Jejak Perjuangan Melawan Belanda, Brandan Jadi Lautan Api Selama 3 Hari, Kilang Minyak Diledakkan
Pangkalan Brandan, yang berada di wilayah Kabupaten Langkat, Sumut, menjadi saksi sejarah perjuangan pasukan RI dan rakyat mempertahankan Kemerdekaan.
Laporan Reporter Tribun Medan/Aqmarul Akhyar
TRIBUN-MEDAN.com – Pangkalan Brandan, yang berada di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), menjadi saksi sejarah perjuangan pasukan RI dan rakyat mempertahankan Kemerdekaan.
Pertempuran sengit terjadi melawan pasukan Belanda yang didukung oleh Sekutu pada masa Agresi Militer Belanda I.
Diketahui, tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Satu di antaranya Pangkalan Brandan, yang merupakan kilang minyak terbesar di Indonesia saat itu.
Pangkalan Brandan bahkan menjadi lautan api demi menggagalkan upaya Belanda merebut kilang minyak tersebut.
Jembatan dihancurkan, kilang minyak diledakkan, dan rumah-rumah dibakar.
Api terus berkobar selama 3 hari. Peristiwa itulah di kemudian hari dikenal sebagai peristiwa ‘Brandan Bumi Hangus’.
Ketua Tua Angkatan 45 Langkat, Datok Seri Zainal Arifin, AKA, mengatakan, peristiwa yang terjadi di Pangkalan Brandan tak kalah menarik dengan peristiwa Bandung Lautan Api.
Ia menceritakan Belanda berupaya menguasai daerah penghasil minyak tersebut, pada masa Agresi Militer Belanda I.
Pada masa itu Belanda masuk ke Kota Medan. Pemerintahan pun lumpuh. Belanda berhasil mengambil alih kekuasan.
Kantor Gubernur Sumatra, yang pada saat itu dijabat oleh T Muhammad Hasan, akhirnya dipindahkan ke Siantar. Namun, Belanda tetap berupaya mengambil alih kekuasaan.
Kemudian, Gubernur Sumatra akhirnya diberangkatkan ke Aceh. Untuk pengamanan gubernur, diserahkan kepada jenderal yang di Aceh.
Namun, situasi di Sumatra tepatnya di Medan tetap belum kondusif. Tentara Belanda kemudian mengarahkan serangan ke Langkat.
Tentara Belanda konvoi dengan pasukan yang dilengkapi kendaraan berlapis baja dan alat tempur modern. Mereka masuk dari daerah Tandem Hilir.
Sesampainya di Tandem Hilir, pasukan Belanda dibagi menjadi dua. Satu pasukan ke arah Binjai dan satu lagi ke arah Langkat.
Lalu pada 25 Juli 1947, Binjai berhasil dikuasai Belanda. Ibu Kota Kabupaten Langkat yang pada masa itu ditempatkan di Binjai, akhirnya lumpuh.
Bupati Langkat, Adnan Nur Lubis, harus berjalan kaki dari Binjai menuju Pangkalan Brandan selama lima hari. Perjalanan itu diikuti oleh pejabat dari dinas atau Djawatan Penerangan, Djawatan Kebersihan, dan lainnya.
Setelah sampai di Pangkalan Brandan, akhirnya diumumkan pemindahan Ibu Kota Kabupaten Langkat, dari Binjai ke Pangkalan Brandan.
Pemindahan ibu kota itu dilakukan karena negara dalam keadaan darurat. Beberapa tahun berselang, ibu kota Langkat akhirnya dipindahkan lagi ke Binjai, tepatnya tahun 1950.
Belanda, yang kala itu sudah menaklukkan Binjai dan Stabat, lalu mengarahkan serangan ke Tanjungpura.
Pihak Belanda mulai melakukan serangan pada 28 Juli 1947. Namun, pasukan militer Indonesia dan rakyat tak berdiam diri.
Pertempuran sengit pecah saat Belanda memasuki kawasan Tanjungpura. Dalam cacatan sejarah, pejuang Indonesia berhasil memukul mundur tentara Belanda, bahkan sempat menduduki Stabat selama 6 jam.
Namun, pasukan bantuan Belanda langsung tiba. Mustang (pesawat Belanda) menembaki pasukan RI hingga akhirnya Stabat jatuh kembali ke tangan Belanda.
Perlawanan sengit rakyat Indonesia tak lantas menghalangi niat Belanda untuk menguasai Pangkalan Brandan.
Untuk memuluskan rencana itu, Belanda kembali mengatur strategi penyerangan Kota Tanjungpura pada tanggal 4-5 Agustus 1947.
Informasi itu diketahui para pasukan Indonesia. Pada tanggal 2 Agustus, para pejuang di Tanjungpura kemudian membakar Istana Kesultanan Langkat.
Untuk diketahui, pada 1946 di Istana Kesultanan Langkat terjadi revolusi sosial. Jadi, istana tersebut kosong. Pintu, jendela dan bangunan rusak karena serangan dari pembesar kerajaan Langkat.
Istana Langkat yang dalam keadaan kosong dibakar oleh pejuang. Dua bangunan istana, 16 gedung rumah panggung milik para datuk-datuk dihancurkan. Bahkan, museum Langkat juga diledakkan. Namun, gedung itu tidak hancur total, hanya kerusakan bagian atap saja.
Tujuan penghancuran itu tak lain agar bangunan-bangunan tersebut tidak menjadi kantong-kantong tentara Belanda.
Singkat cerita, Belanda berhasil menguasai Tanjungpura pada tahun 1947. Kemudian, para pejuang mulai mundur. Pejuang dari Langkat hulu maupun hilir pindah ke Pangkalan Brandan.
Para pejuang berkumpul di Teluk Aru, dan menyatukan kekuatan untuk mempertahankan Pangkalan Brandan. Jadi, batas pertempuran pejuang dengan tentara Belanda saat itu adalah di Markas Sigebang.
Pada 8 Agustus 1947, tentara Belanda sudah melancarkan serangan ke Pangkalan Brandan. Belanda menembakkan meriam dari Tanjungpura ke arah Brandan.
Kemudian, pada 11 Agustus 1947, para pejuang berhasil menangkap seorang kaki tangan Belanda, bernama Hafiz. Setelah diinterogasi, diperoleh informasi bahwa Belanda akan melakukan serangan untuk menaklukkan Pangkalan Brandan dan Pangkalan Susu.
Serangan yang bertujuan menguasai pangkalan minyak ini rencananya dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 1947.
Salah satu rencana Belanda adalah melancarkan serangan lewat laut.
Mayor Rawi, salah satu pimpinan pasukan RI di Langkat, menyiapkan prajurit dan laskar-laskar pejuang yang ada di Brandan. Namun, pasukan Mayor Rawi berhasil didesak mundur.
Untuk menghambat pasukan Belanda, akhirnya para pejuang menghancurkan jembatan Titi Panjang dan jembatan Pelawi. Hal ini agar pasukan Belanda tidak masuk ke Brandan.
Di sisi lain, ketika itu pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), serta Komandan Keamanan Tambang Minyak dan Perkeretaapian Bersama, Mayor Nazaruddin berkumpul di kantor Telkom yang menyatu dengan kantor PJKA, tepatnya di depan kantor Koramil.
Dalam pertemuan itu, disimpulkan bahwa Pangkalan Brandan tidak dapat dipertahankan lagi karena Belanda juga akan menyerang dari laut.
Akhirnya Mayor Nazaruddin memutuskan bahwa Pangkalan Brandan harus dibumihanguskan. Tambang atau kilang minyak harus dibakar agar tak jatuh ke tangan Belanda. Rencananya, Brandan dibumihanguskan pada 13 Agustus 1947 dini hari.
Satu hari sebelumnya, Kota Pangkalan Brandan harus sudah dalam keadaan kosong. Penduduk harus mengungsi lebih kurang 3 Km dari kawasan Brandan. Maka terjadilah gelombang pengungsian ke arah Besitang, Kuala Simpang (Aceh), Langsa, dan seterusnya.
Pada 13 Agustus dini hari, Mayor Nazaruddin berserta anggotanya dan pejuang membakar rumah-rumah di Brandan. Termasuk kilang-kilang minyak diledakkan. Walhasil, Pangkalan Brandan menjadi lautan api selama 3 hari.
Peristiwa Brandan Bumi Hangus ini diabadikan lewat lagu oleh Muchtar Lubis.
Lagu berjudul ‘Brandan Bumi Hangus’ itu merupakan kenangan Muchtar Lubis saat turut mengawal pengungsi dari Brandan ke Bukit Kubuh Besitang. Dari atas bukti itulah, ia memandangi lautan api di Pangkalan Brandan.
Sementara itu, sejarawan Sumut yang juga dosen USU, Suprayitno, mengatakan peristiwa Brandan Bumi Hangus (BBH) pada tanggal 13 Agustus 1947 karena Belanda tidak mengakui Kemerdekaan Indonesia, dan ingin menjajah kembali.
Kemudian, pada 21 Juli 1947 Belanda melakukan agresi pertama. Untuk kawasan Sumut, Belanda masuk dari Belawan dan Pantai Cermin. Hal ini dilakukan Belanda karena ingin memotong gunting pertahanan pejuang-pejuang Indonesia, baik laskar maupun Tentara Rakyat Indonesia.
Setelah masuk dari Pantai Cermin, tentara Belanda menaklukkan pasukan RI yang di Tanjungmorawa, dan kemudian masuk ke Medan.
Sedangkan pasukan Belanda lainnya, bergerak dari Belawan ke arah Hamparan Perak, Bulu Cina, lalu ke Tandem Hilir.
Setelah di Tandem, pasukan Belanda dibagi menjadi dua. Satu ke arah Stabat dan satunya lagi ke arah Binjai.
Pasukan Belanda yang menguasai Stabat, terus bergerak sampai ke Tanjungpura. Selanjutnya menyasar Brandan karena daerah penghasil tambang minyak.
Namun, rencana itu diketahui pejuang RI, dan akhirnya diputuskan bahwa bahwa tambang minyak tidak boleh sampai jatuh ke tangan Belanda.
Namun, karena tidak bisa dipertahankan maka Brandan akhirnya dibumihanguskan oleh pasukan RI.
(cr22/tribun-medan.com)