Dibubarkan Paksa, LBH Medan Menilai Polri Salah Menjalankan Fungsi Penanganan Massa Aksi
LBH Medan menilai Polri telah telah melakukan pengulangan kesalahan-kesalahan dalam menyikapi aksi massa yang sama dengan kesalahan sebelumnya.
Penulis: Alif Al Qadri Harahap | Editor: Truly Okto Hasudungan Purba
TRIBUN-MEDAN.com, Medan - Aliansi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara (AKBAR) Sumut kembali menggelar aksi damai untuk menolak omnibus law di seputar Bundaran Titik Nol Kantor Pos. Aksi massa yang digagas oleh Akbar Sumut saat itu dikemas dengan metode pekan rakyat yang akan dijalankan dengan orasi, pembacaan puisi, teatrikal serta panggung seni lainnya.
Sebelum menggelar aksi tersebut, Akbar Sumut sudah memberitahukan agenda tersebut melalui surat yang ditujukan kepada pihak kepolisian.
Saat berjalannya agenda aksi, jumlah personel kepolisian terus bertambah dan dilengkapi dengan alat pengaman dan kendaraan anti huruhara. Pada saat waktu menunjukkan pukul 17.30 WIB, di tengah tengah orasi, pihak kepolisian memberi peringatan terkait batasan waktu unjuk rasa yang diperbolehkan.
Kemudian, setelah peringatan kepolisan tersebut, antara humas denga pihak kepolisian sempat bernegosiasi terkait agenda aksi tersebut. Namun pihak kepolisian tetap meminta agar aksi tersebut dibubarkan.
"Setelah kembali diingatkan oleh pihak kepolisian, akhirnya massa aksi kooperatif untuk membubarkan diri. Namun saat membubarkan diri massa aksi tetap dikawal oleh Polri menggunakan kendaraan khusus dan pada saat massa aksi sampai di depan gedung Bank mandiri, upaya pembubaran oleh Polri justru mulai tidak terkendali," kata Maswan Tamba, Rabu (21/10/2020).
Dikatakannya, Polri mulai membuat suasana semakin tidak kondusif di mana ada sejumlah anggota Polri dengan tarikan gas yang tinggi justru mencoba masuk kedalam barisan dengan kendaraan trail.
Baca juga: (VIDEO) Massa Tinggalkan Mapolrestabes Medan Setelah Mufakat Dua dari Tiga Demonstran Dilepas
"Tidak hanya itu, petugas Polri juga sempat menembakkan gas air mata serta melakukan pelecehan verbal kepada massa aksi perempuan," ujarnya.
Atas tindakan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai Polri telah telah melakukan pengulangan kesalahan-kesalahan dalam menyikapi aksi massa yang sama dengan kesalahan yang pernah terjadi misalnya pada aksi massa menyikapi penolakan UU KPK.
"Dari peristiwa tersebut dapat dilihat pengulangan kesalahan-kesalahan dengan pola arogansi yang menabrak atau menerobos barisan massa aksi dengan kendaraan, menembakkan gas air mata ke arah massa aksi yang tidak melakukan pelanggaran atau perlawanan, melakukan pelecehan verbal kepada massa aksi perempuan yang mana hal tersebut tentu bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku," katanya.
Menurut Maswan, pihak kepolisian telah melanggar pasal 28 UUD 1945 tentang menyampaikan pendapat di muka umum.
"Pasal 28 UUD 1945 Jo. UU No. 09 Tahun 1998 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum Jo. Pasal 7 Ayat (1) Perkapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa Jo Pasal 24 Perkapolri Nomor 09 Tahun 2008. Jika pola kesalahan yang sama terus terjadi, itu artinya ada kesalahan menjalankan fungsi oleh polri dalam menyikapi massa aksi dimana kesalahan tersebut juga hanya akan melahirkan kesenjangan hubungan massa aksi dengan kepolisian yang berkelanjutan," lanjut Maswan.
Baca juga: BERITA FOTO Detik-detik Demonstran Diamankan Polisi Saat Unras Tolak Omnibus Law di Medan
Dikatakannya, dari rangkaian refresifitas itu, harusnya dipandang sebagai dampak buruk Omnibus Law yang Pemerintah dan DPR RI juga turut bertanggung jawab.
"Oleh karena itu LBH Medan meminta agar Presiden RI memerintahkan Kapolri agar taat hukum dalam menyikapi massa aksi, Komisi III DPR RI melakukan evaluasi terhadap Polri, meminta Kapolri memberikan instruksi kepada anggota Polri agar taat hukum dan menjalankan standar Hak Asasi Manusia dalam menyikapi massa aksi," pungkasnya. (cr2/tribun-medan.com)