Pengusaha BPK Bangkit
Imbau Tak Risau Konsumsi Babi, Apserba: Peternak Lakukan Biosecurity untuk Tangkal Virus Hog Cholera
Tingginya kematian babi akibat virus hog cholera mendapat tanggapan dari Ketua Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumatera Utara Hendri Duin.
Penulis: Septrina Ayu Simanjorang | Editor: Juang Naibaho
Peternak Lakukan Biosecurity untuk Tangkal Virus Penyebab Kematian Babi
TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN - Tingginya kematian babi akibat virus hog cholera mendapat tanggapan dari Ketua Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumatera Utara Hendri Duin.
Ia menyebutkan sejak September Asperba sudah menduga virus hog cholera melanda Sumut.
"Sudah ada anjuran dari pemerintah untuk melakukan vaksin sebelum adanya kematian babi tersebut. Peternak melakukannya tapi memang tidak maksimal," ujarnya saat ditemui Tribun Medan dalam acara Wisata Kuliner Daging Babi Kota Medan di Komplek CBD Polonia, Senin (16/12/2019).
Saat ini pihaknya melakukan biosecurity dengan cara melakukan vaksin, menyemprot kandang, memperbaiki kualitas pakan.
Ia mengungkapkan, masyarakat tak perlu risau tentang tingginya angka kematian babi akibat virus hog cholera.
"Kami mengimbau agar masyarakat jangan takut mengonsumsi daging babi karena virus hog cholera hanya bisa menjangkiti babi," tegasnya.
Pada kesempatan berbeda, Pengamat Ekonomi Sumatera Utara Gunawan Benjamin mengatakan kasus kematian babi yang ada di Sumut yang terus mengalami peningkatan perlu mendapatkan perhatian serius.
Karena masalah kematian babi ini sangat erat kaitannya dengan potensi kenaikan harga pangan yang ada di Sumut.
"Kondisi ini jelas sangat merugikan para peternak babi. Terlebih menjelang perayaan Natal tahun ini. Semua peternak babi dirugikan karena penjualan hewan ternak mereka tidak laku di pasaran. Bahkan sekalipun dijual dengan harga miring. Kondisi ini sangat mengganggu daya beli peternak babi," ujarnya.
Ia mengatakan mengacu kepada data hewan yang mati dari Balai Veteriner Medan, sebanyak 27 ribuan babi yang mati telah merugikan peternak babi Sumut sebesar hampir Rp 100 miliar sejauh ini.
"Jika melihat tren kematian yang terus meningkat, maka ancaman kematian populasi babi terbuka lebar. Nah, ancaman 1,2 juta populasi babi yang bisa saja mati ini akan merugikan peternak Sumut sekitar Rp 4 triliun nantinya," ujarnya.
Untuk itu pemerintah harus bertindak segera agar kerugian ini tidak meluas.
Menurut dia, langkah utama yang bisa segera dilakukan adalah menyelamatkan daya beli peternak babi terlebih dahulu.
"Mengingat daya beli mereka terpuruk seiring dengan sulitnya mereka menjual hewan ternak tersebut belakangan ini. Selanjutnya, kita pikirkan nasib peternak babi selama kandang tidak bisa digunakan untuk berternak. Karena menurut Balai Veteriner, kandang babi harus disterilkan dari virus secepatnya itu adalah 3 bulan dengan pengawasan ketat, meskipun idealnya (sesuai rekomendasi) itu sekitar 1 tahun," ujarnya.