Ramadhan 2020

Hilangnya Tradisi Pembagian Bubur Sup Khas Masjid Raya Al-Mashun karena Pandemi Covid-19

MENJALANI bulan suci Ramadan di tengah pandemi mungkin bagi sebagian besar umat muslim di dunia, tak pernah terbayangkan.

Editor: Juang Naibaho
Tribun-Medan.com/Rechtin Hani Ritonga
Suasana pelataran Masjid Raya Al-Mashun di Hari Pertama Ramadan 1441 H, terdapat spanduk yang menyatakan ketiadaan pembagian bubur pedas yang biasa dilakukan setiap tahunnya akibat pandemi corona. 

MENJALANI bulan suci Ramadan di tengah pandemi mungkin bagi sebagian besar umat muslim di dunia, tak pernah terbayangkan.

Beberapa hal yang menjadi alasan untuk merindukan bulan puasa ini tentu adalah suasana dan tradisinya, terkhusus di berbagai wilayah.

Baik tempat-tempat ibadah yang semakin ramai, suara bacaan kitab suci yang menggema hingga larut malam, dan berbagai suasana yang erat dengan silaturahmi lainnya.

Namun di masa pandemi Covid-19, hal ini tak bisa lagi dirasakan.

Di Medan, sebuah tradisi yang sudah dilakukan turun temurun pada bulan Ramadan ada di ikon religius Kota Medan, Masjid Raya Al-Mashun.

Tradisi itu adalah kegiatan memasak bubur sup pedas khas dalam jumlah besar yang dibagikan secara cuma-cuma kepada warga sebagai menu berbuka puasa.

Namun, pada Ramadan tahun ini, tradisi tersebut harus ditiadakan. Hal ini karena memikirkan dampak yang akan terjadi. Jika pembagian bubur tetap dilakukan, tentu berpotensi besar mengundang keramaian.

Hal itu yang disampaikan oleh Muhammad Hamdan, satu di antara pengurus Masjid Raya Al-Mashun sekaligus juru masak bubur sup khas ini.

"Biasanya memang tiap tahun kita adakan, tapi tahun ini karena pandemi terpaksa kita tiadakan, karena memikirkan dampak yang terjadi," ujar Hamdan kepada Tri bun-Medan.com saat ditemui di Masjid Raya Al-Mashun Medan, Jumat (24/4/2020).

Hamdan kemudian bercerita, bahwa bubur khas ini merupakan tradisi yang sudah ada sejak dahulu.

Oleh karena itu bubur ini tak hanya sebagai lambang tradisi, tapi juga memiliki nilai sejarah yang kental.

"Jadi tradisi memasak bubur ini memang sudah ada sejak zaman kesultanan dahulu, sejak masjid ini resmi didirikan juga sudah ada. Hanya seiring berjalannya waktu ada yang berubah, hanya penyesuaian rasa, kalau dulu bubur pedas sekarang jadi bubur sup. Tapi tetap intinya bersedekah, dulu di jaman sultan dimaknai sebagai sedekah Sultan. Di mana tradisi berbuka bersama dengan masyarakat dilakukan," jelasnya.

Tradisi yang telah ada sejak jaman kesultanan ini, terang Hamdan, terus berlanjut hingga tahun lalu. Sementara tahun ini harus ditiadakan.

"Tradisi itu terus dilakukan, hingga setahun lalu. Tahun ini kita tiadakan karena kemungkinan besar akan menimbulkan keramaian, yang menjadi penyebab penularan wabah virus ini," ucapnya.

Saat ditanyai apa yang ia rasakan dengan ditiadakan pembagian bubur sup khas Masjid Raya Al-Mashun tersebut, Hamdan mengaku ada perasaan sedih yang ia rasakan. Baginya sangat berat untuk tidak melayani masyarakat yang mungkin juga menantikan untuk bisa menyantap bubur tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved