KUTUKAN Kecantikan Rara Oyi Bikin Raja dan Putra Mahkota Jatuh Hati, Memicu Pembantaian Berdarah

Sang pangeran Mataram, atas perintah Raja Mataram Sunan Amangkurat I  yang tak lain adalah ayahnya sendiri, membunuh wanita yang sangat dicintainya.

Editor: Tariden Turnip
Istimewa via Wikimedia
Sunan Amangkurat I - KUTUKAN Kecantikan Rara Oyi Bikin Raja dan Putra Mahkota Jatuh Hati, Memicu Pembantaian Berdarah 

TRIBUN-MEDAN.COM - KUTUKAN Kecantikan Rara Oyi Bikin Raja dan Putra Mahkota Jatuh Hati, Memicu Pembantaian Berdarah

Kisah tragis kecantikan remaja putri Surabaya Rara Oyi ( Rara Hoyi) menjadi legenda yang mengiringi kehancuran kerajaan besar yang pernah berkuasa di Tanah ( Pulau) Jawa.

Kecantikan Rara Oyi bukan hanya menjadi bencana bagi dirinya, tapi bagi puluhan orang yang dieksekusi pasukan Mataram dan akhirnya berkontribusi tumbangnya kerajaan Mataram.

Bencana berawal saat kecantikan Rara Oyi memikat Sunan Amangkurat I (1645- 1677) dan anaknya Putera Mahkota.

Akhirnya Rara Oyi harus kehilangan nyawa di tangan suaminya sendiri, Putra Mahkota.

Sang pangeran Mataram, atas perintah Raja Mataram Sunan Amangkurat I  yang tak lain adalah ayahnya sendiri, membunuh wanita yang sangat dicintainya.

Penyebabnya?

Sang Raja Mataram ternyata juga menaruh hati pada kecantikan Rara Oyi dan tak rela jika anaknya sendiri yang justru menikahi pujaan hatinya.

Berikut kisah lengkapnya, yang berakhir dengan sebuah pemberontakkan yang tak kalah kejinya.

Ini adalah peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I (1645- 1677) sebagai mana dapat kita baca dalam Kitab Babad Tanah Jawi.

Pusara Roro Oyi di makam Banyusumurup, Girirejo, Imogiri. Roro Oyi jadi korban pertikaian tragis antara Sunan Amangkurat I dan Putra Mahkota pada masa 1668-1669.
Pusara Roro Oyi di makam Banyusumurup, Girirejo, Imogiri. Roro Oyi jadi korban pertikaian tragis antara Sunan Amangkurat I dan Putra Mahkota pada masa 1668-1669. (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Disebutkan bahwa, setelah Surabaya dapat ditundukkan oleh Sultan Agung maka Adipati Surabaya, Pangeran Pekik, tidak dihukum karena Sultan Agung sadar bahwa Surabaya memiliki potensi terbesar sebagai penunjang kekuatan Mataram.

Pangeran Pekik malah dikawinkan dengan adinda Sunan Amangkurat I, Ratu dan Pandansari, kedudukannya pun sebagai Adipati Surabaya tidak dicabut.

Namun karena ia diminta tetap tinggal di Mataram, maka Pangeran Pekik menunjuk Ngabehi Mangunjaya sebagai wakilnya untuk menjalankan pemerintahan di Surabaya.

Ikatan Mataram— Surabaya dalam perkawinan itu semakin dipererat ketika Putera Mahkota (yang kelak menggantikan Sultan Agung sebagai Sunan Amangkurat I) dikawinkan dengan Puteri Pangeran Pekik.

Setelah Amangkurat I naik tahta, maka putera dari hasil perkawinannya dengan Puteri Pangeran Pekik dijadikan Putera Mahkota (dan kelak menjadi Sunan Amangkurat II). Sang Putera Mahkota ini tinggal bersama kakeknya, Pangeran Pekik.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved