Perpanjang Kebijakan Restrukturisasi Kredit Setahun, OJK Pastikan Kredit Macet Tak Lewat Lima Persen
Sikap optimistis tersebut didasarkan pada penerapan manajemen risiko perbankan yang memadai dalam pemberlakuan perpanjangan restrukurisasi.
Penulis: Truly Okto Hasudungan Purba | Editor: Truly Okto Hasudungan Purba
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis kebijakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun tidak membuat tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) di industri perbankan Indonesia dalam batas tidak aman. Sebaliknya, NPL akan berada dalam batas aman atau tidak lebih dari 5 persen tahun ini.
Sikap optimistis ini disampaikan para pimpinan OJK dalam konferensi pers OJK Perkembangan Kebijakan dan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan melalui live streaming, Senin (2/11/2020).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, sikap optimistis tersebut didasarkan pada penerapan manajemen risiko perbankan yang memadai dalam pemberlakuan perpanjangan restrukurisasi ini. Penerapan ini mencakup penilaian kemampuan oleh perbankan itu sendiri dalam melihat prospek usaha debitur.
“Dengan demikian, Bank bisa mengukur debitur mana yang perlu diberikan restrukturisasi dan debitur mana yang perlu pertimbangan matang. Kita paham bahwa prinsip kehati-hatian harus tetap dilakukan oleh sektor industri dan melihat kondisi debitur dengan detil dan jeli. Untuk menjaga agar kredit macet berada dalam batas aman. Jadi kami yakin perbankan objektif membentuk cadangan dan apabila living will-nya kecil sekali. OJK mengimbau seluruh industri perbankan untuk tetap melakukan penilaian terhadap setiap debitur secara hati-hati selama perpanjangan restrukturisasi ini diterapkan,” kata Wimboh.
Wimboh menjelaskan, posisi NPL perbankan Indonesia per September 2020 sebesar 3,15 persen. Sedangkan NPL bulan sebelumnya yakni Agustus di angka 3,22 persen, Juli sebesar 3,22 persen. “Melihat angka-angka ini, NPL Oktober nanti tidak jauh dari 3 persen. Kami optimistis secara keseluruhan, tahun ini NPL tidak akan tembus 5 persen. Ini sudah proses recovery," kata Wimboh.
Wimboh mengatakan, OJK memutuskan untuk memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun setelah memperhatikan asesmen terakhir OJK terkait restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat Rapat Dewan Komisioner OJK pada tanggal 23 September 2020. Kebijakan ini tertuang dalam POJK 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi. Namun kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah pandemi ini.
OJK, kata Wimboh memutuskan perpanjangan ini setelah menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap dalam kondisi terjaga berkat berkat kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan. Dengan demikian, diputuskan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.
Baca juga: Ekonomi Sumut Terdampak Covid-19, Gubernur Edy Harapkan Sinergi dengan OJK Terus Terjaga
"Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun ini terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi Covid–19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022," kata Wimboh Santoso.
Wimboh mengatakan, OJK memutuskan untuk memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun setelah memperhatikan asesmen terakhir OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat Rapat Dewan Komisioner OJK pada tanggal 23 September 2020.
Perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi. Namun kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah pandemi ini.
Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat beberapa kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan, sehingga diputuskan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.
"Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun ini terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi Covid–19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan dapat dilihat dari beberapa indikator. OJK mencatat, berdasarkan data sektor keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi masih tumbuh positif dan tingkat prudensial juga tetap terjaga pada level yang terkendali.
Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 12,88 persen yoy. Sementara itu, setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April sampai Juni 2020, kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 0,12 persen yoy.