Breaking News

Ramadan di Swedia, Novita Rindu Dengar Suara Bedug dan Adzan Magrib

"Kadang kalau sedang rindu sekali makanan Indonesia saya coba memasak makanan Indonesia sendiri di rumah," katanya.

Istimewa / Tribun Medan
Novita Supardi, mahasiswi S2 program Marketing di Stockholm University, Stockholm, Swedia. Dirinya kini tengah menjalani puasa jauh dari kampung halaman 

TRIBUN-MEDAN.com - Ramadan kali ini merupakan Ramadan kedua kalinya yang dijalani Novita jauh dari keluarga.

Perempuan dengan nama lengkap Novita Supardi ini tengah menjalani studi S2 dengan program Marketing di Stockholm University, Stockholm, Swedia. Ia telah berada di Stockholm sejak Agustus 2019 lalu. 

Saat ini, terangnya di Stockholm sedang musim semi. Durasi puasa lebih ringan dibandingkan tahun lalu. 

"Pengalaman paling menarik selama berpuasa di sini yaitu durasi puasa yang panjang. Tapi sekarang sudah mulai beradaptasi dan memang durasi puasanya lebih pendek," ujar Novita saat berbincang dengan tribun-medan.com, Kamis (22/4/2021).

Saat ini, kata Novita di Stockholm waktu imsak sekitar pulul 3.45 dan buka sampai jam 20.19.

"Tapi itu bakal berubah sampai imsaknya nanti di akhir sekitar 2.47an bukanya jam 21.14," tambahnya.

Bagi Novita, kondisi pandemi yang belum stabil di Swedia menjadikan Ramadan yang ia jalani tidak jauh beda dari tahun lalu.

Namun, ia mengaku puasa di tahun kedua ini menjadi lebih mudah karena dirinya sudah mulai beradaptasi.

"Puasa tahun ini keadaannya sama seperti tahun lalu karena masih adanya pandemi. Di tahun kedua, saya semakin mudah untuk mengikuti waktu puasa di Swedia yang lebih panjang waktunya dari Indonesia," katanya.

Berada jauh dari keluarga di Bandar Lampung membuat mahasiswi jurusan Marketing ini harus mengatasi sendiri rasa rindu kampung halaman yang dirasakannya.

Ia mengaku rutin menelepon keluarga di rumah melalui saluran panggilan video.

"Untuk keseharian, kami melakukan aktivitas normal karena memang mayoritas warga Swedia kan non-muslim jadi ya tidak ada yang begitu spesial di sini seperti pengurangan jam kerja dan sebagainya seperti yang dilakukan di Indonesia," katanya.

Selain itu, berada di negara yang masyarakat muslim merupakan minoritas menjadikan tidak ada hal khsusus yang dibuat pemerintah untuk warga muslim yang tengah berpuasa.

Novita mengaku dirinya sangat merindukan berbuka bersama keluarga dan teman dekat, terlebih baginya di Stockholm terasa hampa karena berbuka puasa tanpa mendengarkan bedug dan adzan magrib.

"Momen yang paling dirindukan adalah buka bersama keluarga dan teman dekat. Selain itu salat tarawih di masjid dan juga mendengarkan beduk berbuka. Rasanya di sini hampa puasanya enggak dengar adzan maghrib," tutur Novita.

Ia juga mengobati rasa rindunya dengan memasak masakan Indonesia untuk sahur dan berbuka.

"Kadang kalau sedang rindu sekali makanan Indonesia saya coba memasak makanan Indonesia sendiri di rumah," katanya.

Novita menerangkan, momen lebaran juga akan berbeda tahun ini di Stockholm.

Jika sebelumnya dilakukan di wisma KBRI yang ada di Stockholm, namun karena wabah pandemi covid-19 dirinya tidak yakin akan ada perayaan lebaran seperti biasa.

"Untuk hari lebaran, pada tahun sebelumnya diadakan sholat Ied bersama di wisma KBRI Stockholm dan ada acara halal bihalal juga. Tahun ini sepertinya saya tidak yakin akan diadakan dengan kondisi seperti ini," jelasnya.

Dalam waktu dekat, Novita mengatakan dirinya bersama teman-teman Indonesia lainnya yang berada di Stockholm akan melakukan buka puasa dan tarawih bersama tepatnya di akhir pekan ini.

Hal ini sekaligus bisa menjadi pengobat rindu Novita terhadap momen ramadan di kampung halamannya.

"Di sini juga teman-teman Indonesia yang tinggal di satu kawasan student housing sama saya akan berencana buka puasa bareng dan sholat tarawih bareng akhir pekan ini," ungkapnya.

Sehari-hari selama bulan ramadan, Novita mengaku hanya tidur dua jam setelah berbuka puasa dan salat tarawih.

Karena harus bangun dini hari untuk menyantap sahur. Durasi puasa yang setiap harinya bertambah menjadikan Novita harus selalu melek terhadap waktu berbuka dan sahur.

"Menuju musim panas waktu siang akan lebih panjang, kebetulan ini bulan puasa nya hampir memasuki musim panas, jadi nanti semakin menuju akhir ramadan durasi berpuasa nya akan lebih panjang," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa ramadan di Swedia juga terdapat tradisi di masjid-masjid yang ada seperti berbuka puasa bersama dan tarawih bersama, namun hal ini terpaksa ditiadakan karena kondisi pandemi di Swedia yang belum membaik.

"Saya diberitahu oleh teman saya yang memang warga muslim Swedia bahwa biasanya memang ada ibadah seperti tarawih dan juga buka bareng di masjid di Stockholm. Tapi tidak untuk tahun ini karena adanya wabah Covid-19," jelasnya.

Karena wabah Covid-19, seluruh kegiatan Novita selama bulan ramadan dilakukan dari rumah.

"Pandemi Covid-19 yang belum stabil jadi tidak bisa beribadah ke masjid. Pemerintah Swedia juga sudah melarang untuk mengadakan perkumpulan lebih dari 50 orang. Maka dari itu saya tidak bisa merasakan bagaimana suasana Ramadan di Stockholm tahun ini, mungkin tahun depan bisa diberi kesempatan jika wabah ini sudah kelar," pungkasnya.

(cr14/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved