Muhammadiyah Bolehkan Nakes Tangani Covid-19 dan Pasien Positif tak Berpuasa, Ini Alasannya
Tidak terkecuali persoalan yang dihadapi terkait covid-19 baik bagi tenaga medis maupun yang berstatus pasien positif covid-19.
TRIBUN-MEDAN.com - Menjelang masuknya bulan suci Ramadhan 1442 H atau Ramadan 2021 –saat umat Islam diwajibkan melaksanakan puasa selama 30, banyak pertanyaan yang muncul khususnya terkait masalah kesehatan.
Tidak terkecuali persoalan yang dihadapi terkait covid-19 baik bagi tenaga medis maupun yang berstatus pasien positif covid-19.
Menyikap kegalauan dan keraguan apakah orang yang menunaikan bagi tenaga medis dan pasien boleh-tidaknya menunai ibadah puasa, Muhammadiyah menyikapinya
Dilansir Tribunmedan.com dari Warta Kota, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah melalui tuntutan ibadah Ramadhan 1422 Hijriah dalam kondisi darurat Covid-19, membolehkan tenaga kesehatan yang menangani kasus Covid-19, tak menjalani puasa di Bulan Ramadan.
Tuntutan ini berada pada surat edaran yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti.

Muhammadiyah memperbolehkan para tenaga kesehatan tidak puasa, demi menjaga kekebalan tubuh selama menangani kasus Covid-19.
"Untuk menjaga kekebalan tubuh dan dalam rangka berhati-hati guna menjaga agar tidak tertular."
"Tenaga kesehatan yang sedang bertugas menangani kasus Covid-19, bilamana dipandang perlu, dapat meninggalkan puasa Ramadan."
"Dengan ketentuan menggantinya setelah Ramadan sesuai dengan tuntunan syariat," bunyi surat tersebut yang diterima Tribunnews, Senin (29/3/2021).
Muhammadiyah mendasarkan pada hadist dan ayat Alquran yang mengajak Umat Islam untuk waspada atau berhati-hati.
Serta, larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan dan kemudaratan yang berarti keharusan menjaga diri.
"Tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 membutuhkan kekebalan tubuh ekstra, sehingga boleh tidak berpuasa."
"Dan apabila tetap berpuasa dikhawatirkan justru akan membuat kekebalan tubuh dan kesehatannya menurun, dan itu bisa menimbulkan mudarat," tulis surat tersebut.
PP Muhammadiyah juga memperbolehkan orang yang positif Covid-19 tidak berpuasa Ramadan.
Mengingat, puasa Ramadan wajib dilakukan, kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik.
"Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik yang bergejala maupun tidak bergejala atau disebut Orang Tanpa Gejala (OTG), termasuk dalam kelompok orang yang sakit ini," tulis surat tersebut.
Pasien Covid-19 mendapatkan keringanan meninggalkan puasa Ramadan dan wajib menggantinya setelah Ramadan, sesuai tuntunan syariat.
Vaksinasi Tidak Membatalkan Puasa
Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan tuntutan ibadah Ramadhan 1422 Hijriah dalam kondisi darurat Covid-19.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti tersebut, Muhammadiyah menyatakan vaksinasi tidak membatalkan puasa, termasuk puasa Ramadan.
"Vaksinasi dengan suntikan boleh dilakukan pada saat berpuasa, dan tidak membatalkan puasa," tulis tuntunan tersebut.
PP Muhammadiyah berpandangan vaksinasi tidak membatalkan puasa, karena vaksin diberikan tidak melalui mulut atau rongga tubuh lainnya seperti hidung.
Serta, tidak bersifat memuaskan keinginan, dan bukan pula merupakan zat makanan yang mengenyangkan atau menambah energi.
Yang membatalkan puasa adalah aktivitas makan dan minum, yaitu menelan segala sesuatu melalui mulut hingga masuk ke perut besar, sekalipun rasanya tidak enak dan tidak lezat.
"Suntik vaksin tidak termasuk makan atau minum."
"Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Alquran surah al-Baqarah [2] ayat 187," jelas surat tersebut.
Tuntutan ini sejalan dengan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuscular tidak membatalkan puasa.
Injeksi intramuskular adalah injeksi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat mengeluarkan fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang hukum vaksinasi Covid-19 saat berpuasa, Selasa (16/3/2021).
Fatwa ini dikeluarkan, mengingat bulan depan sudah memasuki Bulan Ramadan.
Khusus terkait vaksinasi, Komisi Fatwa MUI Pusat sudah pernah mengeluarkan Fatwa Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi.
“Ini sebagai panduan bagi Umat Islam agar dapat menjalankan puasa Ramadan dengan memenuhi kaidah keagamaan."
"Pada saat yang sama, ini dapat mendukung upaya mewujudkan herd immunity melalui vaksinasi Covid-19 secara masif,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, Selasa (16/3/2021), dikutip dari mui.or.id.
Asrorun menjelaskan, vaksinasi adalah pemberian vaksin dengan cara disuntikkan atau diteteskan ke dalam mulut, untuk meningkatkan produksi antibodi guna menyangkal penyakit tertentu.
Pada kasus vaksinasi Covid-19, jenis vaksin yang digunakan dengan menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.
Model ini dikenal juga dengan istilah injeksi intramuskular.
“Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular (suntik) tidak membatalkan puasa."
"Hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar),” tuturnya.
Dia menyampaikan, dalam fatwa tersebut, MUI merekomendasikan pemerintah melakukan vaksinasi Covid-19 pada Bulan Ramadan, sehingga penularan Covid-19 dapat dicegah.
Vaksinasi pada Bulan Ramadan tersebut juga harus memperhatikan kondisi Umat Islam yang sedang berpuasa.
Agar vaksinasi tetap berlangsung lancar, fatwa tersebut, ujar Kiai Niam, juga merekomendasikan agar vaksinasi dilaksanakan pada malam hari.
Jika vaksinasi dilaksanakan pada siang hari, dikhawatirkan bisa membahayakan masyarakat yang sedang berpuasa karena kondisi fisik mereka lemah.
“Umat Islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan oleh Pemerintah, untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari wabah Covid-19,” paparnya. (Fahdi Fahlevi)
Baca Artikel Lain Tenaga Kesehatan
Baca Artikel Lain Puasa Ramadhan 1442 H
(*/ tribunmedan.id)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Muhammadiyah Bolehkan Tenaga Kesehatan Tangani Kasus Covid-19 Tak Puasa Ramadan, Juga Pasien Positif