News Video
DPRD Sumut akan Panggil PT TPL, Diduga Lakukan Kriminalisasi ke 70 Masyarakat Adat
Masyarakat Adat Natungmika, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, audiensi ke DPRD Sumatera Utara, Rabu (7/4/2021).
TRIBUN-MEDAN.com - Masyarakat Adat Natungmika, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, audiensi ke DPRD Sumatera Utara, Rabu (7/4/2021)
Mereka menuduh PT Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan kriminalisasi kepada Masyarakat Adat Natungmika.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak, menyebutkan DPRD Sumut berjanji memanggil Polres Tobasa dan PT TPL dan menggelar rapat dengar pendapat (RDP).
"Kedua, DPRD Sumut akan komunikasi langsung dengan Polres Toba untuk menghentikan proses hukum yang berlangsung," kata Roganda Simanjuntak.
Baca juga: DPRD Sumut Janji Panggil Pertamina untuk Protes Kenaikan Harga BBM
Baca juga: Tiga Warga Dilaporkan PT TPL Ke Polisi, Masyarakat Adat Natungmika Mengadu ke DPRD Sumut
Tak sampai di situ, anggota dewan juga akan turun ke lapangan untuk bertemu masyarakat Natungmika.
Roganda mengapresiasi langkah tersebut dan berharap terealisasi agar memberi rasa keadilan kepada masyarakat Natungmika.
Dia pun mejelaskan upaya kriminalisasi sudah terjadi berulang kali.
Saat ini tiga orang masyarakat Adat Natungmika dilaporkan karena dituduh merusak tanaman perusahaan.
Catatan AMAN Tano Batak ada 70 orang masyarakat adat yang dikriminalisasi oleh PT TPL.
Kalau ini terus dibiarkan akan melemahkan gerakan masyarakat adat lain yang sedang gencar memperjuangkan tanah adatnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) Tongam Panggabean menjelaskan cara penangan Polsek Tobasa saat ini seperti centeng perusahaan.
Dia menjelaskan, setahun terakhir sudah ada peraturan daerah nomor 1 tahun 2020 tentang hak Ulayat masyarakat adat di Kabupaten Toba Samosir.
Seharusnya dengan ada aturan ini paradigma kepolisian dapat berubah. Misalnya polisi tidak boleh memakai kaca mata kuda, hanya dengan menggunakan KUHP untuk mengkriminalisasi masyarakat.
"Sudah ada peraturan daerah yang telah menjadikan masyarakat adat sebagai subjek hukum. Oleh karena itu dia perlu perlindungan dan kepastian hukum. Kalau itu belum dirasakan masyarakat, apa gunanya perda ini?" ujar Tongam.
Oleh karena itu kepolisian harus memiliki paradigma berkeadilan sosial atau aktif dengan regulasi yang ada. Sangat fatal jika polisi tidak melihat perkembangan peraturan undang - undang yang lain.
Menurutnya, secara nasional pemerintah sedang gencar untuk memperhatikan masyarakat adat. Selain itu, polisi juga lagi getol membangun image baru dengan image humanis.
Tapi kalau pendekatannya seperti ini, kita jadi sangat meragukan itu. Tambahannya, ketika perda itu keluar, ada upaya masyarakat adat mengidentifikasi tanah Ulayat itu. Makanya polisi jangan memandang ini sebelah mata dengan menjadi tukang pukul perusahaan," katanya tegas.
Sementara itu, Koordinator Corporate Communication PT TPL Dedy Armaya menjelaskan sampai saat ini pihaknya tunduk dan taat terhadap peraturan undang - undang yang diberlakukan pemerintah.
"PT TPL juga menghormati hukum adat yang berlaku di daerah tersebut. Karena perusahaan ini ini dibangun bukan untuk main main melainkan berdampingan dengan masyarakat," ujarnya.
Dia menjelaskan PT TPL memiliki kawasan berdasarkan HGU oleh pemerintah dan kini menjadi HTI.
Terkait masyarakat Natumingka diakuinya telah melaporkan tiga orang pada 24 Oktober 2020. Dia menjelaskan PT TPL terpaksa harus melaporkan ke pihak berwajib karena adanya perusakan tanaman Ekaliptus sebanyak 7 ribu batang yang baru ditanam untuk kegiatan HTI perusahaan.
"Itu video dan barang buktinya ada dan kemudian diproses hukum," ucapnya.
Ia pun menepis anggapan PT TPL melakukan kriminalisasi. Ia menegaskan TPL tidak pernah menghargai hukum adat di wilayah tersebut.
"Perusahaan tidak mau bersinggungan dengan masalah itu. Tapi itu adalah wilayah HTI perusahaan yang sudah kita usahain dan diberikan izin oleh pemerintah. Jadi kita bukan masuk ke wilayah adat masyarakat dan merusak tanaman mereka. Malah tanaman kita yang dirusak," pungkasnya.
(cr8/tribun-medan.com)