TRIBUNWIKI

SOSOK Lafran Pane, Pahlawan Nasional Asal Sumatera Utara

Meski lahir di Pulau Sumatera, sebagian besar pemikiran dan sumbangsih Lafran dilakukan di D.I Yogyakarta.

Editor: Ayu Prasandi
Pahlawan Nasional, Lafran Pane 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN-Pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2017 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar pahlawan nasional bagi empat tokoh yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara.

Dari keempat nama tersebut, Lafran Pane merupakan satu di antaranya.

Lafran diberikan gelar Pahlawan Nasional bukan tanpa alasan, pemikiran dan jasanya terhadap bangsa dan negara terutama mempertahankan kemerdekaan serta kebangsaan tidak lepas dari nilai keislaman yang diperjuangkannya.

Pahlawan Nasional, Lafran Pane
Pahlawan Nasional, Lafran Pane ()

Lafran Pane lahir di Sipirok, Sumatera Utara, pada tanggal 5 Februari 1922. Ia lahir dari keluarga seniman.

Ayahnya bernama Sutan Panguraban Pane seorang guru dan seniman batak.

Lafran juga merupakan adik dari seniman terkenal Sanusi Pane dan Armijn Pane.

Baca juga: Hidup Berkecukupan Sejak Kecil, Artis Ini Nikahi Pengusaha Kaya, Bingung Urus Menu Makanan Suami

Meski lahir di Pulau Sumatera, sebagian besar pemikiran dan sumbangsih Lafran dilakukan di D.I Yogyakarta.

Pemikiran-pemikiran Lafran Pane mulai menjadi perhatian masyarakat saat ia bersama ke-14 rekannya mendirikan organisasi kemahasiswaan Islam bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Lafran menginisiasi HMI saat ia masih menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang  dikenal dengan Universitas Islam Indonesia (UII) D.I Yogyakarta.

HMI secara resmi terbentuk pada tanggal 5 Februari 1947. Bersama HMI, Lafran menolak pergantian ideologi bangsa dari Pancasila menjadi Komunisme.

Ia juga menolak gagasan Negara Islam yang digagas pendiri gerakan Darul Islam, Kartosoewirjo.

Dalam pembentukan HMI, Lafran dan ke-14 temannya mengusung tiga misi, yaitu untuk mempertahankan Republik Indonesia serta mempertinggi derajat rakyat Indonesia dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Baca juga: Kisah Pasutri Psikopat, Bukti Kejahatannya Terbongkar Karena Lelucon Anak-anak Soal Rumah Seramnya

Diketahui, Lafran disebut sebagai orang yang sangat terbuka terkait pengamalan Pancasila, termasuk pada agama Islam.

Ia menganggap Islam bertumpu pada ajaran yang memiliki semangat dan wawasan modern di segala hal.

Oleh karena itu bersama HMI, Lafran menyosialisasikan bahwa Islam bukanlah kelompok yang hanya mempertahankan tradisi dan pengetahuan tradisional.

Dengan visi misinya tersebut, HMI mampu mengikis fanatisme kelompok yang pada waktu itu mulai meningkat.

Lafran Pane pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI.

Namun, Lafran memilih mundur pada, 22 Agustus 1947 dan memilih menjadi Wakil Ketua Umum.

Semasa hidupnya, selain berorganisasi, Lafran juga menjadi dosen di beberapa universitas, di antaranya IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), UGM, UII, dan IAIN Sunan Kalijaga.

Baca juga: Macaroni Schotel, Makanan Jaman Kolonial Belanda yang Populer, Berikut Cara Membuatnya

Presiden RI Joko Widodo menyampaikan pidatonya pada Musyawarah Nasional (Munas) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ke-10 di Hotel Santika Dyandra, Medan, Sumatera Utara, Jumat (17/11/2017). Dalam kesempatan tersebut Presiden RI Joko Widodo menetapkan Lafran Pane yang merupakan pendiri HMI sebagai pahlawan nasional.
Presiden RI Joko Widodo menyampaikan pidatonya pada Musyawarah Nasional (Munas) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ke-10 di Hotel Santika Dyandra, Medan, Sumatera Utara, Jumat (17/11/2017). Dalam kesempatan tersebut Presiden RI Joko Widodo menetapkan Lafran Pane yang merupakan pendiri HMI sebagai pahlawan nasional. (TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI)

Pada 1 Desember 1966 Lafran diangkat menjadi guru besar untuk mata kuliah Ilmu Tata Negara. Lafran Pane tutup usia pada 24 Januari 1991.

Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) RI no.115/TK/2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan, selain Lafran Pane, Presiden Jokowi juga menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada  M. Zainuddin Abdul Madjid, tokoh asal Nusa Tenggara Barat, Laksamana Malahayati (Keumalahayati), tokoh asal Nanggroe Aceh Darussalam, dan Sultan Mahmud Riayat Syah tokoh asal Kepulauan Riau.

(cr12/tribunmedan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved