News Video
Penjual Tuak di Balige Tiurlan Napitupulu Secara Tegas Tolak Pernyataan Edy Rahmayadi Soal Tuak
Ia menyatakan sejatinya tuak itu adalah minuman khas Batak Toba, bukan untuk memabukkan.
Penulis: Maurits Pardosi |
TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Seorang pemilik pohon aren sekaligus penjual tuak di Balige, Tiurlan Napitupulu sontak tidak setuju atas pernyataan Edy Rahmayadi yang menarasikan adanya pelarangan konsumsi tuak yang menimbulkan kemabukan.
Bagi Tiurlan, tuak bukanlah pembuat orang mabuk namun sebagai minuman tradisional. Setelah mendengar pernyataan Gubsu Edy Rahmayadi, ia pun menyampaikan aspirasinya.
Ia menyatakan sejatinya tuak itu adalah minuman khas Batak Toba, bukan untuk memabukkan.
"Terus terang tidak setuju karena tuak sudah menjadi budaya Batak Toba dan itu ciri khas minuman orang Batak di Toba dan tuak itu bukan untuk menimbulkan mabuk," ujar Tiurlan Napitupulu saat disambangi di kedai tuak nya di Desa Silalahi Pagar Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba pada Rabu (25/11/2020).
Di sekitar kedai Tiurlan Napitupulu terlihat sejumlah pohon aren yang sudah siap dipanen atau tuaknya diambil.
Bahkan, di sekitar pengambilan tuak tersebut, ada tulisan yang menarasikan bahwa tuak adalah minuman khas Batak Toba.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa tuak merupakan obat bagi para petani yang telah seharian bekerja di ladang maupun sawah.
"Bahkan tuak digunakan sebagai obat melepaskan seluruh sakit badan setelah seharian bekerja di ladang. Tuak juga sebagai penghantar tidur setelah capek dari ladang atau sawah," sambungnya.
Saat dihubungkan antara tuak dengan mabuknya seseorang, ia menuturkan bahwa tindakan mabuk itu merupakan keputusan masing-masing orang.
Dengan demikian, ia secara tegas menolak harapan Gubsu Edy agar tuak dijadikan gula merah guna peningkatan ekonomi pemilik pohon aren.
"Itu tergantung orangnya. Saya pribadi tidak setuju," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga miliki ketakutan sebagai penjual manakala tuak dilarang dikonsumsi oleh masyarakat.
"Iya, kan banyak orang di Kabupaten Toba ini yang menjual tuak, sama seperti saya yang mata pencahariannya dari tuak. Pasti berpengaruh terhadap ekonomi," sambungnya.
Dari sisi budaya, ia mengungkapkan bahwa kata "tuak" sering digunakan dalam perumpamaan orang Batak Toba.
"Kan dalam umpama dan umpasa juga sering itu disebutkan. Itu artinya, tuak ini bukan lagi hanya di zaman saat ini. Ini sudah tradisional Batak Toba. Mabuk itu urusan masing-masing orangnya. Bukan tuanya yang salah, tapi orangnya yang minum berlebihan," pungkasnya.
(cr3/tribun-medan.com)