Update Covid19 Sumut 21 Juli 2020
IDI Sumut Kembali Berduka, Dokter Hatta Lubis Asal Padangsidimpuan Meninggal Positif Covid-19
Ikatan Dokter Indonesia Sumatera Utara atau IDI Sumut kembali berduka.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Ikatan Dokter Indonesia Sumatera Utara atau IDI Sumut kembali berduka.
Dokter Hatta Lubis, anggota PB IDI Cabang Padangsidimpuan Sumut, meninggal akibat Covid-19, pada Sabtu (18/7/2020) lalu.
Ketua IDI Sumut, dr Edy Ardiansyah, SpOG (K) mengatakan bahwa dr Hatta Lubis merupakan seorang dokter yang bekerja di sebuah rumah sakit di Padang Sidempuan.
Ia meninggal di Rumah Sakit Martha Friska Medan dengan status positif covid-19.
"Dia merupakan dokter di rumah sakit di sana. Tentu bisa terpapar kapan saja. Karena kita tidak tahu bisa saja dia menghadapi OTG, atau orang yang belum terdeteksi dengan baik oleh dinas kesehatan provinsi ataupun daerah," ujar dr Edy, Selasa (21/7/2020).
Edy mengatakan bahwa sebagai tenaga kesehatan, tentu risiko terpapar virus menjadi lebih besar.
Oleh karena itu perlindungan berupa proteksi diri dan lingkungan sangat diperlukan.
"Kita tentu punya standar ya, bagaimana operasional pelayanan dalam bertugas di tengah pandemi ini tetap bisa aman. Untuk mengantisipasi resiko ini tentu harus protek diri melalui peningkatan imun tubuh. Protek terhadap lingkungan dan lain-lain," katanya.
Mengenai jumlah dokter yang terpapar covid-19 di Sumut baik yang dirawat, telah sembuh ataupun yang meninggal, Edy mengaku tidak mengetahui jumlahnya secara pasti.
Namun, ia tak menampik saat ini terdapat beberapa dokter yang tengah dirawat di beberapa rumah sakit di Sumut.
Sebagai ungkapan belasungkawa, Edy mengatakan bahwa seorang dokter yang gugur dalam bertugas di masa pandemi ini merupakan anugerah karena masih bisa berjuang di tengah masyarakat.
"Dalam bahasa sosial kepulangan seorang dokter artinya meninggalnya seorang dokter dalam melakukan pelayanan Covid-19. Bahasanya semuanya sama, innalillahi wainnailaihi rojiun. Apa yang datang dari Tuhan akan kembali juga padanya
Kalau bisa disambut dengan bahasa medis inilah tugas kita orang kesehatan di dalam era pandemi. Kalau ditanya bahasa yang paling sedih ialah apapun yang terjadi pada kita dan keluarga merupakan satu anugrah dari Tuhan karena kita masih bisa berbuat untuk bangsa dan rakyat ini. Terima kasih atas perjuangan rekan-rekan selamat jalan sejawat," tutur Edy memberikan belasungkawa kepada rekan-rekan dokter di Sumut.
Sebelumnya, IDI pusat menyebutkan dalam waktu seminggu terakhir, sebanyak 14 dokter dilaporkan meninggal dunia.
“Ada 14 yang meninggal dalam seminggu terakhir ini,” jelas Anggota Bidang Kesekretariatan, Protokoler, dan Public Relations Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Halik Malik saat dihubungi Kompas.com Senin (13/7/2020).
Bahkan dalam satu hari ini Senin (13/7/2020) IDI melalui akun Instagramnya mengumumkan adanya 5 orang dokter yang meninggal dunia.
Sedangkan total sudah ada 61 dokter yang meninggal dari seluruh wilayah Indonesia akibat Covid-19.
“Informasi yang diterima PB IDI setidaknya ada 61 dokter yang dilaporkan meninggal karena positif Covid-19 dan PDP Covid,” kata Halik.
Alasan Tenaga Medis Terpapar
Perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan, Ade Rahmaini menjelaskan bagaimana dengan mudahnya dokter dapat terpapar Covid-19 apabila tidak ada tata udara yang baik.
"Seorang teman saya dokter terpapar, dia menangani Covid-19 di salah satu rumah sakit swasta. Mereka itu buat 1 lantai jadi tempat isolasi hanya bermodal matikan AC. Makanya peran Dinas Kesehatan itu harus dilihat rumah sakit model gedung yang tidak layak," katanya, saat rapat bersama Pansus Covid-19 DPRD Medan, Senin (20/7/2020).
Ia mengatakan, meski petugas kesehatan menggunakan APD, belum tentu ia tidak terpapar virus corona.
"Coba hitung kalau misalnya tata udaranya tidak baik, datang pasien dengan 1000 virus corona. Walaupun kami pakai APD, maka yang 1000 itu kami bisa terpapar 10 saja. Virus itu masuk melalui masker, bisa tembus kalau dari ukuran virus bisa. Besoknya kami datang lagi ke situ, karena udaranya tidak baik virusnya dia bawa ada 20.000 kami bisa dapat 10 semakin lama semakin banyak. Kalau daya tahan kami tidak terbentuk imunnya maka seperti teman saya dan sekarang masih dirawat di sana," katanya.
Ia mengatakan penyaring udara di tempat-tempat yang berhubungan dengan penanganan Covid-19 sangat dibutuhkan guna meminimalisir tenaga kesehatan yang terpapar.
"Jadi yang kami minta hepa filter itu nggak mahal-mahal kali, sekitar dua jutaan, kami minta yang biasa-biasa aja nggak masalah. Tapi kalau ditanya itu bisa menghilangkan virus, jawabannya tidak, tapi untuk meminimalkan paparannya jadi yang kami temui virusnya tidak sebanyak yang sekarang ini," katanya.
Selanjutnya, dokter spesialis paru tersebut juga menjelaskan soal minimnya alur penggunaan hingga melepaskan APD di rumah sakit.
"Jadi memang beberapa rumah sakit itu alurnya pun tidak ada. Bahkan, ada satu rumah sakit entah di mana alur memakai APD-nya di mana alur bukanya. Artinya kalau isolasinya standar saja kita nggak bisa bersih dari Covid-19," katanya.
(cr14/tribun-medan.com)