News Video
Jumlah Uang Santunan yang Diperoleh Sarpan dari Oknum Polisi Penyiksa Dirinya
Sarpan berdamai dengan oknum polisi Polsek Percutseituan yang menyiksanya dengan jumlah santunan yang fantastis.
TRIBUN-MEDAN.COM - Sarpan tenyata berdamai dengan oknum polisi yang menyiksanya dengan jumlah santunan yang fantastis.
Informasi yang diperoleh wartawan www.tribun-medan.com, para pelaku memberikan uang Rp 120 juta.
Jumlah itu tertuang dalam surat perdamaian kedua pihak yang ditandatangani bermaterai oleh Sarpan, bekas Kanit Reskrim Polsek Percutseituan Luis Beltran serta disaksikan Kepala Desa Sei Rotan Percutseituan
Terdapat tujuh poin yang Surat Perjanjian Perdamaian tersebut, di mana salah satunya poin C bertuliskan : Akibat dari peristiwa yang dialami oleh pihak I (Pertama) oleh pihak ke II (Dua) sebagai rasa simpati dan permintaan maaf ada memberikan uang santunan guna perobatan pihak I (Pertama) senilai Rp 120.000.000 (Seratus Dua Puluh Juta Rupiah) dan pihak I (Pertama) telah menerima dengan senang hati dan tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun.
Saat dikonfirmasi terkait kebenaran uang tersebut, anak Sarpan membenarkan.
Ia menjelaskan, uang tersebut sebagai biaya perobatan.
"Itu kesepakatan seluruh keluarga. Uang yang dikasih bukan uang perdamaian, tapi santunan dan biaya perobatan," tuturnya saat dikonfirmasi Tribun Medan, Senin (31/8/2020) malam.
Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Martuasah Tobing mengatakan, pencabutan laporan oleh Sarpan karena sudah adanya perdamaian dengan tanpa paksaan.
Ia menyebutkan bahwa Sarpan telah menerima uang santunan dari personel Unit Reskrim Polsek Percutseituan.
"Pada hari ini Senin 31 Agustus 2020 Pukul 11.00 WIB di ruang penyidik dan ruang unit Pidum Sat Reskrim Polrestabes Medan telah dilakukan giat pencabutan pengaduan atas laporan korban Sarpan dan pemberian uang santunan kepada korban oleh personel Unit Reskrim Polsek Percutseituan. Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dan ke depan menjadi saudara tanpa ada paksaan dari pihak manapun," ungkapnya dalam pesan tertulis.
Ia menyebutkan korban Sarpan mencabut pengaduannya meminta agar perkara tidak dilanjutkan ke pengadilan dan meminta perkara dihentikan tanpa ada unsur paksaan dan tekanan dari pihak manapun.
"Korban dan pihak Unit Reskrim Polsek Percutseituan sepakat melakukan perdamaian dan selanjutnya menjadi persahabatan dan persaudaraan ke depan, dan apabila Sarpan ada kesulitan setiap saat bisa menghubungi pihak kepolisian Percutseituan. Korban membuat pernyataan untuk tidak melanjutkan pengaduannya di depan hukum," ungkap Martuasah.
Saat ditanyakan mengenai pencabutan laporan itu akan serta merta membuat proses hukum para personel yang terlibat akan dihentikan, Martuasah menyebutkan itu semua tergantung penyidik.
"Tergantung penyidik, nanti kita lihat tapi kita berpedoman dalam hal ini korban Pak Sarpan mencabut semua keteranganya dan tidak ingin dilanjutkan ke pengadilan karena sudah berdamai secara kekeluargaan," pungkasnya.
Pencabutan laporan oleh Sarpan ini juga disaksikan keluarga dan kepala desa tempat korban tinggal korban Jalan Sidumolyo Desa Sei Rotan, Kecamatan Percutseituan.
Sarpan adalah saksi kasus pembunuhan yang mendapat penyiksaan oleh oknum polisi di Polsek Percutseituan.
Ia dipukuli hingga disetrum oleh oknum.
Akibat peristiwa ini beberapa pejabat di Polsek Percutseituan dicopot dari jabatannya, termasuk kapolsek.
Teranyar, Sarpan mencabut laporan penyiksaan dirinya.
Sarpan mengatakan, tak ada paksaan dalam pencabutan laporan tersebut.
Pernyataan Sarpan tertuang dalam dalam video berdurasi selama 51 detik.
Ia mengatakan bahwa kedua belah pihak, baik keluarga Sarpan maupun kepolisian tidak ada tuntutan ataupun paksaan.
"Saya, Sarpan sudah mencabut laporan saya yang berada di Polsek Percutseituan, Polrestabes Medan, dan dari kedua belah pihak tidak ada tuntutan apapun," ungkap Sarpan.
Dia menjelaskan bahwa dirinya tidak akan melanjutkan laporan tersebut ke ranah hukum di pengadilan.
"Saya sudah menyelesaikan dan tidak lagi membawanya ke proses hukum pengadilan, saya juga kedua belah pihak sudah menyetujui tidak akan ada tuntutan apa lagi," lanjutnya.
Dan permasalahan tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan.
"Dan tidak ada paksaan apapun, secara kekeluargaan," pungkasnya.
Sebelumnya saat memenuhi panggilan pertama atas laporannya, Rabu (29/7/2020) lalu, Sarpan mengisahkan penganiayaan yang ia alami oleh oknum personel Polsek Percutseituan.
Sarpan menyebutkan bahwa dirinya dibawa oleh polisi dalam kondisi mengenakan pakaian basah yang dipakainya saat kejadian pembunuhan yang merenggut nyawa Dodi Sumanto.
"Setiap hari saya dipukuli di situ, sebetulnya si pelaku (pembunuhan) sudah jelas. Karena sebagai saksi, saya orang awam gak tahu permasalahannya saya langsung didudukkan dibawa ke TKP jam 7 malam. Sekitar jam 9 malam datang pak Kanit saya ditarik dari belakang, masih baju basah saya waktu pakai kerja," ungkapnya seusai diperiksa penyidik di Mapolrestabes Medan, Rabu (29/7/2020).
Setelah itu, dirinya dipukuli oleh para oknum polisi tersebut. Ketika itu, ia belum mengungkapkan pelaku kejadian tersebut.
"Ditarik dan mulai dipukul. Itu saya belum sebut si pelaku, saya masih syok," tuturnya.
Lalu, Sarpan menyebutkan setelah dibawa ke TKP kejadian pembunuhan dan sesaat setelah menyebutkan nama pelaku, dirinya bahkan mendapatkan penganiayaan yang lebih keras dengan menggunakan kayu, rotan hingga setrum.
"Lalu dibawa ke TKP jam 3 baru saya ditanya dan sebut pelaku, tambah parah perlakuan (oknum polisi), itu yang kayu masuk, rotan, tunjangan masuk bahkan setrum masuk. Di situ lah mulai, udah semua," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan ada 9 orang polisi yang melakukan penganiayaan dirinya saat berada di dalam sel tahan Polsek Percut Sei Tuan.
Dari 9 polisi tersebut ada yang dikenal oleh Sarpan. "Sebagian ada yang dikenal sebagian tidak. Nanti akan ada pemeriksaan lanjutan," jelasnya.
Saat keluar dari gedung pemeriksaan, Sarpan terlihat masih merintih kesakitan dan memegangi perutnya. Ia didampingi oleh kuasa hukum dan keluarganya.
"Jadi saya ditanya tadi masalah pemukulan dari awal sampai akhir, macam mana saya diapain (aniaya), berapa orang. Ada sekitar 9 orang polisi. Cuma yang masukkan saya ke dalam sel gak tahu saya, tapi yang masukkan orang itu juga ke dalam tahanan," tuturnya.
Sarpan menyebutkan bahwa dirinya tak tahu penyebab dirinya dipukuli oleh para oknum polisi tersebut pada saat disuruh untuk tidur.
"Waktu di dalam tahanan saya dihajar, gak tahu permasalahannya. Pikir saya, disuruh tidur di situ, ternyata saya dipukuli sama orang itu. Alasannya apa saya pun gak tahu," ucapnya dengan suara pelan.
Kuasa Hukum Sarpan, Sa'i Rangkuti membenarkan kehadiran kliennya tersebut untuk diperiksa terkait LP yang tertuang di Nomor: LP/STTP/1643/VII/2020/SPKT Restabes Medan pada 6 Juli 2020 lalu.
"Kami mendatangi gedung Satreskrim Polrestabes Medan, dalam rangka proses pemeriksaan LP penganiayaan yang kita," ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa sebenarnya kliennya sudah dipanggil seminggu lalu. Namun karena kondisi kesehatan yang belum memungkinkan, sehingga tertunda.
"Tapi klien kita sedang berhalangan dalam kondisi yang belum pulih. Hari ini sudah mulai membaik makanya kita menghadiri pemanggilan sebelumnya," ungkapnya.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan, sebelumnya menyebutkan bahwa dari 9 personel yang dibebastugaskan dari Polsek Percutseituan, 6 di antaranya dinyatakan bersalah.
"Kita akui caranya salah makanya kita bebastugaskan ke-9 personel tersebut. Kemudian dilakukan pemeriksaan secara mendalalam 6 oranglah yang dinyatakan bersalah," tuturnya.
Ia menerangkan keenam orang yang dinyatakan bersalah tersebut akan dilakukan sidang disiplin.
(vic/tribunmedan.com)