Sektor-Sektor Usaha yang Bertahan di Masa Pandemi Covid-19, Ini Penjelasan BEI

Sinyal positif bagi pelaku pasar, tanda perdagangan saham mulai memasuki masa recovery.

Editor: Salomo Tarigan
images.kontan.co.id
Ilustrasi IHSG 

Laporan Wartawan Tri bun Medan/Natalin 

TRI BUN-MEDAN.COM, MEDAN-

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak minggu ketiga Mei hingga awal Juni menunjukkan tren kenaikan.

Sinyal positif bagi pelaku pasar, tanda perdagangan saham mulai memasuki masa recovery.

Kepala BEI Kantor Perwakilan Medan, Pintor Nasution mengatakan pada 18 Mei 2020 IHSG berada di posisi 4.511,06 dan terus menanjak hingga ke posisi 4.847,51 pada 2 Juni 2020. Volume perdagangan saham pun terus meningkat. Pada 2 Juni 2020, volume perdagangan tercatat sebanyak 9,52 miliar lembar saham, dengan nilai transaksi sebesar Rp11,99 triliun.

"Situasi perdagangan saham di tengah pandemi dan aktivitas work from home (WFH) sudah seperti situasi normal, yang menunjukkan pelaku perdagangan sudah mampu beradaptasi dengan kondisi kelaziman baru (new normal)," ujar Pintor, Sabtu (13/6).

Diakuinya, meski IHSG mengalami rebound, namun belum kembali ke posisi semula ketika pandemi Covid-19 belum menyebar ke seluruh dunia. Sejumlah sektor usaha, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI, masih berupaya untuk pulih kembali dari dampak pandemi.

Oleh karena itu, lanjutnya, menarik untuk dicermati, sektor-sektor bisnis mana saja yang mampu bertahan dalam situasi penuh tekanan seperti saat ini. 

"Jika dilihat dari sembilan indeks saham sektoral di BEI, sektor yang masih mampu mencatatkan penguatan sejak pertama kalinya kasus Covid-19 diumumkan di Indonesia, yakni pada awal Maret 2020 hingga saat ini adalah consumer goods dan basic industry & chemical. Ini menunjukkan saham-saham perusahaan consumer goods paling bisa bertahan dalam kondisi pandemi. Selama periode 30 Desember 2019 sampai dengan 30 April 2020, penurunan indeks sektor consumer goods hanya sebesar 11,27%, lebih rendah dibandingkan dengan sektor property dan real estate yang turun 41,84%," ujarnya.

Bahkan jika dilihat dalam kurun waktu satu bulan, Maret 2020 hingga April 2020, indeks sektor consumer goods naik 9,78%, sementara sektor property & real estate minus 13,40%.

"Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, yang dibutuhkan oleh masyarakat terutama adalah kebutuhan-kebutuhan dasar atau primer. Perusahaan yang bergerak di bidang usaha terkait kebutuhan dasar lah yang paling bisa survive, sebagaimana terefleksi pada harga sahamnya," kata Pintor.

Jika dibedah lebih lanjut, sejumlah riset dari analis pasar modal memaparkan, lini bisnis food and beverages (F&B) dianggap salah satu sektor bisnis yang paling tahan terhadap krisis ekonomi di masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan pasokan makan dan minum dalam kondisi apapun, bahkan di tengah kondisi serba sulit sekalipun.

"Dengan demikian, sektor food and beverage menjadi sektor yang besar kemungkinannya selalu dicari konsumen, karena bisnisnya yang erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Bahkan, ketika daya beli menurun, maka pemerintah akan turun tangan dengan mengeluarkan kebijakan yang bertujuan membantu daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya," ucap Pintor.

Tak hanya itu, bisnis di sektor makanan dan minuman juga dianggap membutuhkan modal yang relatif kecil, tenaga kerja yang tidak terlalu banyak, namun dengan margin laba yang besar dan perputaran arus kas yang cepat. Karakteristik sektor usaha tersebut membuat bisnis food and beverage sulit menjadi ‘korban’ dari krisis besar. 

Ketika krisis ekonomi melanda suatu wilayah, bisnis kuliner bisa saja mengalami penurunan omzet, namun perputaran uang yang besar dalam waktu cepat membuat sektor ini bisa selamat dari kebangkrutan. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved