Polemik Vaksin Nusantara
Sampai Nama Jenderal Andika Perkasa Mulai Disebut, Polemik Vaksin Nusantara dan Peneliti Asing
Jenderal Andika Perkasa diminta bersikap mengenai proses pembuatan Vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta.
TRIBUN-MEDAN.com - Vaksin Nusantara semakin menarik perhatian terlebih dengan munculnya kontroversi terkait proses pembuatan vaksin yang kini mulai dipertanyakan statusnya sebagai Vaksin buatan Indonesia itu.
Yang terbaru, nama Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal Andika Perkasa mulai disebut-sebut terkait kontroversi Vaksin Nusantara ini.
Jenderal Andika Perkasa diminta bersikap mengenai proses pembuatan Vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta.
Pasalnya, polemik vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta dinilai makin 'panas'.
Karenanya, Jenderal Andika Perkasa diminta bisa mencegah munculnya kegaduhan dan polemik yang berkepanjangan yang bisa meresahkan masyarakat, terutama dalam hal transparansi kegiatan yang dilakukan dr Terawan terkait dengan vaksin Nusantara.
Proses pembuatan Vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta dianggap berpotensi meresahkan masyarakat, lantaran disinyalir tak terbuka alias tertutup.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menyebut sikap Jenderal TNI Andika Perkasa dibutuhkan untuk menghalau kegaduhan dan polemik yang berkepanjangan.
IPW juga mendapati adanya surat Kepala RSPAD yang ditujukan ke Kasad terkait Vaksin Nusantara itu.
Info yang diperoleh IPW, Surat Kepala RSPAD yang ditujukan ke Kasad itu berisikan empat poin. Yakni;
1. Sehubungan dengan info info di medsos berkaitan dengan pemberian Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto perlu kami laporkan beberapa hal sbb:
a. Penelitian Fase ke-2 tengah dalam proses penyiapan. Ethical clearance sedang dalam proses pembahasan di Komite Ethic RSPAD Gatot Soebroto.
b. Mempedomani juk Bapak KASAD, Sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto kami sudah menekankan kepada Tim Peneliti untuk mengikuti tahapan penelitian serta strick pada kriteria inklusi & eksklusi penelitian demi validitas penelitian.
2. Banyak pejabat publik, anggota DPR dan masyarakat yang meyakini bahwa vaksin tersebut bagus (padahal masih dalam proses penelitian).
3. Apabila ada pejabat publik, politisi dan masyarakat yang akan diambil darahnya besok atau lusa berarti hal tersebut baru pengambilan sampel dan bukan pemberian vaksin nusantara. Proses dari pengambikan sampel sampai pemberian sel dendritik rerata 7-8 hari. Sampel yang diambil dan tidak memenuhi kriteria inklusi kami tekankan kepada peneliti untuk tidak dimasukkan dlm sampel penelitian.
4. Mohon menjadi maklum dan mohon petunjuk.
"Dengan adanya surat Kepala RSPAD dan datangnya sejumlah tokoh ke RSPAD, serta munculnya polemik, Kasad perlu bersikap agar tidak muncul keresahan di masyarakat dan keyakinan publik pada Vaksin Nusantara temuan dokter perwira TNI AD itu makin solid, " kata Neta.
Seperti diketahui Vaksin Nusantara menjadi viral setelah sejumlah tokoh dan anggota DPR datang ke RSPAD, yang katanya untuk diberi vaksin 'temuan' Dr Terawan.
Melihat fenomena ini sejumlah kalangan, termasuk BPOM mengkritisinya.
Tak pelak kegaduhan pun muncul, agar kegaduhan tidak berkembang menjadi keresahan masyarakat.
Neta juga meminta DPR bersikap, mengingat sejumlah anggotanya ikut hadir di RSPAD untuk mendapatkan Vaksin Nusantara.
"DPR mesti terbuka kepada rakyat, apa sesungguhnya yang terjadi dengan para anggotanya setelah hadir di RSPAD. Sikap terbuka perlu juga disampaikan Kasad mengingat RSPAD di bawah kendali Kasad dan adanya surat dari Kepala RSPAD, " imbuhnya.
Anggota DPR RI 'Vaksinasi' Vaksin Nusantara
Sejumlah anggota DPR RI lintas fraksi menjalani proses vaksinasi menggunakan vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rombongan itu mengatakan, proses pertama tahapan vaksinasi menggunakan vaksin Nusantara yaitu pengambilan sampel darah.
Nantinya, setelah sel dendiritik dalam darah diolah selama tujuh hari, barulah vaksin disuntikkan ke dalam tubuh.
Dasco meminta semua pihak tidak mengadu institusi DPR dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait pengembangan Vaksin Nusantara.
Diketahui, sebelumnya BPOM belum merestui vaksin gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu melalui uji klinis fase II.
Hal itu dikatakan Dasco usai menjalani proses tahapan vaksinasi menggunakan vaksin Nusantara, di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).
"Media harap membantu agar DPR tidak diadu-adu dengan BPOM karena sebenarnya tujuan dewan dengan tujuan BPOM itu sama, bagaimana vaksin ini bisa berlangsung dengan baik di negeri kita," kata Dasco.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo ikut menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Gatot tampak hadir untuk pengambilan sampel darah di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Gatot mengaku Terawan menawari dirinya menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara.
"Begini, saya ini lahir di sini, makan di sini minum di sini, diberi ilmu dan dididik seorang prajurit di bumi Pertiwi. Kemudian ada hasil karya putra Indonesia yang terbaik kemudian uji klinik kenapa tidak? apa pun saya lakukan untuk bangsa dan negara ini," kata Gatot di lokasi.
Gatot tidak mempermasalahkan meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum merestui vaksin Nusantara dilanjutkan uji klinis fase II.
Dia menegaskan, akan mendukung setiap produk yang diciptakan anak bangsa.
BPOM: Peneliti Indonesia Tidak Mengikuti Jalannya Penelitian
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendapati beberapa temuan saat melakukan inspeksi proses pembuatan Vaksin Nusantara.
Salah satu temuan yang diungkap Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito adalah posisi peneliti Indonesia dalam penelitian vaksin Nusantara ini yang ternyata tidak mengikuti jalannya penelitian.
Dilansir dari Kompas.com, Penny mengatakan, dalam proses pembuatan vaksin Nusantara ditemukan kelemahan-kelemahan terkait penjaminan mutu dan keamanan.
"Semua pertanyaan (saat hearing) dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc, USA, di mana dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut. Peneliti utama: dr Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan karena tidak mengikuti jalannya penelitian," pungkasnya.
Adapun tim peneliti vaksin Nusantara terdiri dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan; RSUP Dr Kariadi, Semarang; Universitas Diponegoro, Semarang; dan Aivita Biomedical dari Amerika Serikat.
Peran Perusahaan Amerika Serikat
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengungkapkan, sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian utama dalam penelitian dan pengembangan vaksin Sel Dendritik atau yang dikenal vaksin Nusantara.
BPOM menyoroti pelibatan perusahaan asing AIVITA Biomedical Inc.
Penny menyebut perusahaan farmasi asal Amerika Serikat itu tidak melibatkan peneliti Indonesia dalam penelitian vaksin Nusantara
Sementara pelibatan orang Indonesia sebatas subyek penelitian atau relawan.
"Pelaksanaan uji klinik ini dilakukan oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc. USA, yaitu orang asing yang bekerja di Indonesia untuk meneliti menggunakan subjek orang Indonesia, tidak dapat ditunjukkan ijin penelitian bagi peneliti asing di Indonesia," jelas Penny dalam konferensi persnya.
Terkait hal tersebut, belum ada kontrak antara Aivita Biomedical dengan RSUP Dr. Kariadi.
Perjanjian kerjasama yang ada antara Badan Litbangkes dengan PT Rama Emeralds tidak menyebutkan apa yang menjadi kewajiban dari Aivita Biomedical Inc dalam uji klinik vaksin dendritik yang dilakukan di Indonesia dan lingkupnya hanya untuk uji klinik fase II dan fase III.
Dengan perjanjian seperti ini membuat pihak AIVITA Biomedical merasa tidak punya kewajiban untuk bekerja sesuai standar dan peraturan di Indonesia.
Data Penelitian Tersimpan Di Server Amerika Serikat
Lebih jauh menurut Penny, data-data penelitian disimpan dan dilaporkan dalam electronic case report form menggunakan sistem elektronik dengan nama redcap cloud yang dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc dengan server di Amerika.
Ia melanjutkan, kerahasiaan data dan transfer data keluar negeri tidak tertuang dalam perjanjian penelitian, karena tidak ada perjanjian antara peneliti Indonesia dengan AIVITA Biomedical Inc. USA.
Berdasarkan penjelasan CEO AIVITA Indonesia, mereka akan mengimpor obat-obatan sebelum produksi di Indonesia.
Metode pembuatan dan paten dimiliki oleh AIVITA Biomedica Inc. USA, sekalipun telah dilakukan transfer of knowledge kepada staf di RS. Kariadi, tetapi ada beberapa hal yang masih belum dijelaskan terbuka, seperti campuran medium sediaan vaksin yang digunakan.
"Dalam menjelaskan proses pembuatan vaksin dendritik, terlihat kelemahan- kelemahan dalam penjaminan mutu dan keamanan pada pembuatan produk uji yang menurut pengakuan tim peneliti memang tidak dilakukan dan akan diupayakan untuk perbaikan," terang dia.
Bahkan, semua pertanyaan dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc, USA, dimana dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut.
(*/ Tribun-Medan.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menanti Sikap Tegas Jenderal TNI Andika Soal Kontroversi Vaksin Nusantara, IPW: agar Tidak Resah