Tanggapi Isu Kebangkitan Komunis, Menohok Respons Putra Pahlawan Revolusi Mayjen Sutoyo Siswohardjo

Hampir setiap tahun menjelang 30 September, isu kebangkitan komunisme atau Partai Komunisme Indonesia ( PKI) menguat yang digaungkan kelompok tertentu

Editor: Tariden Turnip
Intisari
Tanggapi Isu Kebangkitan Komunis, Menohok Respons Putra Pahlawan Revolusi Mayjen Sutoyo Siswohardjo. Tujuh Pahlawan Revolusi 

Tanggapi Isu Kebangkitan Komunis, Menohok Respons Putra Pahlawan Revolusi Mayjen Sutoyo Siswohardjo

Hampir setiap tahun menjelang 30 September, isu kebangkitan komunisme atau Partai Komunisme Indonesia ( PKI) menguat yang digaungkan kelompok tertentu.

Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, putra sulung pahlawan revolusi Mayor Jenderal Purnawirawan Sutoyo Siswohardjo, yang saat ini menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) menilai, polemik tentang kebangkitan komunisme atau Partai Komunisme Indonesia ( PKI) kerap menguat setiap tahun menjelang 30 September.

Agus Widjojo menduga isu tersebut sengaja dimunculkan untuk kepentingan politik.

Hal ini disampaikan Agus dalam webinar tentang 'Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik?' yang digelar Political and Public Policy Studies (P3S) pada Selasa (29/9/2020).

"Bahwa wabah kebangkitan komunisme sulit tidak diakui untuk hadir setiap tahun menjelang 30 September atau 1 Oktober.

Karena kemunculan berulang pada saat yang tetap itu, sulit dipungkiri bahwa isu itu sengaja dimunculkan untuk kepentingan politik," kata Agus Widjojo melalui keterangan tertulis.

Agus menyadari sejarah tentang PKI atau komunisme tidak bisa dihilangkan karena berhubungan dengan pengalaman perseorangan tentang PKI sehingga membuat tulisan, memoar buku atau mengadakan pertemuan dengan teman senasib pada zaman dulu.

Di sisi lain, ada juga yang menganggap dirinya anti-PKI sehingga merasa bahwa hal penghilangan sejarah PKI sebagai sebuah kebangkitan dari komunisme.

Terlepas dari itu, Agus Widjojo menekankan bahwa hukum negara sudah tegas mengatur tentang larangan PKI melalui Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia serta UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

Agus Widjojo menilai, dua payung hukum itu sudah cukup kuat untuk mengebiri perseorangan atau paham komunis yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019). (kompas.com)

Oleh sebab itu, ia menilai perdebatan tentang PKI merupakan hal sia-sia dan hanya membawa bangsa ini jalan di tempat.

"Polemik yang menguras waktu tenaga dan pikiran dari aset bangsa yang sebenarnya diperlukan meningkatkan efektivitas usaha pembangunan nasional," kata Agus Widjojo.

Terasa sekali apabila sebuah postingan di sebuah media sosial ada provokatif direspons secara defensif oleh pihak yang berlawanan, maka proses balas membalas ini tidak ada habisnya dan terkadang juga argumentasi dari proses balas membalas postingan itu sangat tidak logis," kata Agus Widjojo.

Lebih lanjut, Agus Widjojo mengatakan, paham komunis merupakan antitesis dari kapitalisme.

Ideologi komunisme bertujuan mengatasi kemiskinan, pengangguran dan pengungsian, sebagai sistem dari hasil masa lalu.

Karena itu, Agus Widjojo menyarankan dalam menghadapi kebangkitan komunisme, lebih baik menghilangkan segala isu yang berkaitan tentang kemiskinan dan pengangguran.

Karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana pembangunan di Indonesia dapat untuk mengatasi kemiskinan pengangguran pengungsian.

Agus Widjojo menganggap sejarah bangsa tentang PKI tidak untuk mencari pihak yang salah atau yang benar.

Agus Widjojo juga menilai polemik itu hanya akan merugikan generasi muda.

"Polemik semacam ini yang tak mengandung pengertian akademik intelektual, tetapi lebih bersifat politis untuk menghancurkan lawan," lanjut Agus Widjojo.

Bahkan dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, berjudul: Soal dokumen rahasia AS, Agus Widjojo: Isu hantu komunis masih laku secara politis, Agus mengakui isu komunis akan selalu digunakan oleh mereka yang punya kepentingan tertentu.

