TRIBUN-MEDAN-WIKI: Mengenal Datuk Badiuzzaman Surbakti Keturunan Kerajaan Sunggal
Datuk Badiuzzaman Surbakti, sosok yang lahir dari Kerajaan Sunggal, Serbanyaman.
Ia merupakan keturunan ke-11 dari pemerintahan tradisional Sunggal.
Selain itu, Datuk Badiuzzaman Surbakti dalam kehidupan sehari-harinya juga dikenal sebagai seseorang yang berjiwa besar dan rela berkorban dan memberi teladan kepada masyarakatnya di antaranya seperti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, keselamatan, dan kesejahteraan rakyat Sunggal.
Selalu membina persatuan dan kesatuan lintas etnis, yakni Karo, Melayu, Aceh, Gayo, dan lainnya dalam upaya mempertahankan wilayah Sunggal dari penjajahan Belanda.
Datuk Badiuzzaman Surbakti merupakan Raja ke-7 dari Kerajaan Sunggal.
Ketika ayahnya yaitu Datuk Abdullah Ahmad Surbakti meninggal pada tahun 1857, ia masih berumur 12 tahun dan belum bisa memegang kendali Kerajaan Sunggal.
Oleh sebab itu, melalui kesepakatan bersama, pemegang kendali sementara diberikan kepada pamannya yaitu Datuk Muhammad Kecil Surbakti.
Datuk Muhamad Kecil Surbakti memimpin Kerajaan Sunggal dari tahun 1857 sampai 1866.
Kemudian pada tahun 1866 kepemimpinan Kerajaan Sunggal dilanjutkan Oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti, di mana saat itu ia sudah berumur 21 tahun.
Setelah enam tahun ia menjadi pemimpin rakyat Sunggal tepatnya pada tahun 1872 di situlah awal mula terjadinya Perang Sunggal.
Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti adalah pahlawan yang berjuang lebih dari 23 tahun lamanya.
Perjuangan yang dipimpinnya adalah mengusir penjajah Belanda yang merebut tanah perkebunan rakyat untuk dijadikan perkebunan tembakau kolonial yang sangat menyengsarakan rakyat Sunggal.
Ketika berumur 26 tahun, Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti bersama-sama dengan pejuang lainnya, yakni Datuk Muhammad Jalil Surbakti, Datuk Muhmmad Dini Surbakti, Datuk Sulong Barat Surbakti, dan Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti berhasil mempersatukan masyarakat Sunggal, masyarakat Gayo dan Aceh, untuk melawan Belanda.
Tak hanya itu, ia juga harus berhadapan dengan suku bangsa sendiri, yakni Deli dan Langkat yang memihak kepada Belanda.
Sumber:
- Sejarawan Kota Medan, M Aziz Rizky dan Sumber-sumber lainnya
(cr22/tribun-medan.com)