Pemerasan Berkedok Cabut Perkara
TEGA KALI, Oknum Polisi dan Jaksa Kompak Peras Keluarga Tersangka Hingga Puluhan Juta
Institusi penegak hukum kian makin bobrok. Kini oknum polisi dan jaksa dituding memeras keluarga tersangka penadah
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Kasus pemerasan berkedok cabut perkara kembali terjadi.
Kali ini pelakunya adalah oknum penyidik Polsek Patumbak dan oknum jaksa Kejari Deliserdang Cabang Labuhan Deli.
Adapun korbannya, Ardi, tersangka penadah motor curian.
Menurut Muthia, istri Ardi, kasus pemerasan berkedok cabut perkara ini bermula saat suaminya ditangkap karena membeli motor curian dari pencuri berinisial AAN.
Lalu, Ardi pun ditangkap dan ditahan Polsek Patumbak.
Baca juga: Keberatan Hasil Pemeriksaan Propam, Kuasa Hukum Korban Dugaan Pemerasan Polisi Tegaskan Terlalu Dini
Selanjutnya, karena tak tega melihat suaminya ditangkap, Muthia mendatangi Polsek Patumbak.
Saat itu dia bertemu dengan Aiptu Iwan D Sinaga.
"Suami saya sempat ditahan 12 hari," kata Muthia, Sabtu (19/12/20210.
Ketika Muthia bertemu dengan Aiptu Iwan D Sinaga, dia bertanya bagaimana dengan kasus suaminya.
Lalu, Aiptu Iwan D Sinaga meminta uang sebesar Rp 16 juta pada warga Jalan Garu, Kelurahan Harjosari, Kecamatan Medan Amplas tersebut.
Baca juga: Humas Polda Sebut Tak Ada Indikasi Pemerasan Istri Tahanan, LBH Medan Nilai Pernyataan Prematur
Alasannya, uang itu untuk cabut perkara.
Kemudian, Muthia juga diminta melakukan perdamaian dengan pemilik motor.
"Dengan pemilik motor, saya urus perdamaian. Waktu itu saya bayar Rp 15 juta dilengkapi dengan kwitansi," katanya.
Selesai berdamai dengan pemilik motor, Muthia kembali menemui Aiptu Iwan D Sinaga.
Pada 26 September 2021 lalu, dia pun mengurus apa yang diminta Aiptu Iwan D Sinaga.
Bukan cuma itu saja, Muthia juga mengaku sempat dimintai uang Rp 2,5 juta dengan dalih uang kamar suaminya selama ditahan di Polsek Patumbak.
Setelah semua beres, Ardi akhirnya bebas.
Baca juga: Paminal Polda Sumut Periksa Semua Penyidik Polsek Helvetia yang Dilapor Ancam Tembak dan Pemerasan
Ditangkap Lagi oleh Jaksa
Namun, pada 13 Desember 2021 kemarin, Ardi kembali dijemput jaksa Kejari Deliserdang Cabang Labuhan Deli.
Ardi ditahan, karena berkas kasusnya ternyata dilimpahkan Aiptu Iwan D Sinaga ke jaksa.
"Saya merasa ditipu," kata Muthia.
Berselang beberapa hari suaminya ditahan, Muthia kembali berkomunikasi lagi dengan Aiptu Iwan D Sinaga.
Kala itu Aiptu Iwan D Sinaga mengatakan bahwa jaksa Kejari Deliserdang Cabang Lahuban Deli minta uang.
Baca juga: Kanit Reskrim Helvetia No Comment Soal Laporan Dugaan Pemerasan dan Penganiayaan Tahanan
"Tiga minggu suami saya bebas, Iwan Sinaga juru periksa di Polsek Patumbak bilang, itu jaksa minta uang. Katanya jaksa minta Rp 30 juta," terang Muthia.
Mendengar hal tersebut, Muthia sempat syok.
Sebab, Muthia tidak punya uang.
Bahkan, dia dimintai lagi uang Rp 2,5 juta dengan dalih uang kamar tahanan di kejaksaan.
"Waktu diminta uang Rp 30 juta, ya saya bilang saya tidak punya uang. Dia (Iwan) bilang usahakanlah. Nanti suami ibu ditahan lagi," kata Muthia menirukan ucapan Aiptu Iwan D Sinaga.
Tak lama berselang, Muthia mengaku dihubungi oknum kejaksaan.
"Mereka (jaksa) minta uang Rp 2,5 juta untuk sewa kamar. Jadi dia (jaksa) kirim nomor rekening atas nama Arman. Dan saya tidak kirim" ungkap Muthia.
Karena Muthia merasa sudah ditipu oleh Aiptu Iwan D Sinaga, dia pun melaporkan oknum penyidik tersebut ke Propam Polda Sumut.
Untuk oknum jaksa, dia belum berencana melapor ke Asisten Pengawas Kejati Sumut.
Kasus Serupa Baru Terjadi
Kasus pemerasan berkedok cabut perkara ini juga sebelumnya dialami oleh Ramli alias Kojek, tersangka kasus penadahan di Polsek Helvetia.
Namun, Propam Polda Sumut justru menyebut bahwa kasus pemerasan ini tak terbukti.
Pemeriksaan yang dianggap super singkat dan terlalu terburu-buru itu kemudian dikiritisi LBH Medan.
Menurut LBH Medan selaku kuasa hukum keluarga Ramli, polisi terkesan melindungi oknum penyidik Polsek Helvetia.
Dalam kasus ini, memang oknum penyidik belum sempat menerima uang Rp 2,5 juta yang diminta pada Eva, istri Ramli alias Kojek.
Namun, Propam Polda Sumut dinilai tak mempertimbangkan adanya niat jahat upaya pemerasan tersebut.
Bahkan, Propam Polda Sumut dinilai LBH Medan tidak mempertimbangkan soal ancam tembak yang dilakukan oleh penyidik Polsek Helvetia kepada Ramli.
Kapolsek Malah Minta Korban Pemerasan Berterima Kasih
Kapolsek Patumbak, Kompol Faidir Chaniago meminta awak media tidak membesar-besarkan kasus dugaan pemerasan berkedok cabut perkara, yang diduga dilakukan anggotanya, Aiptu Iwan D Sinaga.
Menurut Faidir, Aiptu Iwan D Sinaga justru membantu Muthia, agar suaminya bisa ditangguhkan dalam kasus penadahan motor curian dengan biaya Rp 16 juta .
Dalam kasus ini, Muthia sendiri merasa dibohongi oleh Aiptu Iwan D Sinaga, anak buah Kompol Faidir Chaniago.
Pasalnya, saat datang ke Polsek Patumbak, Aiptu Iwan D Sinaga mengatakan bahwa uang Rp 16 juta yang dia terima dari Muthia itu sebagai dana cabut perkara.
Setelah uang diterima oleh Aiptu Iwan D Sinaga, kasus suami Muthia malah tetap berlanjut.
Bahkan, oknum jaksa yang diduga bekerja sama dengan Aiptu Iwan D Sinaga malah meminta uang lagi sebanyak Rp 30 juta pada Muthia.
Terkait masalah ini, Kompol Faidir Chaniago malah meminta Muthia bersyukur.
Menurut Faidir, Aiptu Iwan D Sinaga membantu Muthia menangguhkan suaminya bernama Ardi, meski ada dana cabut perkara sampai Rp 16 juta.
"Harusnya dia (Muthia) bersyukur, karena sudah dibantu untuk ditangguhkan," kata Faidir membela anggotanya.
Namun, Faidir tidak menjelaskan lebih lanjut soal uang Rp 16 juta dan uang kamar Rp 2,5 juta yang diminta oleh Aiptu Iwan D Sinaga, apakah itu memang legal dilakukan polisi.
Faidir mengatakan, bahwa hasil pemeriksaan Propam, anggotanya tidak ada meminta uang itu, meski sebelumnya mantan Kapolsek Medan Area ini mengakui bahwa hal tersebut sebagai bentuk bantuan anggotanya kepada Muthia.
"Hasil pemeriksaan Propam tidak ada anggota saya meminta uang itu. Malah dibantunya untuk menangguhkan," kata Faidir.
Terpisah, Kepala Divisi Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Maswan Tambak menjelaskan kasus tersebut serupa motifnya dengan kasus yang sedang ditangani di Polsek Helvetia.
"Permintaan sejumlah uang untuk kemudahan proses hukum. Hanya saja pada berita ini sudah ada menyerahkan uang dan kemudian sudah sampai melibatkan jaksa," ujarnya kepada Tribun Medan.
Dikatakan Maswan, hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata anggota kepolisian di jajaran Polrestabes Medan memang banyak yang mengalami sakit mental.
"Mereka (anggota polri) jajaran Polrestabes Medan ini memang seperti orang lapar. Sudah banyak kejadian, bahkan viral, tapi hukuman terhadap pelanggar etik masih juga ringan," sebutnya.
Dia menjelaskan, hal ini menjadi faktor kenapa kasus dugaan pemerasan berkedok cabut perkara ini terus berulang.
Selain itu juga, kata Maswan, berulangnya kasus dugaan pemerasan di kepolisian merupakan bentuk lemahnya pengawasan dan pembinaan Polda Sumut.
"Di kasus Polsek Patumbak itu juga ada dugaan penganiayaan dan penangkapan sewenang - wenang," ucapnya.
Oleh karenanya, lanjut Maswan, sebaiknya untuk motif penganiayaan segera dilakukan visum secara cepat.
"Jangan berlama-lama, nanti malah dijadikan alasan tidak ada luka - luka. Padahal karena kerja Polri yang lambat menindak lanjuti," tambahnya.
Kemudian, lanjutnya, mengenai surat penangkapan dam penahanan yang tidak diberikan polisi pada keluarga terduga pelaku kejahatan merupakan bukti, bahwa banyak oknum penyidik yang asal-asalan dalam bertugas.
"Banyak polisi yang tidak paham KUHP dan putusan mahkamah konstitusi, demikian pentingnya pendidikan bagi anggota Polri supaya tidak jadi 'tukang tarik'.
Kemudian mengenai permintaan sejumlah uang, harapan kami polisi mau mengembalikan uang tersebut. Jangan makan uang rakyat.
Terkait dugaan keterlibatan jaksa, kami sudah adukan," ujarnya.
Maka dari itu, lanjut Maswann pihaknya minta Aswas Kejati Sumut segera memeriksa oknum jaksa yang dituding ikut meminta uang pada keluarga tesangka kasus penadahan tersebut.(tribun-medan.com)