''Siapapun itu. Isu hantu komunis masih laku dijual untuk mencapai kepentingan politik,'' ujarnya. 

Agus Widjojo, adalah putra sulung Pahlawan Revolusi Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomihardjo, yang lahir di Solo pada 8 Juni 1947.

Pada usia lima tahun, Agus kehilangan sang ibu Sri Rochjati dan nyaris tidak dikenalinya.

Dalam keadaan yang tidak mudah, Agus dibesarkan oleh Suparni, ibu sambungnya.

Agus Widjojo masih berusia 18 tahun ketika peristiwa G30S/PKI itu terjadi.

Agus Widjojo masih mengingat dengan jelas perjumpaan terakhir dengan sang ayah, pada 1 Oktober 1965 dini hari.

Saat itu, Agus Widjojo masih tertidur pulas. Bersama dua orang adiknya dan seorang sepupunya, Agus tidur di sebuah kamar di kediaman ayahnya, yang terletak di kawasan Menteng.

Dalam lelap tidurnya, Agus Widjojo mendengar suara sepatu boot, suara-suara teriakan dan tusukan bayonet dari balik pintu.

Ternyata ada pasukan yang merangsek masuk ke dalam rumah, membawa pergi Mayjen Sutoyo dan tak pernah kembali.

“Kabar mengenai sang ayah baru didapat beberapa hari setelah mendengarkan radio dan melihat warta berita televisi yang masih hitam putih di TVRI, bahwa terjadi pembantaian terhadap sejumlah petinggi dan perwira AD. Mayjen Sutoyo adalah salah satunya,” kenangnya.

Namun Agus Widjojo tidak tumbuh menjadi pendendam.

“Saya memutuskan untuk segera berdamai dengan keluarga pelaku dan juga keluarga korban tahun 65. Rekonsiliasi itu sendiri baru bisa dipahami jika seseorang sudah berdamai dengan dirinya sendiri,” ujarnya seperti dilansir industry.co.id.

Agus Widjojo memulai karier militer Komandan Peleton (Danton) di Komando Cadangan Strategis TNI-AD (Kostrad).

Di militer, ia pernah menduduki jabatan strategis, antara lain Asisten Operasi Kepala Staf Daerah Militer III/ Siliwangi-Bandung, Komandan Brigade Infanteri Linud 17 Kujang 1 Kostrad-Jakarta, Kepala Staf Daerah Militer II/Sriwijaya-Palembang, Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat-Bandung, Asisten Perencanaan Umum KASAD-Jakarta, dan Kepala Staf Teritorial TNI-Jakarta.

Suami dari Niniek ini sempat memangku berbagai jabatan penting diantaranya Komandan Batalyon (Danyon) Infanteri Lintas Udara 328/Kostrad dan Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kostrad.

Sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial TNI (Kaster), mengisi posisi yang sebelumnya dipegang Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Widjojo menduduki jabatan Komandan Sekolah staf dan Komando TNI (Sesko TNI) sebuah wadah pemikir TNI.

Di sana ayah dari dua putri Dini dan Tari ini, bertanggungjawab untuk melakukan kajian tentang restrukturisasi doktrin politik dan keamanan TNI.

Agus Widjojo juga pernah menjabat Kepala Staf Kodam II/Sriwijaya di Palembang dan setelah itu menjadi Asisten Kebijakan Strategis dan Perencanaan Umum Panglima TNI di Jakarta.

Selain sebagai Gubernur Lemhamnas, Agus Widjojo juga sebagai Senior Fellow pada Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta dan Visiting Fellow Senior dari Institut Pertahanan dan Studi Strategis di Singapura. Ketua Yayasan Institute for peace and Democracy, Ketua Dewan Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan dan Ketua Yayasan Indonesia Cerdas Unggul di Jakarta.

Agus Widjojo pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama.

Agus Widjojo juga merupakan penasihat di Dewan Institut Perdamaian dan Demokrasi (IPD), Universitas Udayana, Bali yang menggagas Bali Democracy Forum.

Dalam bidang HAM, Agus Widjojo juga sempat menjabat sebagai anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan RI-Timtim yang menangani dugaan pelanggaran HAM Indonesia di Timor Timur.

Agus Widjojo juga merupakan penggagas sekaligus Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional membedah Tragedi 1965 yang diadakan melalui Kemenkopolhukam pada 2016.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gubernur Lemhanas: Isu Komunisme Sengaja Dimunculkan untuk Kepentingan Politik" 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved