang yang selalu menginginkan Papua pisah dari Indonesia.

"Saya sampaikan kepada perwakilan negara sahabat di forum internasional bahwa Veronica Koman adalah orang yang selalu meneriakkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kampanye ke mana-mana agar Papua terpisah dari Indonesia," terang Mahfud MD.

"Lalu dia juga masih punya utang beasiswa ke pemerintah Indonesia. Dan memang tidak ada yang percaya juga sama dia,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Mahfud MD menyebut pemerintah Indonesia akan berusaha untuk membawa kembali Veronica Koman pulang ke tanah air.

Hal itu disebut Mahfud MD perlu dilakukan karena Veronica Koman harus mengembalikan beasiswa pendidikan kepada pemerintah.

Mahfud MD pun mengaku tak mempermasalahkan status Veronica Koman sebagai tersangka kasus provokasi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

“Saya juga pernah bilang kepada pemerintah Australia bahwa Veronica bisa bebas bicara di sana tapi kami akan meminta pertanggungjawabannya atas beasiswanya," jelas Mahfud MD.

"Itu hukum perdata biasa, silakan saja kalau orang mau ramai karena masalah itu biasanya dibawa ke ranah politik.”

Lantas, Mahfud MD juga menyebut bahwa Veronica Koman tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang berutang beasiswa pemerintah maupun menjadi tersangka kasus provokasi.

"Kalau pun dibawa ke ranah pidana dan ditetapkan daftar pencarian orang pun bisa, karena dia menyebarkan provokasi dan separatisme serta berita bohong.

Dia harus bertanggung jawab karena dia masih orang Indonesia," terang Mahfud MD.

Pada awal Oktober lalu, Veronica Koman diketahui muncul dalam sebuah tayangan televisi Australia bertajuk "The World" di ABC TV.

Veronica Koman berjanji akan terus menyuarakan pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami rakyat Papua.

Dia telah meminta pihak keluarganya untuk bersabar karena persoalan yang dialami rakyat di sana jauh lebih berat.

"Saya tidak akan berhenti," kata Veronica Koman dalam wawancara khusus dengan program The World ABC TV yang ditayangkan pada Kamis (3/9/2019) malam.

Veronica Koman kini diburu oleh pihak Kepolisian RI setelah sebelumnya dijadikan tersangka, sehingga selama beberapa waktu tampaknya mengambil sikap low profile, khususnya terhadap media.

Sebelum berbicara dengan presenter ABC Beverley O'Connor, Veronica Koman juga sudah melakukan interview dengan stasiun televisi Australia lainnya, yaitu SBS TV. 

Ditanya mengenai keputusannya untuk akhirnya bersedia diwawancara, Veronica Koman menyatakan hal itu didorong oleh situasi di Papua yang semakin memburuk.

"Sebab saya kira saat ini kita menyaksikan periode paling suram di Papua dalam 20 tahun terakhir.

Kini ada tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana," jelasnya.

Apakah Veronica Koman tidak khawatir dengan keselamatan dirinya sendiri saat ini?

"Tentu saja saya khawatir dengan diri saya dan keluarga saya di Indonesia.

Tapi hal itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dialami rakyat Papua," ujarnya. 

Sejak dua tahun lalu, Veronica sudah sering mendapat ancaman pembunuhan dan pemerkosaan terkait aktivitasnya menyuarakan isu Papua.
DPO Veronica tampil di SBS TV Australia. SBS TV kerap menyiarkan konflik dan kerusuhan di Papua. (SBS TV)

Menanggapi status tersangka yang dikenakan terhadap dirinya dengan tuduhan sebagai provokator, Veronica Koman melihat hal itu tak lebih dari upaya Pemerintah RI untuk menghancurkan kredibilitasnya.

"Sebab mereka tidak bisa membantah data serta rekaman video dan foto yang saya punya sehingga mereka hanya bisa menyerang kredibilitas saya," kata Veronica Koman.

Mengenai upaya pihak berwenang Indonesia untuk meminta bantuan Interpol dan Pemerintah Australia untuk memulangkannya ke tanah airnya, Veronica Koman juga mengaku khawatir dengan hal itu.

"Tapi saya berharap Pemerintah Australia tidak akan menuruti tuntutan bermotif politik ini.

Sebab Pemerintah Indonesia kini membungkam siapa saja yang menyuarakan mengenai Papua," tegas Veronica Koman.

Selain itu Veronica Koman bergerilya mendapat dukungan dari politisi Australia.

Setelah sebelumnya menemui Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet yang sedang berkunjung ke Sydney, 8 Oktober lalu, kini Veronica mengadu ke Parlemen Australia.

Veronica meminta  mereka untuk membantu menghentikan segala tindak kekerasan yang terjadi di Papua.

Australia dinilai bisa menekan Indonesia dalam isu ini tanpa melecehkan kedaulatan RI.

Didampingi oleh LSM Amnesty International Australia, Vero yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO) Kepolisian RI (Polri) menemui Sub Komite HAM Parlemen Australia yang terdiri atas politisi dari fraksi pemerintah dan oposisi pada hari Rabu (16/10/2019) di Canberra.

Para anggota Sub Komite HAM Parlemen Australia yang menemui Vero antara lain Kevin Andrews dari Partai Liberal (fraksi pemerintah), serta Maria Vamvakinou dan Peter Khalil dari Partai Buruh yang beroposisi.

Vero bersama aktivis Amnesty Joel Clark dan Rose Kulak juga menemui politisi lainnya seperti Ketua Partai Hijau Senator Richard Di Natale yang dikenal vokal menyuarakan isu Papua.

Kepada para politisi itu, Veronica meminta Pemerintah Australia untuk berbuat lebih banyak dalam membantu menghentikan kekerasan di Papua.

"Kami bertemu dan memberikan laporan kepada Sub-Komite HAM Parlemen, juga kepada para Senator dan anggota parlemen dari Partai Buruh, Liberal, Nasional, dan Partai Hijau," tulis Vero di laman Facebooknya.

"Mereka mencakup pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini dan juga pemerintahan oposisi. Mereka semua antusias dan banyak bertanya dalam tanggapannya, karena ternyata mereka memang mendengar adanya kisruh namun belum tahu secara detail," lanjutnya.

Kepada ABC melalui pesan teks, Veronica mengatakan dirinya benar-benar berharap Australia memainkan peran yang lebih besar dalam penanganan konflik di ujung timur Indonesia itu.

Dia juga mengaku sangat menanti pertemuan antara Pemerintah RI dengan kelompok pro-referendum Papua.

"Saya harapannya supaya Australia sebagai negara terbesar di Pasifik dan salah satu tetangga terdekat bisa bantu menghentikan pertumpahan darah di West Papua," katanya.

"Apalagi Presiden Jokowi dan Pak Moeldoko 'kan sudah bilang bersedia bertemu dengan kelompok pro-referendum, dan dari ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) juga sudah menyatakan kesediaan meski disertakan dengan beberapa syarat."

"Jadi semoga saja cepat terwujud," ujarnya.

Sebelumnya pada 8 Oktober lalu Vero juga telah menemui Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet yang sedang berkunjung ke Sydney.

Dia mengaku menyampaikan perkembangan situasi terkini dari krisis di Papua, terutama soal pendekatan keamanan yang dilakukan Pemerintah RI.

"Saya juga memberitahunya soal penggunaan kekuatan berlebihan saat protes mahasiswa soal reformasi hukum yang digelar di seluruh Indonesia," kata Vero mengenai pertemuan itu.

Dia juga menyampaikan kepada Michelle Bachelle soal banyaknya warga sipil yang kini terpaksa mengungsi dari Papua.

Veronica Koman yang kini tinggal di Australia mengatakan pengerahan aparat secara massif tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan di Papua.

"Pemerintah pusat seharusnya sudah tahu hal itu, berangkat dari berbagai pengalaman di masa lalu," sebutnya.

Pertemuan Vero dengan anggota Parlemen Australia turut dihadiri dua aktivis dari organisasi Amnesty International Australia.

Dalam keterangannya kepada ABC, aktivis Amnesty Joel Clark mengatakan, Australia sebenarnya bisa dan harus menekan Indonesia untuk mengatasi pelanggaran HAM di Papua Barat sambil tetap mengakui dan menghormati kedaulatan negara tetangganya itu.

"Situasi di Papua saat ini terburuk selama 20 tahun terakhir, dan tak ada tanda-tanda membaik," katanya.

"54 empat orang tewas dalam pertikaian yang melibatkan aparat keamanan dan polisi dalam beberapa bulan terakhir, lebih dari 60.000 warga sipil mengungsi, dan ribuan orang ditahan," jelasnya.

Joel menyebut jelas ada krisis HAM yang sedang terjadi di Papua.

Karena itu, dia meminta Menlu Australia Senator Marise Payne untuk mendesak Indonesia menepati janji untuk dialog dengan warga Papua, membolehkan PBB dan jurnalis asing masuk ke Papua, serta melindungi para aktivis HAM.

"Di Canberra, para anggota Parlemen kaget dengan kondisi yang memburuk. Harus ada upaya lebih untuk mengekspos apa yang terjadi di Papua, dan kami menyerukan semua politisi (Australia) untuk memainkan peran mereka dalam hal itu," kata Joel, yang mendampingi Veronica dalam pertemuan tersebut.

ABC menghubungi Kemenlu RI untuk meminta komentar terkait pertemuan Veronica Koman dengan Parlemen Australia.

Juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah menolak untuk memberi tanggapan.

Dia justru mempertanyakan kiprah Veronica tersebut.

"Sebagai seorang yang mengaku pakar hukum, sudah sepatutnya dia berkaca terlebih dahulu atas hal etika dan tanggung jawab hukumnya terhadap LPDP (lembaga beasiswa) yang telah membiayai pendidikannya di luar negeri selama ini," katanya.

"Dirinya jelas-jelas mengingkari kesepakatan yang ditandatanganinya dengan pihak LPDP," kata Jubir Kemenlu RI Faizasyah kepada jurnalis ABC Nurina Savitri.

Dalam program tersebut ia menyebut bahwa penetapan tersangka oleh Polda Jawa Timur kepada dirinya merupakan upaya Pemerintah RI untuk menghancurkan kredibilitasnya.

"Sebab mereka tidak bisa membantah data serta rekaman video dan foto yang saya punya sehingga mereka hanya bisa menyerang kredibilitas saya," kata Veronica.

Sebelumnya, Veronica dituding tidak pernah membuat laporan pertanggungjawaban sebagaimana umumnya mahasiswa yang memperoleh beasiswa sejak tahun 2017.

Akan tetapi, Veronica membantah tuduhan itu. Veronica mengakui ia terlambat memberi laporan studi kepada institusi pemberi beasiswa.

Namun, ia menegaskan bahwa persoalan itu telah selesai pada 3 Juni 2019.

Menko Polhukam Mahfud MD Sindir Veronica Koman: WNI yang Diberi Beasiswa tapi Tidak Mau Pulang

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Tanggapi Kasus Veronica Koman, Mahfud MD Singgung Utang Beasiswa ke Indonesia: Nggak Ada yang Percaya
Penulis: Jayanti tri utami

Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved