BAHAYA Hipospadia Buat Sulit Berhubungan Seksual, Jenderal Andika Tegaskan Aprilia Bukan Transgender
Jika hipospadia tidak ditangani dapat menyebabkan masalah di kemudian hari, seperti kesulitan...
TRIBUN-MEDAN.COM - Kontroversi mengenai jenis kelamin mantan atlet voli putri Tim Nasional (Timnas) Indonesia, Aprilia Manganang akhirnya terungkap.
Mantan atlet asal Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara kelahiran 27 April 1992 itu dikabarkan mengalami kelainan sejak lahir yang disebut Hipospadia.
Berikut ini disajikan informasi seputar hipospadia, kelainan yang dialami atlet voli Indonesia, Aprilia Manganang.
Manganang yang selama ini menjadi atlet voli putri Indonesia itu dipastikan adalah seorang pria.
Baca juga: KAESANG PUTUS dengan Felicia Tissue, Netizen Serbu Medsos Kahiyang Ayu, Minta Lakukan Ini ke Adiknya
Baca juga: Alami Hipospadia, Eks Atlet Voli Putri Aprilia Manganang Rupanya Laki-laki, Wajib Tahu Penyebabnya
Hal ini juga sudah diutarakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Jenderal bintang empat itu menegaskan bahwa Aprilia Manganang yang saat ini berdinas di TNI AD dengan pangkat Sersan Dua (Serda) itu lahir sebagai laki-laki dengan memiliki kelainan yang disebut hipospadia.
"Sersan Manganang ini bukan transgender, bukan juga interseks. Tidak masuk dalam kategori itu semua."
"Saya tahu definisinya dan tim dokter pun tahu semua definisinya. Karena memang kelainan yang dialami adalah hipospadia. Jadi selalu kembalikan ke situ," kata Andika Perkasa di Mabes AD dalam konferensi pers, Selasa (9/3/2021), dikutip dari Kompas TV.
Lantas, apa itu hipospadia?
Dikutip dari Mayoclinic, hipospadia adalah cacat lahir (kondisi bawaan) di mana pembukaan uretra berada di bagian bawah penis bukan di ujung.
Uretra adalah saluran di mana urin mengalir dari kandung kemih dan keluar dari tubuh.
Dengan pengobatan hipospadia yang berhasil, kebanyakan pria dapat buang air kecil dan reproduksi normal.
Gejala Hipospadia
Pada hipospadia, pembukaan uretra terletak di bagian bawah penis, bukan di ujung.
Dalam kebanyakan kasus, pembukaan uretra berada di dalam kepala penis.
Lebih jarang, bukaan ada di tengah atau pangkal penis.
Kemudian yang paling jarang, lubang berada di dalam atau di bawah skrotum.
Baca juga: MOMEN kala Biarawati Berlutut Memohon pada Militer Myanmar namun Tembakan Tetap Meletus
Baca juga: Ketika Andika Perkasa Umumkan Mantan Atlet Voli Timnas Putri, Aprilia Manganang Seorang Laki-laki
Tanda dan gejala hipospadia di antaranya:
- Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
- Lekukan penis ke bawah (chordee)
- Penampilan penis berkerudung karena hanya bagian atas penis yang tertutup kulup
- Penyemprotan tidak normal saat buang air kecil
Jenis Hipospadia
Dikutip dari cdc.gov, ada beberapa jenis hipospadia pada laki-laki, di antaranya:
- Subkoronal: Pembukaan uretra terletak di suatu tempat di dekat kepala penis.
- Poros tengah: Pembukaan uretra terletak di sepanjang batang penis.
- Penoscrotal: Pembukaan uretra terletak di tempat pertemuan penis dan skrotum.
Anak laki-laki dengan hipospadia terkadang memiliki penis yang melengkung.
Baca juga: Kaesang Pangarep Dianggap Ghosting Oleh Warganet, Ternyata Ini Dampak Buruknya bagi Kesehatan
Mereka mungkin memiliki masalah dengan pengeluaran urin yang tidak normal dan mungkin harus duduk untuk buang air kecil.
Pada beberapa anak laki-laki dengan hipospadia, testis belum sepenuhnya turun ke dalam skrotum.
Jika hipospadia tidak ditangani dapat menyebabkan masalah di kemudian hari, seperti kesulitan melakukan hubungan seksual atau kesulitan buang air kecil saat berdiri.
Penyebab dan Faktor Risiko Hipospadia
Penyebab hipospadia pada kebanyakan bayi tidak diketahui.
Dalam kebanyakan kasus, hipospadia dianggap disebabkan oleh kombinasi gen.
Faktor lainnya seperti hal-hal yang bersentuhan dengan ibu di lingkungannya, atau makanan atau minuman ibu, atau obat-obatan tertentu yang ia gunakan selama kehamilan.
Dalam beberapa tahun terakhir, peneliti CDC telah melaporkan temuan penting tentang beberapa faktor yang mempengaruhi risiko memiliki bayi laki-laki dengan hipospadia:
- Usia dan berat: Ibu yang berusia 35 tahun atau lebih dan dianggap obesitas memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.
- Perawatan kesuburan: Wanita yang menggunakan teknologi reproduksi berbantuan untuk membantu kehamilan memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.
- Hormon tertentu: Wanita yang mengonsumsi hormon tertentu sebelum atau selama kehamilan terbukti memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.
Baca juga: Ayu Ting Ting Beberkan Calon Pendamping Idamannya, Ingin Pria yang Bisa Jadi Ayah untuk Bilqis
Pengobatan
Penanganan dan perawatan untuk hipospadia tergantung pada jenis cacat yang dimiliki anak laki-laki tersebut.
Sebagian besar kasus hipospadia memerlukan pembedahan untuk memperbaiki defek.
Jika diperlukan pembedahan, biasanya dilakukan saat anak laki-laki berusia antara 3–18 bulan.
Dalam beberapa kasus, pembedahan dilakukan secara bertahap.
Baca juga: Teddy Syach Kaget saat Ziarah ke Makam Rina Gunawan, Sahabat Almarhumah Ternyata Lakukan Hal Ini
Baca juga: MOMEN kala Biarawati Berlutut Memohon pada Militer Myanmar namun Tembakan Tetap Meletus
Beberapa perbaikan yang dilakukan selama operasi mungkin termasuk menempatkan pembukaan uretra di tempat yang tepat, memperbaiki lekukan di penis, dan memperbaiki kulit di sekitar pembukaan uretra.
Karena dokter mungkin perlu menggunakan kulup untuk melakukan beberapa perbaikan, bayi laki-laki dengan hipospadia sebaiknya tidak disunat.(*)
Artikel ini sudah tayang di TRIBUNNEWS.COM