Kabar WNI Eks ISIS Ingin Pulang ke Tanah Air, Mantan Teroris Sebut Ada 10 Orang dari Sumut
Mencuatnya kabar eks Kombatan ISIS yang berasal dari Indonesia ingin pulang ke tanah air, menuai pro dan kontra.
Penulis: Alija Magribi |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Mencuatnya kabar eks Kombatan ISIS yang berasal dari Indonesia ingin pulang ke tanah air, menuai pro dan kontra.
Bahkan dari beberapa media menyebutkan jumlah pengikut ISIS asal Indonesia ini berkisar 660 orang. Diduga mereka pulang ke tanah air usai ISIS hancur lebur akhir-akhir ini.
Menanggapi ini juga, Presiden Joko Widodo juga perlu mengkaji kembali pulangnya mereka ke tanah air. Jokowi menuturkan, rencana memulangkan ratusan WNI eks ISIS itu harus diperhitungkan dengan detail. Oleh karena itu, perlu masukan dari sejumlah kementerian/lembaga dalam sebuah rapat.
Sementara di tempat terpisah, eks Napi Teroris Khairul Ghazali di Medan, Kamis (6/2/2020) mengatakan pemerintah harus punya solusi terhadap eks WNI yang berafiliasi ke ISIS. Baginya, mereka adalah bagian Indonesia juga.
"WNI dianggap pemberontak dan sesuai undang-undang, gugur kewarganegaraannya. Sedahsyat itukah perlakuan negara terhadap rakyatnya? Tidak adakah solusi lain yg lebih manusiawi selain mengeluarkan mereka dari ibu pertiwi tanah tumpah darah mereka?," ujar Ghazali.
Ghazali menuturkan dahulu di zaman Soekarno PKI dan DI/TII dianggap pemberontak, begitu pula GAM di zaman Soeharto.
Bahkan ide mereka juga cukup dahsyat: mengganti ideologi Pancasila dan membentuk negara sendiri. Tetapi tokoh-tokoh sentralnya yang ditangkap masih dianggap WNI dan hanya menjalani hukuman penjara atau dihukum mati.
"Tidak sampai dieksodus secara massal sebagai bukan WNI. Artinya, negara hanya mengadili aksi-aksi kriminalnya tanpa menyentuh hak asasi kewarganegaraannya sekalipun mereka legitimed mau mendirikan negara Komunis dan Daulah/Khilafah," ujar pria yang kini mengurus pesantren Deradikalisasi di Kutalimbaru, Deliserdang ini.
Memang benar bahwa mereka yang bergabung dan berkolaborasi dengan ISIS turut membakar pasport yang diartikan menggugurkan kewarganegaraan mereka sebagai WNI, dan berbai'at kepada Khalifah dan menjadi warganegara ISIS.
Tetapi faktanya, ujar Ghazali adalah, tidak semua dari yang diprediksi 600an WNI itu terdiri dari tokoh-tokoh atau ideolog, malahan diantara mereka adalah wanita dan anak-anak yang cenderung mengikuti suami atau ayah mereka, dan kelompok ini jelas tidak militan secara ideologis.
Ia meminta seharusnya negara yang diwakili oleh presiden dan para menteri tidak usah panik menghadapi fenomena ini, karena WNI eks ISIS tersebut adalah bagian dari rakyat yang katakanlah sudah terinfeksi virus teroris, tetapi masih bisa diobati dan dirawat.
"Karena tidak ada penyakit yang tidak bisa diobati, kecuali maut!. Keberadaan WNI eks ISIS tersebut sama saja dengan pelaku-pelaku teroris lainnya di negeri ini, yang sama2 menolak ideologi negara, ingin mendirikan khilafah dan melakukan serangan yang mematikan," katanya
"Jadi, sebenarnya sama saja kualitas ideologi WNI eks ISIS dengann teroris lokal. Hampir tidak bisa dibedakan militansi seorang Abu Jandal yang memimpin pasukannya di Suriah dengan seorang Abu Tholut atau Ali Imran dan Ali Fauzi yg juga kombatan dan aktif di Filipina dan Afghanistan," katanya.
Ghazali mengatakan Abu Jandal dkknya mungkin saja masih berselancar bersama sisa-sisa ISIS yg sudah berantakan, sedangkan Abu Tholut dkknya sudah "sembuh" dan menjadi NKRI yang dahulu pernah disumpah serapahinya.
"Bila Abu Tholut yang menjadi instruktur di Mindanao dan Afghanistan, atau Ali Imran dan Ali Fauzi yg terlibat bom Bali yg mengguncangkan dunia itu saja bisa pulang kampung ke pangkuan ibu pertiwi, setelah "membakar" ideologi negara dan NKRI, mengapa berani kita mengatakan bahwa WNI eks ISIS itu disahihkan akan membuat keonaran disini?," Jelasnya.