Kisah Mantan Pilot Israel
Kisah Yonathan Shapira, Eks Pilot Jet Tempur Ungkap Aib Israel, Ajari Anak Lempar Bom ke Palestina
Pria yang biasa dipanggil Shapira ini diberhentikan dari dinas kemiliteran Israel karena sikapnya yang menentang kebijakan Zionis Israel.
TRIBUN-MEDAN.com - Sebuah fakta dan pengakuan seorang eks pilot pesawat tempur Israel bernama Yonathan Shapira.
Pria yang biasa dipanggil Shapira ini diberhentikan dari dinas kemiliteran Israel karena sikapnya yang menentang kebijakan Zionis Israel.
Selama sepanjang tahun peristiwa Intifada dia menjadi saksi hidup bagaimana bentuk-bentuk kejahatan perang yang dilakukan Israel.
Hal ini menurut pria bernama lengkap Yonatan Shapira sangat bertentangan dengan hati nuraninya, sehingga bersama 27 pilot lainnya menentang kebijakan-kebijakan Israel yang meneror populasi jumlah penduduk Palestina.
Hati trenyuh bagaimana perintah menjatuhkan bom dan rudal ke pemukiman Palestina, karena dia menilai hal ini merupakan kejahatan perang maka Shapira bersama 27 pilot lainnya menentang kebijakan Israel menindas penduduk Palestina.
Baca juga: Anak Palestina Nangis Usai Rumahnya Hancur Akibat Rudal Israel: Kenapa Kami Pantas Menerima Ini?
Akibatnya, pada tahun 2003 dia diberhentikan sebagai pilot tempur yang bertugas di pos mereka di Angkatan Udara Israel sejak 2003.
Berikut ini beberapa fakta pengakuan pilot tempur soal kejahatan perang yang dilakukan Israel:
1. Menyadari Bahwa Dirinya Bagian dari Organisasi Terorisme Sejak Intifada Kedua
Yonathan Shapira selama bertahun-tahun bertugas, baru menyadari bahwa dia bagian dari kejatahan perang dan bertindak seperti bagian dari organisasi terorisme.
"Saya menyadari selama Infifada Kedua, apa yang dilakukan Angkatan udara Israel dan militer Israel adalah kejahatan perang, dengan meneror poplasi jutaan orang Palestina,"
Baca juga: Pantas Saja Berani Melawan TNI-Polri, Ternyata KKB Papua Punya Sederet Senjata Canggih Ini

Diakui, Shapira bahwa, dia membuat keputusan yang benar dan bahkan mengajak 27 pilot lainnya juga keluar dan meninggalkan zionis.
Sebab, tindakan itu tak lagi memperhatikan hak-hak hidup manusia, tetapi sebuah kejahatan.
Padahal, dia masuk menjadi pilot tempur Israel bertujuan untuk kemanusiaan dan menyelamat banyak orang dalam peperangan.
"Saya tidak hanya memutuskan untuk pergi, tetapi mengajak pilot lain yang secara terbuka untuk menolak mengambil bagian di dalam kejahantan ini," tegas Shapira seperti dilansir Anadolue Agency, Senin (17/5/2021).
2. Saksikan Seorang Anak Israel yang tak tahu apa-apa didoktrin membenci Palestina dan dikirim untuk lembar rudal dan Bom.
Shapira mengatakan, apa yang dilakukannya merupakan keputusan yang tepat, sebab dia tak lagi menyaksikan dan terlibat dalam kejahatan-kejahatan perang.
Baca juga: Jihadis Palestina Pamerkan Roket Raksasa yang Siap Hancurkan Pertahanan Israel

Namun yang membuat dia kembali terpanggil untuk angkat bicara, adalah tindakan Israel yang mendoktrin dan mendidik lewat Pendidikan Militeristik Zionis yang sangat kuat.
Anak-anak tersebut sebenarnya tak tahu tentang apapun soal Israel, namun mereka didoktrin dan dilatih untuk menghabisi rakyat Palestina.
Setelah anak-anak itu besar dan kuat, maka mereka dikirim ke kawasan atau pusat kota Palestina.
"Mereka dikirim untuk melempar rudal dan Bom di pusat-pusat kota di Palestina," jelasnya.
Bahkan dia mengungkap tentang Hari Nikba pada 1948 dan penindasan yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina.
3. Tindak Kriminal
Baca juga: PM Israel Pastikan Tidak Akan Berhenti Bom Jalur Gaza Palestina Meski Dikecam

Diakui Shapira, ketika dia dan rekan-rekannya menentang dan menjelaskan kepada pihak Israel bahwa hal itu merupakan kejahatan perang, maka mereka kemudian dipecat.
"Pendudukan ini adlaah tindak kriminal yang sedang berlangsung dan kejahatan perang dan kami tidak ingin terus mengambil dalam kejahatan perang ini," jelasnya.
4. Sempat Tertekan dan Depresi
Diakui Shapira, dia bergabung dengan angkatan udara Israel sebagai pilot tempur dengan tujuan untuk membantu rakyat Israel dan hidup berdampingan dengan Palestina.
Namun, dalam perjalanannya, dia merasa seperti seoran teroris dan melakukan kejahan perang. Akibatnya Shapira sempat mengaku mengalami tekanan psikologis.
"Ini adalah psikologis dan sangat sulit, tetapi begitu anda menyadari bahwa anda adalah bagian dari oragnsiasi teroris, anda akan memahami bahwa anda harus mengatakan tidak, anda harus mengambil konsekuansi," jelasnya.
Baca juga: Delilah hingga Jericho 3, Rudal Israel yang Bisa Bikin Jutaan Warga Palestina Tewas

5. Temui Ketenangan Setelah Tinggalkan Israel dan Bekerja di Norwegia
Diakui Shapira, dia memutuskan benar-benar meninggalkan negaranya sendiri Israel setelah keluar dari militer.
Dia dipecat dari semua pekerjaannya karena ikut menyuarakan dan mendukung hak-hak Palestina.
Bahkan, dengan berani Shapira menggelar konferensi internasional dan mengungkap bahwa Israel saat ini melakukan kejahatan perang terhadap Palestina.
Setelah pergi, Shapira telah pindah dan melanjutkan hidupnya di Norwegia. "Saya adalah bagian dari Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS). Saya mengatakan bahwa Israel adalah negara apartheid, dan saya mengatakan bahwa pemerintah dan komandan saya adalah penjahat perang," kata Shapira.
Korban Israel Ibu dan Anak-Anak
Terungkap jika sebanyak 192 warga Palestina, termasuk 58 anak-anak dan 34 wanita, telah tewas dan 1.235 lainnya terluka sejak Israel memulai serangan udara di Gaza pada 10 Mei.
Bahkan, pada Sabtu malam, pesawat tempur Israel menyerang sebuah rumah di kamp pengungsi al-Shati, di Gaza barat laut. Serangan udara itu menewaskan dua ibu dan delapan anak ketika mereka sedang tidur di rumah.
Ketegangan meningkat sejak pengadilan Israel memerintahkan penggusuran keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur. Hal ini menyebabkan aksi protes dari warga Palestina yang diikuti oleh serangan Israel terhadap warga sipil Palestina.
Baca juga: BUKAN Roket Hamas, Ini Harta Paling Berharga Hamas yang Dibangun Bertahun-tahun

Lalu, Ketegangan di Yerusalem Timur telah meluas menjadi bentrokan antara polisi Israel dan warga Palestina di sekitar Masjid al-Aqsa. Konfrontasi pecah antara warga Palestina dan polisi Israel di beberapa bagian Yerusalem Timur pada Ahad (9/5), termasuk di Sheikh Jarrah dan di luar Kota Tua serta di Haifa, yaitu kota campuran Arab-Yahudi di Israel utara.
Bahkan, Serangan Israel terjadi setelah kelompok Hamas meluncurkan sekitar 100 roket, termasuk tujuh di Yerusalem. Sementara, sisanya menargetkan Ashkelon, Sderot, dan permukiman di dekat Jalur Gaza.
Sementara itu, Serangan roket itu terjadi sebagai tanggapan atas serangan Israel yang berkelanjutan di Masjid al-Aqsa dan penggusuran keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur yang diduduki.
Untuk diketahui, Israel menduduki Yerusalem Timur selama perang Arab-Israel 1967. Israel mencaplok seluruh kota pada 1980 dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Kini serangan-serangan Israel sejak satu pekan yang lalu sudah menewaskan ratusan penduduk Palestina di Gaza, korban tak hanya petinggi Hamas saja, tetapi puluhan wanita dan anak-anak menjadi korban dari serangan Palestina.
(*/ Tribun-Medan.com)
Artikel ini sudah tayang di Sripoku.com