Pemprov Sumut Akui BBM Naik Karena Pergub yang Dikeluarkan Gubernur Edy Rahmayadi
"Belajar dari provinsi lain, memang kenaikan tarif yang dibuat di provinsi lain berdampak ke harga BBM," jawab Victor.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sekretaris Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Sumatera Utara (Sumut) Victor Lumbanraja akui kenaikan harga BBM berkaitan dengan peningkatan tarif pajak kendaraan.
Hal itu disampaikan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat oleh DPRD Sumut, Senin (12/4/2021).
Rapat itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi B Zeira Salim Ritonga dan dikuti juga oleh Mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia serta pihak Pertamina Sumbagut.
Di pertengahan RDP, Victor menjelaskan awal mula kenaikan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang tertuang dalam Pergub no 1 tahun 2021.
"Kami awali dengan UU 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Di sana diamanatkan bahwa tarif pajak kendaraan bermotor itu maksimal 10 persen," kata Victor.
Dari UU nomor 28, Pemprov Sumut pun menerbitkan perda nomor 1 tahun 2011 yang kemudian diganti menjadi perda nomor 6 tahun 2018 tentang pajak daerah di Sumut.
"Di sana kita nyatakan tarif itu 10 persen, nah perda ini kemudian kita turunkan dalam peraturan gubernur nomor 22 tahun 2011 disana juga kita cantumkan tarif PBBKB itu 10 persen," ucapnya.
Di antara selang waktu ini, lanjut Victor, terbitlah peraturan presiden nomor 36 tahun 2011 yang menyatakan pembatasan tarif itu hanya 5 persen.
Menyikapi Perpres itu itu, Pergub nomor 22 tahun 2011 kita cantumkan bahan bakar tarifnya 5 persen.
"Nah waktu bergulir terus, sepanjang tahun 2019 dan 2020 provinsi di daratan Sumatera sudah melakukan kenaikan. Sumbar 7,5 persen, Riau 10 persen, Kepri 10 persen, Jambi 7,5 persen, Bengkulu 10 persen, Sumsel 7,5 persen, Bangka Belitung 7,5 persen dan lampung 7,5 persen," jelasnya
Tinggal dua provinsi yang tidak menaikkan tarif yaitu Aceh dan Sumut.
Oleh karena itu, Pemprov Sumut melakukan pertemuan intens dengan pihak Pertamina untuk mengikuti kebijakan provinsi tetangga.
"Sehingga berdasarkan asumsi-asumsi kajian yang kita lakukan, terbitlah peraturan nomor 1 tahun 2021 tentang petunjuk pelaksanaan PBBKB untuk menetapkan tarif 7,5 persen untuk BBM non subsidi," katanya.
Pernyataan itu pun dibalas oleh Zeira selaku wakil komisi B yang memimpin sidang, "Artinya pihak pemerintah sudah mengetahui akibat dari kenaikan tarif ini berimbas pada kenaikan harga penjualan?"
"Belajar dari provinsi lain, memang kenaikan tarif yang dibuat di provinsi lain berdampak ke harga BBM," jawab Victor.
Kemudian, Zeira menarik kesimpulan bahwa kenaikan BBM 200 rupiah bukanlah peristiwa dadakan.
Pasalnya, kenaikan harga sudah diprediksi berdasarkan kenaikan tarif dari PBBKB.
Diberitakan sebelumnya, Mahasiswa kecewa dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD Sumut terkait dengan kenaikan harga BBM yang terkesan main - main.
"Kami kecewa dengan RDP hari ini. Karena tadi kami mendapat informasi RDP hari ini akan dibatalkan sepihak oleh DPRD Sumut," kata Fahrul Rozy Panjaitan, Kabid Kebijakan Publik KAMMI Sumut di Jalan Imam Bonjol, Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (12/4/2021).
Informasi itu dianggapnya sebagai bentuk kongkalikong antara DPRD Sumut dengan pengusaha agar KAMMI tidak datang.
Padahal sebelumnya, lanjutnya, KAMMI telah menggelar aksi dan audiensi dengan DPRD Sumut untuk menggelar RDP untuk membahas kenaikan BBM dengan pihak terkait dan berkepentingan lainnya.
"Padahal sebelumnya kita sudah sepakat hari ini RDP. Tapi ini seperti terjadi pembohongan publik," ujarnya.
(cr8/tribun-medan.com)