SAE Nababan Tutup Usia
REKTOR Universitas HKBP Nommensen Kenang Nasihat SAE Nababan jadi 'Kristen Makanan Keras'
Rektor UHN Medan Dr. Haposan Siallagan menyebutkan bahwa seluruh civitas kampus merasakan duka mendalam atas kepergian sosok pimpinan yang dibanggakan
Penulis: Victory Arrival Hutauruk | Editor: Randy P.F Hutagaol
Laporan Wartawan Tribun Medan, Victory Arrival Hutauruk
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Rektor Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan turus merasakan duka cita mendalam atas wafatnya Ompui Ephorus Emeritus HKBP Soritua Albert Ernst yang meninggal pada 8 Mei 2021 lalu.
Rektor UHN Medan Dr. Haposan Siallagan menyebutkan bahwa seluruh civitas kampus merasakan duka mendalam atas kepergian sosok pimpinan yang dibanggakan ini.
"Pertama, Universitas HKBP Nommensen turut berdukacita atas meninggalnya Amang Pdt SAE Nababan. Beliau kita kenal menjadi seorang tokoh yang pernah menjadi pemimpin HKBP dari 1986-1998. Jadi atas nama Universitas kami menyampaikan turut berdukacita atas berpulangnya amang yang kita banggakan ini. Kami tentu dari Universitas merasa kehilangan yang mendalam," tuturnya kepada tribunmedan.com, Minggu (9/5/2021).
Ia bahkan mengenang bagaimana dirinya saat masih menjadi dosen muda pada tahun 1992 ditempat oleh Almarhum Pendeta SAE Nababan untuk menjadi Kristen Makanan Keras.
"Kalau secara pribadi saya tentu nya pernah mendapat bimbingan dari Ompung ini setelah kami diterima dulu tahun 1992 jadi dosen-dosen muda di Universitas HKBP Nomensen. Kalau tidak salah itu Oktober atau November 1992. Kita dibawa 2 minggu di Bumi Perkemahan Zaitun Silangit. Disana diberikan bimbingan selama 2 minggu yang narasumber nya itu salah satu nya adalah Ompung Ephorus ini. Kita betul-betul diajarkan menjadi seorang Kristen Makanan Keras dan itu diterjemahkan nya ketika kita itu harus menjadi dosen yang Makanan Keras juga bukan seperti minum susu katanya," tuturnya dengan nada tegas.
Haposan juga menyebutkan bagaimana dirinya dari dosen muda hingga akhirnya menjadi seorang rektor karena mengikuti jejak Ephorus SAE Nababan.
Ia juga menuturkan bagaimana almarhum mengubah mindsetnya untuk berpikir mendunia dan menjadi
"Kita diajak harus bermental baik, bermental keras tapi baik, berkarakter, berdisiplin, itu dulu kita diajak dan kemudian harus berpikiran global. Nah itu, tahun 92 kita sudah dilatih sama beliau bagaimana kita harus berpikir global, berpikir mendunia. luar biasa. Kemudian juga soal disiplin, etika kita juga diajarin sama beliau," tambah Haposan.
Lebih lanjut, Haposan juga menceritakan bagaimana Pendeta SAE Nababan mengajari dirinya untuk memiliki rencana kerja untuk 2 tahun ke depan.
"Soal tata kerja juga diajarin sama beliau. 2 tahun bekerja harus tahu apa yang harus dikerjakan kata beliau. jadi agenda 2 tahun lagi sudah ada saya susun, luar biasalah saya kira," bebernya.
Ia juga mengaku bangga dengan apa yang sudah dilakukan Pendeta SAE Nababan dalam HKBP dan Gereja dunia.
"Saya kira sungguh luar biasa kekokohan dari pada amang SAE Nababan. Disamping pernah memimpin PGI, pernah menjadi sekretaris PGI, kemudian menjadi Presiden Dewan Gereja Dunia, disamping dia pernah menjadi Ephorus di HKBP. Kita sangat kehilangan lah kita dengan sosok beliau ini," bebernya.
Haposan menyebutkan dirinya terakhir bertemu dengan almarhum pada awal tahun 2020 dan masih dalam keadaan sehat. Namun hingga akhirny terkejut ketika mendengar kabar meninggalnya almarhum.
"Ada bertemu terakhir-terakhir di Pearaja di tahun 2020 itu menghadiri syukuran awal tahun. Saya sangat terkejut, dari kemarin ketika beliau meninggal, 15 menit saya dapat info dari Jakarta. Saya kehilangan perasaan kita, sosok orangtua yang memiliki nilai-nilai yang tinggi," pungkasnya.
Biodata SAE Nababan, Eks Presiden Gereja Dunia Wafat, Ini Perjalanan Hidup Pendeta 5 Zaman
Dilansir dari website SAEnababan.com, diketahui nama lengkap dari Pendeta SAE Nababan adalah Pdt. Dr (HC). Soritua Albert Ernst Nababan LlD.
Pendeta SAE Nababan lebih banyak dikenal generasi menjelang era reformasi. Baik oleh warga jemaat HKBP maupun para aktivis demokrasi kala itu.
Pendeta SAE Nababan lahir di Tarutung 24 Mei 1933 lalu.
Ia mempersunting Alida Lientje Tobing, perempuan yang awal dikenalnya sebagai guru sekolah minggu.
“Saat itu saya memang tidak memberikan perhatian khusus kepadanya, karena pembawaannya yang rendah hati,” kenang SAE dalam bukunya Selagi Masih Siang.
Mereka menikah pada 8 Januari 1964, lalu segera mengikuti tugas penempatan SAE sebagai sekretaris pemuda EACC di Manila.
Alida setia melengkapi peran SAE baik di EACC, di DGI/PGI dan sebagai pimpinan HKBP. Bahkan di era krisis HKBP 1992-1998, ia juga tetap tabah mendukung jalan perjuangan suaminya.
Pendeta Sae Nababan adalah salah satu pendeta yang cukup kritis terhadap Orde Baru, terkait persoalan kemanusiaan, hukum dan keadilan.

Hal ini yang banyak membuatnya harus berhadap-hadapan dengan kepentingan penguasa. Bahkan kerap menjadi target orde baru.
Bahkan saat itu ada intervensi rezim Orba pada krisis HKBP 1992-1998, dimana ia menjadi pimpinan sinode gereja tersebut.
Hal ini lah yang membuatnya dekat dengan dengan tokoh progresif masa itu seperti K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais.
Itu pula yang membuatnya terlibat dalam memfasilitas pertemuan yang mengkonsolidasikan kekuatan sosial-politik jelang reformasi.
Namun S.A.E. – demikian namanya biasa disingkat, adalah juga teolog yang terlibat dalam banyak gerakan ekumenis dunia.
Ide dan pemikirannya tentang bagaimana gereja harusnya bersikap di tengah masyarakat yang majemuk, serta seimbang dalam menyuarakan keadilan dan perdamaian.
Demikian pula peran dan usulan yang ia ajukan terkait pentingnya kesetaraan dan dialog yang terbuka antar umat beragama di Indonesia.
Serta peran yang bisa dikerjakan lembaga keagamaan bagi perkembangan demokrasi dan kemanusiaan.
Refleksinya segar dan tajam serta menyorot hal-hal esensial terkait penghayatan iman Kristiani di tengah zaman yang terus berubah.
Disiplin yang diterapkan di keluarganya sejak kecil, studi teologia yang digelutinya di STT Jakarta hingga Universitas Heidelberg Jerman juga menempanya menjadi pemikir terkemuka.
Aktivitasnya di kegiatan ekumenis dunia sejak masih muda, hingga pengalaman praksisnya memimpin gereja dan lembaga gerejawi memberi andil besar pada kedalaman ide dan pemikiran yang diwacanakannya.
SAE Nababan saat ini saat ini sudah berpulang. Tapi teladan dan pemikirannya sangat layak untuk terus diangkat untuk dipertajam dan dicoba-geluti oleh generasi terkini.
Selamat Jalan Pak Pendeta SAE Nababan. Perjuanganmu untuk rakyat selalu dikenang.
(vic/tribunmedan.com)