Oknum TNI Pelaku Mutilasi Istri Lolos dari Hukuman Mati, Ini Alasan Hakim Pengadilan Militer Medan

Oknum anggota TNI pelaku pembunuhan dan mutilasi istri sendiri, Praka Marten Priyadi Nata Candra Chaniago, lolos dari hukuman mati.

Editor: Juang Naibaho
TRIBUN MEDAN/GITA 
Sidang putusan terdakwa pembunuhan sadis Praka Martin Priyadi Nata Candra Chaniago, di Pengadilan Militer I-02 Medan, Selasa (24/11/2020). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Oknum anggota TNI pelaku pembunuhan dan mutilasi istri sendiri, Praka Marten Priyadi Nata Candra Chaniago, lolos dari hukuman mati.

Majelis hakim yang diketuai Letkol Sus Sariffuddin Tarigan menghukum Marten dengan 20 tahun penjara dan hukuman tambahan yakni dipecat dari Dinas Militer.

"Terbukti secara sah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama.

Menjatuhi terdakwa dengan pokok pidana penjara selama 20 tahun, pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata hakim dalam sidang yang digelar di Ruang Sisingamangaraja XII Pengadilan Militer I-02 Medan, Selasa (24/11/2020).

Sebelumnya Oditur Militer I-02 Medan, Mayor Chk Sri Armansyah, menuntut Marten dengan hukuman mati.

Tuntutan mati itu dengan alasan Marten telah melakukan pembunuhan secara sadis dan berencana terhadap istrinya, bersama dua orang wanita lainnya yang merupakan selingkuhannya.

"Kami menuntut terdakwa dengan hukuman pidana mati karena pembunuhan terhadap istrinya dilakukan dengan perencanaan bersama dua orang wanita lainnya tanpa belas kasihan," kata Armansyah usai sidang.

Sementara itu, alasan Majelis hakim tidak menjatuhi pidana mati kepada Marten karena beberapa alasan.

Pertama yakni karena Marten masih memiliki anak berumur 7 tahun yang sudah kehilangan ibu.

Sehingga apabila Marten dijatuhi hukuman mati, maka dianggap akan memberatkan anaknya apabila kehilangan dua orangtua sekaligus.

"Kedua, selama persidangan terdakwa secara kesatria mengakui kesalahannya telah membunuh istrinya, Ayu Restari sehingga mempermudah jalannya persidangan," kata Hakim

Selain itu, kata Hakim, terdakwa memohon agar diberikan kesempatan hidup dan berjanji akan bertobat demi anaknya yang baru berusia 7 tahun.

Sementara itu, Armansyah menyatakan pihaknya akan pikir-pikir sembari menunggu petunjuk dari pimpinan, apakah setuju atau melakukan banding terhadap putusan tersebut.

"Di pasal 340 KUHP jo 55 itu ancamannya pidana mati, seumur hidup atau pun paling lama 20 tahun.

Jadi tadi diputus majelis 20 tahun, habis itu mungkin kami akan berpikir, apakah nanti akan menyatakan banding dalam putusan majelis tadi.

Nanti saya akan minta petunjuk pimpinan saya, apakah mengajukan banding, atau menerima, itu nanti ada petunjuk dari pimpinan kami sendiri," katanya.

Terkait hukuman tambahan yakni pemecatan, kata Armansyah, saat ini belum inkrah karena Marten belum menyatakan setuju atas putusan tersebut.

"Ada tambahan dipecat dari dinas militer, memang putusan ini belum inkrah, belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Jadi hak-haknya dia selaku prajurit masih diberikan, jadi belum dinyatakan diberhentikan dari dinas militer.

Tapi nanti ketika putusan majelis, tidak ada upaya hukum lagi, sudah berkekuatan hukum tetap, dan tetap ada dipecat dari dinas, maka dia akan kembali pada masyarakat," pungkas Armansyah

(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Mataram
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved