Human Interest Story

Kisah dr Fransiscus Ginting Lawan Covid-19, Suapi Pasien, Ajak Olahraga hingga Menari Poco-Poco

KEPALA Rumah Sakit Darurat Covid-19 Martha Friska, dr Fransiscus Ginting, punya trik khusus melayani pasien yang terpapar virus corona.

Tribun-Medan.com/Victory Hutauruk
Kepala Rumah Sakit Darurat Covid19 Martha Friska, dr Fransiscus Ginting, SpPd, KPTI 

KEPALA Rumah Sakit Darurat Covid-19 Martha Friska, dr Fransiscus Ginting, punya trik khusus melayani pasien yang terpapar virus corona.

Fransiscus melakukan metode dengan pendekatan psikologi sosial dan pendekatan emosional dengan memberikan semangat kepada para pasien.

Ia bukan sekadar memeriksa pasien dan memberi obat-obatan. Tapi juga mengajak pasien Covid-19 bermain bersama.

Kepala RS Darurat Covid-19 Martha Friska ini pun tak sungkan menyuapi langsung pasien demi menjaga semangat pasien untuk melawan Covid-19.

Ketika diwawancarai melalui video conference, dr Fransiscus menjelaskan bahwa dirinya melakukan metode dengan pendekatan psikologi sosial dan pendekatan emosional dengan memberikan semangat kepada para pasien.

"Metode yang saya kemukakan di sini adalah langsung kontak dengan pasien, berinteraksi dengan langsung berdiskusi dengan pasien,” kata dr Fransiscus diwawancari Tribun melalui video conference, Rabu (29/4/2020).

Bukan hal mudah pula menghadapi pasien Covid-19.

Pasien dengan bermacam karakter dan latar belakang kehidupan berbeda perlu ditangani secara berbeda pula.

Bagi pasien yang harus terbaring di ranjang rumah sakit, Fransiscus menyempatkan diri duduk setengah jam bersama pasien.

Ada pula pasien yang harus disuapinnya.

“Ada yang harus saya bermain tinju, ada yang harus olahraga bersama dia, tidak jarang saya harus menari poco-poco dengan para pasien,” bebernya saat berdialog bersama Juru Bicara GTPP Covid19 Pemprov Sumut, dr Aris Yudhariansyah, Rabu (29/4/2020).

Metode penanganan pasien Covid-19 sempat itu sempat dirasa aneh oleh rekan sejawatnya.

Ia bahkan sampai dianggap kurang waras.

“Ada yang bilang dokter ini sudah gila, ya memang saya harus gila menangani Covid-19. Tiap kondisi-kondisi itu semua membuat saya bersemangat," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa hal terpenting dalam pengobatan Covid-19 adalah dengan membuat para pasien percaya bahwa dirinya dapat sembuh dan tidak depresi.

"Sebenarnya problem yang sangat berat bagi pasien dan keluarga, bahwa kemudian pasien ini juga menjadi sangat ketakutan dengan kesendiriannya. Jadi siapa yang bisa menggugah para pasien ini untuk percaya diri bahwa dia dirawat dengan baik diperhatikan dengan baik, dicintai dengan baik, itu kuncinya ya tenaga medis itu sendiri," ungkapnya.

"Karena apabila status sosial satu status psikologi pasien ini tidak baik, secara ilmiah ini akan membahayakan semua. Karena sistem imunnya tidak akan banyak bekerja banyak, apabila pasien tidak percaya bisa disembuhkan," tambah dr Fransiscus.

Fransiscus menceritakan beberapa pengalaman di mana pasien ketakutan hingga tidak mau diajak berbicara.

Entah bagaimana, muncul ide di benak Fransiscus. Ia datang dan mengajak pasien untuk berdoa bersama.

"Kemarin ada pasien kiriman dari rumah sakit swasta posisinya sudah sangat berat, dia punya sakit jantung, juga sakit gula dan sebagainya. Awalnya diajak bicara nggak mau, lalu saya masuk dan saya ajak dia berdoa. Sekarang (pasien) ini sudah pulang," terangnya.

Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan tenaga psikog klinis untuk mengetahui keadaan psikologi para pasien.

"Jadi itulah kenapa di Rumah Sakit Martha Friska kita juga menggunakan psikolog klinis. Jadi interaksi dengan semua pasien membuat perubahan, yaitu memberikan semangat kepada pasien dan mereka sangat luar biasa senang,” imbuhnya.

Fransiscus mengakui bahwa bekerja mengangani pasien di rumah sakit khusus Covid-19 lebih aman dibandingkan tempat rujukan lain yang tidak diketahui kondisi pasiennya.

"Jadi seluruh perawat kita juga menggunakan APD dan ketika saya melakukan itu semua saya sudah aman untuk tidak terpapar Covid-19 karena kita sudah memakai APD yang benar.

Karena ini adalah rumah sakit semua pasiennya adalah PDP dan positif sehingga menggunakan APD.

Sebenarnya lebih berbahaya daripada dokter yang merasa pasiennya tidak Covid-19 sehingga dia tidak pakai APD padahal pasiennya Covid," tegasnya.

Ia mengungkapkan hingga hari ini belum ada pasien yang meninggal di RS Martha Friska. Ia berharap target zero mortality di RS Martha Friska bisa terwujud hingga berkahirnya wabah virus corona ini.

"Sampai sekarang kematian di rumah sakit ini masih nol, jadi pada saat saya di rumah sakit saya mengumpulkan semua petugas dan dengan target zero mortality. Ketika petugas medis telah melakukan semuanya dengan maksimum, artinya semua harus diperiksa semua harus diberikan obat, mendatangi pasien degan baik dengan senyuman, kalau kita gagal itu karena kehendak Allah," tuturnya.

Ia mengungkapkan tanggung jawab seorang tenaga medis penanganan Covid-19 harus bekerja dengan hati, tidak bisa hanya memantau dari layar saja.

"Tapi kalau kita tidak melihat pasien ke dalam, tidak berinteraksi dengan pasien, tidak memberikan obat dan kemudian meninggal menjadi pertanyaan pada saat ini karena kelalaian," tuturnya.

Ia menyadari bahwa harapan keluarga sangat besar kepada para tenaga medis.

Sebab, para pasien dibawa dari luar daerah menuju ke Medan untuk dirawat. Pasien itu pun tidak bisa melihat keluarganya lagi selama menjalani perawatan.

Sementara bagi keluarga hanya ada dua pilihan setelah melepas sang pasien Covid-19, yakni melihat sembuh kembali atau melihat di penguburan.

"Karena berbicara tentang pasien positif Covid-19 atau PDP bahwa orang yang dikirim ke rumah sakit kita adalah orang yang diberangkatkan dari rumah oleh keluarganya.

Dan, mereka (keluarga) tidak boleh masuk ke rumah sakit. Hanya menunggu di rumah, apakah pasien itu nanti akan pulang berkumpul lagi sama keluarganya atau memang mereka ketemunya di penguburan. Karena ada undang-undang wabah dan undang-undang karantina," beber dr Fransiscus.

Terakhir, dr Fransiscus mengakui bahwa virus corona ini dapat diputuskan mata rantainya apabila semua pihak bersinergi dan bekerja sama.

"Ini membuat saya semakin bersemangat bahwa saya tidak sendiri, banyak yang mendukung saya, para donatur di luar apapun yang akan memberi dukungan kepada saya ini membuat saya semakin bersemangat.

Hal ini menunjukkan kebersamaan kita sebagai bangsa, sebagai masyarakat Sumatera Utara menghadapi satu kasus seperti ini, bahwa tenaga medis tidaklah sendiri, pemerintah tidaklah sendiri, pasien tidaklah sendiri.

Semua tergantung pada Apakah kita memang dari hati mau melayani pasien tersebut," pungkasnya.

(vic/tri bun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved