Dipecat karena Ikut KLB, Begini Tanggapan Eks Ketua DPC Partai Demokrat Humbahas Bangun Silaban

Bangun Silaban, dihubungi Tribun-Medan.com, Rabu (10/3/2021), menuturkan, bahwa kini dirinya bukan kader Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY

Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Juang Naibaho
TRIBUN MEDAN / M FADLI TARADIFA
Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Sumut, Moeldoko memberikan pidato perdana di arena Kongres Luar Biasa (KLB) di The Hill Hotel, Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Jumat (5/3/2021) malam. 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Dua ketua DPC Partai Demokrat di Sumut dipecat karena ikut Kongres Luar Biasa (KLB) veris Moeldoko di Sibolangit, Kabupaten Deliserdang.

Keduanya adalah Ketua DPC PD Humbahas, Bangun Silaban dan ketua DPC PD Padangsidimpuan, Khoirudin Nasution.

Bangun Silaban, dihubungi Tribun-Medan.com, Rabu (10/3/2021) malam, menuturkan, bahwa kini dirinya bukan kader Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY sebagai Ketum PD.

"Iya, saya tidak Ketua DPC PD Humbahas lagi," ujar Bangun Silaban, Rabu.

Meski dipecat, Bangun Silaban menyatakan tidak menyesal.

Ia pun memastikan tidak akan mengajukan keberatan atas pemecatan itu.

Mengenai adanya bagi-bagi uang kepada peserta KLB yang hadir, Bangun Silaban mengaku tidak ada menerima uang saku.

"Ah, itu tidak ada. Tidak ada dapat saya. Biaya ke sana biaya sendiri kok. Berat lho," ujarnya.

Lebih jauh terkait langkah politiknya, Bangun tak mau berbicara banyak. Dia hanya berseloroh bahwa saat ini sudah “keok".

"Yah, sudah kalah. Keok, begitu," kata dia yang menyebut dirinya tidak akan laku lagi bermanuver kembali ke PD di bawah kepemimpinan AHY.

"Enggak laku lagi lah, kan bermanuver," ujar Bangun sambil tertawa.

Mengenai karier politik selanjutnya, ia juga menjawab dengan candaan. "Bah modom (tidur)," ucapnya seloroh.

Bangun pun menyatakan siap menerima konsekuensi dipecat oleh Partai Demokrat kepemimpinan AHY .

"Kita kalah karena sudah dipecat," ujar Bangun.

Sebelumnya, Ketua DPD Demokrat Sumut Herri Zulkarnain Hutajulu mengatakan, kadernya tersebut dipecat lantara ikut KLB bersama Muldoko untuk mengkudeta AHY, tempo hari.

"Kader di DPC Humbahas dan Padangsidimpuan kami pecat karena ikut KLB kemarin," ujar Herri, Selasa lalu.

Ia menyebutkan, hingga saat ini kader Demokrat di bawah kepemimpinan AHY tetap termonitor solid.

Kader di Sumut yang menbelot ke KLB, sambung Herri, hanya dari DPC Humbahas dan Padangsidimpuan.

Sebelumnya, mantan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kota Kotamobagu Gerald Piter Runtuthomas.

Mulanya Gerald diiming-imingi uang sebesar Rp 100 juta agar berkenan hadir di KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara.

"Saya ikut karena diiming-imingi uang yang besar, Rp 100 juta. Yang pertama, kalau saya tiba di lokasi maka dapatkan 25 persen dari Rp 100 juta yaitu Rp 25.000.000, selesai KLB akan mendapatkan sisanya yaitu Rp 75 juta," kata Gerald dalam video testimoni yang ditayangkan pada konferensi pers AHY, Senin (8/3/2021), melalui akun YouTube Agus Yudhoyono.

Namun, ternyata sesampainya di lokasi KLB, ia hanya memperoleh uang sebesar Rp 5 juta.

Tak hanya Gerald, peserta lain ada pula yang diiming-imingi bakal diberi Rp 100 juta dan hanya memperoleh Rp 5 juta di lokasi KLB.

Gerald dan sejumlah peserta lain yang diiming-imingi uang tersebut pun melayangkan protes karena tak mendapat besaran uang yang dijanjikan.

Peserta KLB yang protes itu antara lain berasal dari Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara, termasuk dirinya.

Ia tidak terima hanya mengantongi Rp 5 juta karena merasa telah berkorban dengan melawan ketua DPC di daerahnya untuk dapat hadir di KLB tersebut.

Gerald kemudian menyebut sosok Nazaruddin yang kemudian memberikannya uang tambahan sebesar Rp 5 juta.

Tak hanya kepada Gerald, Nazaruddin juga membagi-bagikan uang sebesar Rp 5 juta kepada peserta lain yang protes lantaran tak mendapat besaran uang sesuai yang telah dijanjikan agar hadir di KLB.

"Kami berontak karena tidak sesuai harapan, tiba-tiba dipanggil dan ditambahi uang Rp 5 juta oleh Bapak M Nazaruddin," tutur Gerald.

Lebih lanjut Gerald mengungkapkan keheranannya soal voting cepat dalam memilih Moeldoko.

Hal ini yang dianggap janggal olehnya manakala pemilihan dilakukan dengan cara voting berdiri dan pimpinan sidang KLB Jhoni Allen Marbun tiba-tiba saja mengetuk palu tanda terpilihnya Moeldoko telah terpilih.

"Yang menjadi rancu dalam proses KLB ini yaitu pemilihan ketua umum. Pemilihan ketua umum dalam proses KLB ini, secara voting. Ketika ditanya siapa yang akan dipercayakan untuk menjadi Ketum, para peserta berteriak Pak Moeldoko. Ditanya lagi, siapa yang bisa menjadi calon ketua umum, para peserta juga berteriak Pak Marzuki Alie," ucap Gerald.

Gerald menceritakan, Jhoni Allen saat itu berteriak ke para peserta KLB dan menanyakan siapa yang mendukung Moeldoko untuk menjadi ketua umum.

"Semua berdiri, angkat tangan ke atas. Ya, kita pilih Pak Moeldoko," ujar Gerald menirukan suara Jhoni Allen kala itu.

Ia melanjutkan, Jhoni Allen kemudian bertanya kepada para peserta yang memilih Marzuki Alie sebagai ketua umum.

Para peserta pendukung Marzuki Alie pun lantas langsung berdiri dan mengangkat tangan menandakan dukungannya.

"Tiba-tiba, Pak Jhoni Allen langsung mengetuk palu, bahwa yang terpilih Ketua Umum dalam Kongres Luar Biasa ini adalah Pak Moeldoko. Yang sementara Pak Moeldoko ini tidak ada di tempat musyawarah, tidak ada di tempat KLB. Hanya ada Pak Marzuki Alie, tetapi sudah ditetapkan sebagai ketua," jelas Gerald.

Atas dasar voting kilat itu, ia menyimpulkan ada kejanggalan dalam pola pemilihan ketua umum. 

KTA Khusus untuk Moeldoko

Menurut Gerald, Moeldoko masuk menjadi anggota Demokrat saat KLB berlangsung. Hal itu baru diketahuinya ketika Jhoni Allen membacakan tata tertib KLB.

Sepengetahuan dia, Moeldoko menjadi anggota Demokrat dengan nomor khusus yang diberikan oleh kubu kontra-AHY. 

"Ada di pasal 20 poin 5, anggota dan kader Demokrat yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota (KTA) Partai Demokrat dan atau kader yang baru masuk melalui KLB ini maka yang bersangkutan ditetapkan telah memiliki KTA Partai Demokrat dengan nomor khusus atau spesial," tuturnya.

Usai pembacaan tata tertib, Gerald mempertanyakan mengapa Moeldoko baru ditetapkan menjadi anggota saat KLB berlangsung.

Kemudian ia bertanya-tanya siapa yang menandatangani KTA milik Moeldoko. Sebab, kata dia, KTA akan sah apabila ditandatangani oleh ketua umum.

"Kan harus ditandatangani Ketua Umum. Kebetulan saya punya KTA juga yang ditandatangani oleh Ketua Umum waktu itu masih Pak SBY. Ini contohnya saya kasih lihat ya. Jadi KTA ini, ini KTA saya, ini ada Ketua Umum dengan Sekjen, Pak Hinca waktu itu," ujarnya.

(jun/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved