UEA dan Israel Jalin Hubungan Diplomatik, Palestina Marah Besar hingga Tarik Dubesnya dari UEA
Israel menjalin hubungan diplomatik dengan negara Arab, Uni Emirat Arab setelah negara Zionis ini setuju menunda pencaplokan Tepi Barat.
PALESTINA marah besar atas pembukaan hubungan diplomatik Uni Emirat Arab (UEA) dengan Israel, meski normalisasi hubungan diplomatik ini dibarter dengan penundaan aneksasi wilayah Tepi Barat.
Palestina mengecam keras perjanjian normalisasi antara Israel dan Uni Emirat Arab, menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap orang Arab dan Palestina.
Israel dan UEA mencapai perjanjian bersejarah dan sepakat untuk menormalkan hubungan kedua negara.
Dengan kesepakatan ini, Israel "menunda" rencana mencaplok sebagian besar wilayah Pendudukan Tepi Barat.
Kesepakatan ini diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, hari Kamis (13/08).
Dalam pernyataan bersama Presiden Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed Al Nahyan, disebutkan bahwa kesepakatan ini "diharapkan akan memajukan upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah".
Presiden Trump, yang membantu memediasi kesepakatan tersebut, mengatakan ini adalah "momen yang benar-benar bersejarah".
"Sekarang setelah es pecah, saya berharap makin banyak negara Arab dan Muslim mengikuti Uni Emirat Arab," ujarnya kepada wartawan di Gedung Putih.
Kesepakatan tersebut adalah perjanjian ketiga antara Israel dan negara Arab sejak Israel menyatakan diri sebagai negara independen pada 1948.
Dua kesepakatan terdahulu dicapai dengan Mesir dan Yordania, masing-masing pada 1979 dan 1994.
Netizen Palestina dan Arab mengekspresikan kemarahan atas perjanjian tersebut, dengan beberapa menyebutnya sebagai "nakba baru," atau bencana.
Mereka juga menggunakan berbagai kata merendahkan Uni Emirat Arab dan para pemimpinnya, termasuk "Uni Emirat Zionis" dan "anjing" dan "pengkhianat".
Yang lain menyebut pengumuman itu sebagai "Kamis hitam untuk orang Arab dan Palestina."
Pejabat Palestina mengatakan tidak tahu menahu dengan perjanjian tersebut.
"Alih-alih mencaplok Tepi Barat, Israel telah mencaplok Uni Emirat Arab," kata seorang pejabat senior Palestina kepada The Jerusalem Post.
"Ini adalah perkembangan yang sangat berbahaya yang membutuhkan tanggapan tidak hanya dari Palestina tetapi seluruh dunia Arab."
Perjanjian itu melanggar Prakarsa Perdamaian Arab 2002, yang menyatakan bahwa negara-negara Arab akan menjalin hubungan normal dengan Israel hanya "dalam konteks perdamaian yang komprehensif dan penarikan penuh Israel dari semua wilayah yang diduduki sejak 1967," kata para pejabat itu.
Otoritas Palestina mengumumkan pada Rabu malam bahwa mereka telah memutuskan untuk menarik duta besarnya untuk Uni Emirat Arab sebagai protes atas perjanjian normalisasi dengan Israel.
Keputusan itu diumumkan oleh Menteri Luar Negeri PA Riad Malki.
Otoritas Palestina (PLO) menuduh Uni Emirat Arab "mengkhianati Al-Aqsa, Yerusalem, dan perjuangan Palestina."
Dalam pernyataan yang diterbitkan di Ramallah setelah pertemuan darurat yang dipimpin oleh Presiden PLO Mahmoud Abbas, PLO meminta UEA untuk segera menarik kembali perjanjian "tercela" dengan Israel.
"UEA tidak berhak berbicara atas nama rakyat Palestina," kata PLO.
"Kami juga tidak akan mengizinkan pihak mana pun untuk ikut campur dalam urusan Palestina."
PLO menyerukan pertemuan mendesak Liga Arab untuk menyatakan penolakannya terhadap kesepakatan tersebut.
"Pimpinan Palestina menganggap langkah ini sebagai penghancuran Prakarsa Perdamaian Arab dan resolusi KTT Arab," tambah pernyataan itu.
PLO mengatakan menolak membangun hubungan antara perjanjian normalisasi dan rencana Israel untuk mencaplok bagian Tepi Barat.
Ia juga memperingatkan negara-negara Arab agar tidak tunduk pada tekanan Amerika dengan mengikuti langkah UEA.
Anggota Komite Eksekutif PLO Hanan Ashrawi mengatakan Israel "mendapat penghargaan karena tidak menyatakan secara terbuka apa yang telah dilakukannya terhadap Palestina secara ilegal dan terus-menerus sejak awal pendudukan."
UEA "telah terbuka tentang kesepakatan / normalisasi rahasianya dengan Israel," katanya.
"Tolong jangan membantu kami. Kami bukan daun ara siapa pun! "
Anggota Komite Sentral Fatah Abbas Zaki mengatakan perjanjian Israel-UEA merupakan "pelanggaran konsensus Arab dan pengkhianatan negara-negara Arab dan Palestina."
Dia mendesak kepemimpinan Palestina untuk menarik duta besarnya dari UEA sebagai protes.
Dia juga meminta Liga Arab untuk menarik inisiatif perdamaiannya dengan Israel.
Pejabat Hamas di Jalur Gaza mengecam perjanjian itu, dengan mengatakan itu akan "mendorong Israel untuk melanjutkan agresinya terhadap Palestina."
Perjanjian Israel-UEA tidak melayani perjuangan Palestina dan mendorong agresi Israel dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina, ”kata juru bicara Hamas Hazem Qassem.
Pejabat Hamas lainnya, Fawzi Barhoum, mengecam pengumuman itu sebagai "hadiah gratis untuk Israel sebagai imbalan atas kejahatan dan pelanggarannya terhadap Palestina."
Jihad Islam Palestina (PIJ), kelompok perlawanan Palestina, memperingatkan bahwa normalisasi sama saja dengan "menyerah".
Kesepakatan Israel-UEA "tidak akan mengubah realitas konflik," kata seorang pejabat PIJ di Jalur Gaza.
Pemimpin PIJ Mohammed al-Hindi mengatakan perjanjian itu adalah "kehancuran politik, moral, dan strategis" di pihak UEA.
Kelompok perlawanan yang berbasis di Gaza, Popular Resistance Committees, mengatakan perjanjian itu mengumumkan "antara entitas musuh dan UEA mengungkapkan ukuran konspirasi terhadap rakyat kami dan tujuan kami."
"Kami menganggapnya sebagai tikaman berbahaya dan beracun di belakang bangsa dan sejarahnya," katanya.
Hubungan antara Otoritas Palestina dan UEA telah tegang selama beberapa tahun terakhir, terutama karena dukungan negara Teluk terhadap pejabat Fatah yang digulingkan Mohammad Dahlan, saingan dari Presiden PLO Mahmoud Abbas.
Dahlan menjabat penasihat khusus Putra Mahkota UEA dan telah dituduh bekerja untuk melemahkan Abbas dan PLO.
Abbas mengadakan pertemuan darurat kepemimpinan Palestina untuk membahas dampak dari perjanjian Israel-UEA. PA mengatakan akan mengumumkan tanggapannya terhadap kesepakatan tersebut setelah pertemuan.
Wartawan bidang diplomatik BBC, Jonathan Marcus, mengatakan secara umum kesepakatan Israel-UEA tidak memberikan keuntungan bagi Palestina.
Perkembangan ini, kata wartawan BBC, hanya akan menimbulkan frustrasi di pihak Palestina, karena sekali lagi mereka terpinggirkan dalam upaya penyelesaian masalah Timur Tengah.
Sebelum dicapai kesepakatan, Israel tidak punya hubungan diplomatik dengan negara-negara Teluk.
Meski demikian, Israel dan negara-negara Teluk sama-sama mengkhawatirkan pengaruh Iran di kawasan, yang mendorong kontak-kontak tidak resmi antara Israel dan negara-negara Teluk.
PM Netanyahu, dalam pernyataan melalui Twitter, menggambarkan kesepakatan ini sebagai "hari yang bersejarah".
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Netanyahu mengatakan dirinya "menunda" rencana aneksasi Tepi Barat, namun rencana itu masih ada "di atas meja". Jika aneksasi dilaksanakan, sebagian Tepi Barat akan resmi menjadi wilayah Israel.
"Tiada perubahan dalam rencana saya untuk menerapkan kedaulatan kami di Yudea dan Samaria [Tepi Barat] dengan bekerja sama penuh dengan AS. Saya berkomitmen padanya. Itu belum berubah. Saya ingatkan Anda bahwa sayalah yang menempatkan isu kedaulatan di Yudea dan Samaria di meja. Isu ini masih ada di atas meja," ujar Netanyahu.
Penasihat senior Trump—yang juga menantunya—Jared Kushner mengatakan Israel tidak akan melangkah maju dalam rencana aneksasi sebelum merundingkannya terlebih dahulu dengan Amerika Serikat. Menurutnya, interaksi antara Israel dan UEA akan berlangsung "sangat cepat".
Duta besar UEA di Washington, Yousef Al Otaiba, mengatakan kesepakatan UEA-Israel "adalah kemenangan bagi diplomasi dan bagi kawasan".
Ia menambahkan, "Ini kemajuan penting dalam hubungan Israel dengan negara-negara Arab, yang akan mengurangi ketegangan dan menciptakan energi baru bagi perubahan positif."
Sejumlah analis menilai kesepakatan itu bermakna kemenangan bagi Trump dalam kebijakan luar negeri menjelang pemilihan presiden pada November mendatang. Hal itu juga menjadi nilai tambah bagi Perdana Menteri Netanyahu yang disidang atas dugaan korupsi.
Kedua sosok itu mengalami penurunan popularitas terkait penanganan pandemi virus corona. Dan di Israel, kalangan sayap kanan yang ingin Israel menganeksasi Tepi Barat mengutarakan kemarahan mereka atas pengumuman kesepakatan antara Israel dan UEA.
Apa yang disepakati?
Dalam beberapa pekan ke depan, delegasi Israel dan UEA akan bertemu untuk menandatangani perjanjian bilateral di bidang investasi, pariwisata, penerbangan langsung, telekomunikasi, teknologi, energi, layanan kesehatan, kebudayaan, lingkungan, dan pendirian kantor kedutaan.
"Membuka hubungan langsung antara dua masyarakat paling dinamis dan paling maju ekonominya di Timur Tengah akan mengubah wilayah ini melalui penambahan pertumbuhan ekonomi, memajukan inovasi teknologi, dan membentuk hubungan antar masyarakat yang semakin dekat," sebut pernyataan gabungan Israel dan UEA.
Israel juga akan "menunda deklarasi kedaulatan pada area-area yang digariskan" dalam Visi Perdamaian antara Israel dan Palestina yang dijabarkan Presiden Trump. Dalam rencana tersebut, dia mendukung rencana Israel menganeksasi sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordania.
Palestina memperingatkan tindakan semacam itu akan menghancurkan wilayah mereka untuk membentuk negara independen pada masa mendatang. Selain itu, langkah tersebut dinilai melanggar hukum internasional--pandangan yang didukung sebagian besar komunitas internasional.
Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, mengatakan pengakuan UEA atas Israel adalah "langkah yang sangat berani" untuk menghentikan "bom waktu yang berdetik" terkait aneksasi Israel terhadap Tepi Barat.
Menurutnya, UEA memandang hal itu sebagai "penghentian aneksasi, bukan penundaan".
Ditanya mengenai kritik Palestina atas kesepakatan dengan Israel, dia mengakui wilayah Timur Tengah sangat terkutub-kutub dan dia sudah menduga akan mendengar "kebisingan yang biasa".
"Kami mempertimbangkannya hingga sakit mengenai hal ini," ujarnya, namun pada akhirnya memutuskan "mati kita lakukan".
Pernyataan gabungan itu menyebut Israel akan "fokus pada upaya memperluas hubungan dengan negara-negara lain di dunia Arab dan Muslim" serta AS dan UEA akan bekerja untuk mencapai tujuan itu.
Pernyataan bersama AS, Israel dan UEA juga menyebutkan Israel dan UEA akan bergabung dengan AS untuk meluncurkan "Agenda Strategis Timur Tengah" yang berupaya mempromosikan stabilitas melalui pendekatan diplomatik, integrasi ekonomi, dan kerja sama keamanan yang lebih erat. (jpost/bbc news)