Breaking News

Renungan Waisak

Siswa Buddha Eling dan Waspada Membangun Kepedulian Sosial

Sebagai siswa Buddha yang hidup dalam ke-Bhinneka-an hendaklah mengembangkan perasaan cinta kasih yang tak terbatas kepada semua makhluk.

https://apkpure.com/
Ilustrasi patung Buddha. 

Namo Sanghyang Ādi Buddhaya
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Namo Sabbe Bodhisattāya Mahasattāya

Bulan Waisak telah tiba. Bulan penuh berkah yang dinanti-nanti oleh umat Buddha di seluruh dunia. 

Purnama Siddhi telah bersinar. Kelahiran Agung Bodhisatva, Pencerahan Agung Petapa Gotama dan Mahāparinibbāna Buddha kita peringati dalam bulan penuh berkah ini. 

Tiga peristiwa agung sebagai teladan yang menjadi semangat bagi umat Buddha untuk senantiasa teguh dalam Buddha-dharma.

“Eling dan Waspada” yang lebih dikenal dengan istilah sati sampajañña merupakan proses belajar, berlatih dan praktik dengan perhatian dan pemahaman sejati yang mengedepankan kebijaksanaan. 

Dengan “Eling dan Waspada”, sudah selayaknya umat Buddha di Indonesia menyadari dengan perhatian dan pemahaman sejati bahwa umat Buddha di Indonesia adalah bagian dari makhluk sosial yang tidak hidup sendiri. 

Umat Buddha di Indonesia hidup dalam keberagaman, hidup berdampingan dengan beragam suku, agama, bahasa, adat, budaya, ras dan antar golongan lainnya, menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan keragaman dengan bersemboyankan “Bhinneka Tunggal Ika”. 

Sebagai siswa Buddha yang hidup dalam ke-Bhinneka-an hendaklah mengembangkan perasaan cinta kasih yang tak terbatas kepada semua makhluk (Sn.149). 

Sebagai praktik kepedulian sosial, hendaklah cinta kasih dikembangkan kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan. 

Guru Agung junjungan para dewa dan manusia mengajarkan kepada para siswa-Nya untuk berdana kepada siapa saja, bukan hanya berdana kepada mereka yang merupakan penganut agama Buddha (A.I.161). 

Kepedulian sosial juga ditunjukkan oleh Buddha dengan mengibaratkan seekor lebah yang mengumpulkan madu dari bunga-bunga tanpa merusak warna dan baunya, demikianlah hendaknya siswa Buddha mengembara dari desa ke desa (Dh.49). 

Hidup di masyarakat yang majemuk, hendaklah para siswa Buddha dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan menghindari perselisihan dan perilaku yang dapat menimbulkan pertikaian serta mengganggu keharmonisan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Mereka yang selalu memperhatikan dan mencari-cari kesalahan orang lain, maka kekotoran batin dalam dirinya akan bertambah, dan ia akan semakin jauh dari penghancuran kekotoran-kekotoran batin (Dh.253).

Siswa Buddha sebagai makhluk sosial hendaknya dapat hidup berdampingan dengan penuh cinta kasih dan saling peduli, baik di masa pandemi seperti saat sekarang ini dan di masa mendatang. Melakukan yang terbaik dalam kehidupan dan berlatih Dharma, siaga dan penuh konsentrasi, pada waktunya akan pergi melampaui kekuatan kematian (S.I.52).

Oleh karena itu hendaklah para siswa Buddha memiliki kepedulian sosial dengan sesama umat Buddha, dengan umat beragama lain dan dengan pemerintah. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved