Artidjo Alkostar Hakim Agung yang Beri Ganjaran Hukuman 5 Tahun kepada Rahudman Harahap
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan membebaskan Rahudman karena dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
TRIBUN-MEDAN.COM - Mantan Hakim Agung sekaligus Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar tutup usia, Minggu (28/2/2021).
Jenazah Artidjo Alkostar dikebumikan di Makam Keluarga Besar Universitas Islam Indonesia di Jalan Kaliurang, Yogyakarta, Senin (1/3/2021).
Meninggalnya Artidjo Alkostar menjadi berita duka bagi dunia hukum Tanah Air.
Warisan tidak terhingganya dalam spirit integritas masih dikenang.
Ia dikenang sebagai algojo koruptor di Indonesia.
Selain itu, Artidjo Alkostar juga kerap mencabut hak politik koruptor.
Sejumlah koruptor telah dialgojonya. Seperti Anas Urbaningrum dan Mantan Wali Kota Medan, Rahudman Harahap.
Pada Agustus 2013 lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan membebaskan Rahudman karena dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Dan tidak pula terbukti menyalahgunakan kewenangannya.
Padahal, Jaksa menuntut dengan hukuman 4 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, Rahudman Harahap harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 480.895.500.
Jika kewajiban tidak dibayar dalam waktu 1 bulan maka harta bendanya dapat disita dan dilelang.
Kala itu, jaksa menempuh upaya kasasi di Mahkamah Agung.
Majelis Hakim Mahkamah Agung terdiri dari Mohammad Askin, M.S. Lumme dan Artidjo Alkostar mengabulkan kasasi jaksa.
Lalu, menyatakan Rahudman Harahap bersalah dan mengganjar hukuman lima tahun penjara.
Putusan itu membuat Rahudman Harahap dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan, Selasa (15/4/2014).
Rahudman Harahap dijemput Jaksa untuk dieksekusi putusan Mahkamah Agung atas kasus korupsi yang dilakukannya saat menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan pada 2005.
Rahudman terlibat kasus korupsi dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD), Kabupaten Tapanuli Selatan tahun anggaran 2005.
Perbuatan itu dilakukan bersama Bendahara Kabupaten Tapanuli Selanatan, Amrin Tambunan.
Akibat perbuatan mereka terjadi kerugian negara Rp 2,071 miliar atau setidaknya Rp 1,5 Miliar sesuai hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan Perwakilan Sumut.
Berbagai pemberitaan menyorot kedatangan tim gabungan dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Negeri Padang Sidempuan.
Mereka dibantu puluhan Brimob menjemput Rahudman Harahap di kediamannya Jalan Sei Serayu, Kelurahan Babura, Kecamatan Medan Baru.
Harta Kekayaan Artidjo Alkosta
Artidjo Alkosta, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meninggal dunia, Minggu (28/2/2021).
Artidjo Alkosta merupakan sosok penegakan hukum yang integritasnya tidak diragukan lagi. Ia pernah menjabat sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung (MA).
Ia meninggal dunia di kamar apartemennya pada usia 70 tahun.
"Penyakitnya sejak lama beliau mempunyai komplikasi ginjal, jantung, dan paru-paru. Tapi bukan Covid-19," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, usai mengunjungi tempat tinggal Artidjo di Apartemen Springhill Terace, Jakarta Utara, Minggu (28/2/2021) sore.
Menurut Mahfud MD, Artidjo meninggal di kamar apartemennya karena dokter memang tidak merekomendasikan Artidjo untuk dirawat.
"Karena dokter merekomendasi tidak (dirawat) di rumah sakit. Jadi beliau sakit memang itu. Penyakit orang tua lah ya, ginjal, jantung, komplikasi. Dokter tidak memberi perintah untuk protokol khusus atau apa," katanya.
Sempat dikabarkan bakal dimakamkan di kampung halamannya di Situbondo, Jawa Timur, jenazah Artidjo akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kompleks Pemakaman UII, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta, Senin (1/3/2021).
Sebelum dimakamkan, jenazah Artidjo Alkostar disemayamkan di Auditorium Prof Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII.
“Prosesi pemakaman oleh Pihak Rektorat UII direncanakan pada pukul 10.00 WIB. Sebelumnya akan disalatkan di Masjid Ulil Albab UII,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam melalui tertulis, Senin (1/3/2021).
Sosok Sederhana, Kendaraanya Hanya 1 Mobil dan 1 Motor Lawas
Semasa aktif sebagai hakim Agung maupun setelah bertugas di Dewas KPK, Artidjo dikenal sebagai pribadi sederhana.
Kesederhanaan Artidjo juga tergambar dari laporan harta kekayaaanya sebagai penyelenggara negara (LHKPN).
Dalam LHKPN terakhir sebelum ia pensiun sebagai Hakim Agung pada 2017, Artidjo Alkostar hanya memiliki total harta kekayaan mencapai Rp 181.996.576.
Padahal ia telah bekerja selama 18 tahun di MA.
Harta Artidjo hanya terdiri dari dua bidang tanah di Sleman, 1 sepeda motor, 1 mobil, harta bergerak lain, serta kas, dan setara kas.
Artidjo hanya memiliki dua kendaraan, yakni satu sepeda motor merek Honda Astrea dan Mobil merek Chevrolet.
Sepeda motor itu yakni Honda Astrea keluaran tahun 1978 seharga Rp 1.000.000.
Sementara mobilnya yakni mobil Chevrolet Minibus tahun 2004 seharga Rp 40.000.000.
Berikut ini daftar kekayaan Artidjo Alkostar pada 2017 dikutip Tribunnews dari laman elhkpn.kpk.go.id:
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 76.960.000
1. Tanah Seluas 197 m2 di SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 36.960.000
2. Tanah Seluas 274 m2 di SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 40.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 41.000.000
1. MOTOR, HONDA ASTREA SEPEDA MOTOR Tahun 1978, HASIL SENDIRI Rp. 1.000.000
2. MOBIL, CHEVROLET MINIBUS Tahun 2004, HASIL SENDIRI Rp. 40.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 4.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 60.036.576
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 181.996.576
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN Rp. 181.996.576
Profil Artidjo
Artidjo Alkostar diketahui lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948.
Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo.
Setelah lulus SMA, Artidjo Alkostar masuk Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Selama menjadi mahasiswa, Artidjo Alkostar aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta menjadi Dewan Mahasiswa.
Ia pun berhasil menyandang gelar sarjana hukum pada 1976.
Setelah lulus kuliah, Artidjo Alkostar mengabdi menjadi pengajar di almamaternya, FH UII.
Selama mengajar di FH UII, Artidjo mengisi mata kuliah Hukum Acara Pidana dan Etika Profesi, serta mata kuliah HAM untuk mahasiswa S2.
Selain itu, Artidjo Alkostar juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Pada 1983 Artidjo Alkostar pernah mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan.
Di saat yang sama, Artidjo Alkostar juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Pada 1981 hingga 1983, Artidjo Alkostar menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur LBH Yogyakarta.
Setelah itu, Artidjo Alkostar diangkat menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989.
Setelah pulang dari Amerika Serikat, Artidjo Alkostar kemudian mendirikan kantor pengacara yang dinamakan Artidjo Alkostar and Associates hingga tahun 2000.
Selama menjadi advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992), dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).
Pada 2000, Artidjo Alkostar terpaksa harus menutup kantor hukumnya tersebut karena dirinya terpilih sebagai Hakim Agung.
Sepanjang menjadi hakim agung, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan berkas di MA sebanyak 19.708 perkara.
Bila dirata-rata selama 18 tahun, Artidjo menyelesaikan 1.095 perkara setiap tahun.
Artidjo Alkostar juga dikenal tegas dalam memutus hukuman.
Artidjo beberapa kali memperberat hukuman koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.
Di antaranya adalah mantan Ketua MK Akil Mochtar, Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh hingga Anas Urbaningrum.
Setelah pensiun dari MA, Artidjo dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Dewan Pengawas KPK.
Ia resmi dilantik sebagai Dewas KPK pada 20 Desember 2019.
Sebagian Artikel Ini Sudah Tayang di Tribunnews.com dengan Judul Mengenang Kesederhanaan Artidjo Alkostar, 18 Tahun di MA, Motornya Hanya Satu, Seharga Rp 1 Juta