Orangutan Tapanuli
Pro Kontra Penanganan Orangutan di APL Hal Wajar
Di negara demokrasi, pro dan kontra itu hal biasa. Demikian pula pro dan kontra terkait pembangunan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan
Didik Prasetyo Ph.D salah satu anggota tim ahli orangutan Indonesia menjelaskan bahwa studi tersebut memprediksikan sekitar 6 individu orangutan menggunakan kawasan hutan PT NSHE pada saat yang bersamaan. “Perlu studi lebih jauh lagi, mengenai perilaku dan ekologi orangutan yang berada di sekitar lokasi,” ujar Didik.
Dalam kegiatannya Didik juga menyoroti perlunya peningkatan upaya pemantauan untuk mengurangi deforestasi dan perburuan, dan untuk meminimalkan konflik antara manusia dengan orangutan.
Kawasan APL adalah kawasan yang berada di bawah wewenang pemerintah otonom kabupaten dan hal Ini adalah realitas demokrasi di Indonesia. Penghentian proyek tidak akan didukung, kepentingan ekonomi masyarakat juga perlu diperhitungkan.
“Perlindungan orangutan di APL memerlukan dukungan pemerintah kabupaten. Kegiatan ekonomi apa yang cocok dengan prinsip pembangunan berkelanjutan di sana harus ditetapkan bersama dengan segera, yang dapat menjaga tegakan hutan habitat orangutan, yang tidak menganggu konektivitas antara populasi kecil dengan populasi besar, di mana perburuan dan penebangan liar dihentikan dengan menggeliatkan ekonomi berkelanjutan,” jelas Emmy.
Menurut Emmy, hal itu semua perlu kerja nyata di lapangan, kolaborasi antarpihak, LSM, pemerintah kabupaten, BKSDA, ahli orangutan dan masyarakat setempat.
“Hanya sekedar berteriak di media massa dan menyerukan penghentian proyek PLTA, dengan data yang salah pula, tidak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, “Demokrasi bukan hanya sekedar berbeda pendapat tapi juga perlu kerja-kerja yang memberi solusi efektif dan segera, sesuai realitas di lapangan, terutama wewenang pemerintahan otonomi kabupaten.”