News Video
Diduga Korupsi Hingga Rp 2 Miliar Lebih, Napi Koruptor Mantan Bupati Labura H Buyung Disidang Lagi
Selanjutnya terdakwa pun mengeluarkan SK Nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB
Diduga Korupsi Hingga Rp 2 Miliar Lebih, Napi Koruptor Mantan Bupati Labura H Buyung Disidang Lagi
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Berstatus Narapidana (Napi) kasus suap, Mantan Bupati Labuhan Batu Utara H. Kharuddin Syah alis H. Buyung kembali diadili di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/10/2021).
Dalam sidang perdana yang digelar secara daring tersebut, H Buyung didakwa korupsikan dana biaya pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari Sektor Perkebunan pada Tahun Anggaran (TA) 2013, 2014 dan 2015 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labura sebesar Rp 2,18 miliar lebih.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Sipahutar menyebutkan bahwa dalam 3 Tahun Anggaran (TA), berturut-turut Pemkab Labura, ada menerima dana pemungutan PBB dari Sektor Perkebunan total Rp 2.510.937.068. Uang tersebutlah kemudian diduga disalahgunakan H Buyung bersama beberapa stafnya.
"TA 2013 Rp 1.065.344.300, Januari-Oktober 2014 Rp 529.678.578 dan November-Desember 2014 Rp 219.188.623. Serta Januari-November 2015 sebesar Rp 487.707.897. Sedangkan November hingga Desember Rp 209.017.897," kata Jaksa.
Namun H. Buyung yang saat itu menjabat sebagai Bupati, bekerja sama dengan sejumlah bawahannya yakni
Ahmad Fuad Lubis selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Labura TA 2014 dan 2015, Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada dinas tersebut (sudah divonis bersalah) menyusun pembagian biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan TA 2013 yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala DPPKAD Kabupaten Labura dengan Nomor : 973/1311/DPPKAD-II/2013, tanggal 11 Desember 2013.
Selanjutnya terdakwa pun mengeluarkan SK Nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB sektor Perkebunan Tahun 2013 yang akan dijadikan dasar hukum untuk pembagian dana pemungutan PBB sektor Perkebunan sebagai uang insentif.
"Dengan komposisi Bupati mendapatkan 30 persen dari total biaya pemungutan, Wakil Bupati 15 persen, Sekretaris Daerah Sekda sebesar 5 persen dan DPPKAD 50 persen," ucap Jaksa.
Tidak sampai di situ, pada TA 2014 terdakwa bahkan menerbitkan SK Nomor: 821.24/998/BKD/2014, tertanggal 12 Juni 2014, dimana dalam penggunaan biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan dari Pemerintah Pusat tersebut, dibagi-bagikan atau disalurkan kepada pihak-pihak tidak berhak.
"Dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain termasuk untuk diri sendiri terdakwa serta Armada Pangaloan dan H Faizal Irwan Dalimunthe," kata Hendri.
Selanjutnya kata Jaksa, Faizal Irwan Dalimunthe selaku Kepala DPPKAD Labusel menerbitkan SK Nomor: 973/1150/DPPKAD-II/2014 tertanggal 3 November 2014 tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Tahun 2014 dengan rincian 30 persen, 15 persen, 5 persen untuk Bupati, Wakil Bupati dan Sekda.
Sedangkan untuk Kepala Dinas (30 persen dari 50 persen dari total biaya pemungutan, Kabid Pendapatan 9 persen dari 50 persen, Kabid Anggaran, Akutansi dan Aset sebanyak 3 orang masing-masing 7 persen dari 50 persen, Kasi Pajak dan Retribusi 3 persen dari 50 persen, Kasi Pembinaan 3,5 persen dari 50 persen, Kasi pada Bidang Anggaran Akuntansi dan Sekretariat 7 orang masing-masing 5 persen dari 50 persen.
"Unsur staf pada Bidang Pendapatan 9 orang masing-masing 7 persen dari 50 persen, staf pada bidang anggaran, sekretariat akuntansi dan aset 12 orang masing-masing 6 persen dari 50 persen hingga para tenaga honorer, UPTD dan juru bayar 3 persen dari 50 persen total biaya pemungutan," beber Jaksa.
Berikutnya, di Tahun 2015 terdakwa juga menerbitkan SK tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Nomor: 973/150/DPPKAD-II/2015 tertanggal 22 Juni 2015 juga dialokasikan kepada orang-orang tidak berhak, alias tidak sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Subsidiar, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," urai Jaksa.
Usai mendengar dakwaan Jaksa Majelis Hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu menunda sidang pekan depan dengan agenda keterangan saksi-saksi karena tim penasihat hukum (PH) terdakwa, tidak menyampaikan keberatan.
"Kalau begitu langsung pembuktian ya pak Jaksa? Baik ya, memerintahkan JPU menghadirkan kembali terdakwa pekan depan," pungkas hakim
(cr21/tribun-medan.com)