Jokowi tak Meneken UU KPK Hasil Revisi Dipertanyakan, Hakim MK: Tidak Ada Jawaban Pasti

Seorang Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi, Wahiduddin Adams memiliki pendapat berbeda uji formil UU KPK hasil revisi

Editor: Salomo Tarigan
Capture YouTube Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi 

✓ Seorang Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi, Wahiduddin Adams memiliki pendapat berbeda uji formil UU KPK hasil revisi

✓ Hakim Mahkamah Konstitusi pertanyakan sikap Jokowi yang tidak menandatangi UU KPK hasil revisi 

TRIBUN-MEDAN.com -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutus menolak permohonan uji formil UU KPK hasil revisi, UU 19 Tahun 2019 nomor registrasi 79/PUU-XVII/2019 yang diajukan para eks pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Namun seorang Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi, Wahiduddin Adams memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Wahiduddin menyinggung sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak kunjung menandatangani UU KPK hasil revisi tersebut.

Padahal pembentuk UU, yakni DPR dan Presiden sebelumnya telah sepakat merevisinya.

Jokowi tak meneken UU KPK tersebut dan membiarkannya otomatis menjadi undang - undang, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (5) UU 1945 yang menyatakan rancangan undang - undang yang telah disetujui bersama otomatis sah menjadi undang - undang jika dalam kurun waktu 30 hari tidak disahkan oleh Presiden.

Baca juga: HASIL LIGA CHAMPIONS: Manchester City Menang 2-0, di Final Lawan Pemenang Chelsea vs Real Madrid

"Tidak adanya jawaban yang pasti dan meyakinkan mengenai alasan Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU a quo, sehingga pengesahan UU a quo didasarkan pada ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945," kata Wahiduddin dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/5/2021).

Ia menyinggung sikap Jokowi atas UU KPK dengan sikapnya untuk peraturan lain. Pasalnya saat Jokowi tak kunjung meneken UU KPK hasil revisi, tapi di sisi lain ia menetapkan secara segera sejumlah peraturan pelaksana UU 19/2019 tersebut.

Padahal jika tak meneken UU KPK hasil revisi, maka umumnya presiden juga memerlukan waktu yang tidak segera untuk memetapkan peraturan pelaksana atas UU tersebut.

"Hal ini sangat jauh berbeda dengan praktik dan konteks beberapa UU sebelumnya yang pengesahannya juga tidak dalam bentuk tanda tangan Presiden. Di mana pada umumnya Presiden masih memerlukan waktu yang tidak secara segera menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari suatu UU yang tidak ditandatanganinya," jelas dia.

Diketahui, presiden maupun kuasanya tak mampu memberikan penjelasan atas pertanyaan tersebut, bahkan sampai putusan akhir dibacakan.

Sehingga Wahiduddin meyakini UU KPK hasil revisi memang tidak sempurna, memiliki kekurangan, dan menimbulkan kecurigaan sebagaimana pernyataan ahli presiden yang diajukan dalam sidang gugatan ini, Maruarar Siahaan.

"Terhadap fakta ini telah beberapa kali kami minta penjelasan resmi dari kuasa presiden, namun hingga akhir persidangan, hal ini sama sekali tidak diberikan penjelasan," ujarnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved