Eks Danjen Kopassus Sintong Panjaitan Lontar Statemen Menohok soal Rumor Kebangkitan Komunis
Saat Bandara Halim Pernah Kusumah dikuasai PRKAD, didapat informasi jasad jenderal yang diculik dikubur di sekitar Lubang Buaya.
Usai apel pagi 1 Oktober 1965, Sintong diberitahu Lettu Faisal Tanjung yang telah mendapat briefing dari Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie bahwa operasi penerjunan ke Kuching dibatalkan.
Kompi Tanjung pun dikembalikan sebagai kompi reguler dan akan ditugaskan dalam operasi penumpasan gerombolan G30S yang kabarnya masih belum jelas benar pagi itu.
Tugas baru itu membuat Sintong dan semua personil di Kompi Tanjung kalang kabut.
Seragam dan semua atribut resmi mereka semua ada di Kartosuro.
Akhirnya mereka mengenakan seragam perpaduan atasan loreng “darah mengalir” RPKAD yang diberikan mako Cijantung dan bawahan celana hijau sukarelawan Dwikora ketika berangkat ke Makostrad, Jalan Merdeka Timur, untuk menjalankan tugas.
Singkat cerita Lettu Feisal Tanjung menugaskan Peleton Sintong untuk merebut RRI.
Selepas magrib, Sintong memimpin Pleton 1 berjalan kaki menuju RRI.
Setelah pasukan Sintong melepaskan tembakan, pasukan pemberontak langsung kabur meninggalkan RRI.
Setelah semua selesai, Sintong mempersilakan Kepala Dinas Penerangan AD Brigjen Ibnu Subroto membacakan teks pidato Pangkostrad Mayjen Soeharto.
Siaran RRI ini cukup ampuh membuat moral pasukan pemberontak runtuh.
Bahkan ada jenderal yang sempat ditawan pasukan pemberontak di Palembang selamat setelah mendengar siaran RRI.
Pasukan pemberontak langsung meninggalkan tawanannya setelah mendengar siaran RRI tersebut.
Setelah menguasai RRI, Kompi Tanjung ditugas merebut Bandara Halim Perdana Kusumah yang saat itu dikuasai batalyon dari Jawa Timur yang mendukung PKI.
Bandara Halim Pernah Kusumah akhirnya bisa dikuasai pasukan PRKAD.
Saat Bandara Halim Pernah Kusumah dikuasai PRKAD, didapat informasi jasad jenderal yang diculik dikubur di sekitar Lubang Buaya.