Kompolnas Desak Kapolri Copot Kapolrestabes Medan,Dugaan Suap dari Hasil Tangkap Lepas Kasus Narkoba
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta agar Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko dicopot dari jabatannya.
Penulis: Fredy Santoso | Editor: Salomo Tarigan
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, agar segera mencopot atau menggeser Kombes Riko Sunarko dari jabatannya sebagai Kapolrestabes Medan.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyebut pencopotan atau penggeseran tersebut guna mempermudah proses pemeriksaan.
"Kami berharap mereka yang diduga menerima suap dapat dicopot dari jabatannya untuk memudahkan pemeriksaan," ujar Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Jumat (14/1/2022).
Poengky mengatakan sudah seharusnya polisi bersih dari suap menyuap.
Bahkan jika sejumlah anggota personel polisi yang namanya diseret-seret menerima uang hasil suap terduga bandar narkoba itu harus segera dipecat.

"Jika nantinya tidak terbukti bersalah, nama baiknya akan dipulihkan, tetapi jika nantinya dapat dibuktikan mereka bersalah, maka kami rekomendasikan untuk diproses pidana dan diproses etik dengan sanksi pemecatan," ucapnya.
Kompolnas pun mengatakan saat ini Propam Polri sedang melakukan pemeriksaan soal kebenaran pejabat Polrestabes Medan menerima uang suap Rp 300 juta dari istri diduga bandar narkoba.
"Propam sedang memeriksa apakah benar ada sejumlah pejabat Polrestabes Medan menerima uang suap Rp 300 juta dari istri bandar narkoba," ucapnya.

Seperti diberitakan, nama Kapolrestabes Medan Kombes Pol Riko Sunarko disebut-sebut dalam sidang kepemilikan narkoba yang melibatkan terdakwa oknum anggota Satresnarkoba Polrestabes Medan Bripka Ricardo Siahaan Cs.
Kasus ini berawal dari pencurian uang hasil penggerebekan senilai Rp 650 juta dari rumah seorang terduga bandar narkoba di Jalan Menteng Medan.
Dalam sidang itu diungkap bahwa Kombes Riko Sunarko memakai sisa uang suap senilai Rp75 juta untuk membeli sepeda motor sebagai hadiah ke anggota TNI Koramil 13 Percut Seituan, Peltu Eliyaser yang berhasil mengungkap kasus peredaran ganja kering.
Terkait hal tersebut, Polda Sumut meminta agar masyarakat menunggu hasil persidangan yang masih berjalan.
"Proses persidangannya kan sedang berjalan. Kita tunggu, kita hormati proses yang masih berjalan di peradilan," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Kamis (13/1/2022) malam.

Diketahui, kasus ini terungkap saat HM Rusdi, pengacara terdakwa Ricardo Siahaan menayai kliennya dalam persidangan.
Anggota Sat Res Narkoba Polrestabes Medan yang didakwa mencuri uang barang bukti Rp 650 juta dan didakwa menguasai narkoba, menyatakan sisa uang suap juga digunakan membeli sepeda motor hadiah anggota TNI AD.
Tak hanya itu, uang tersebut juga digunakan membayar Pengawas Pemeriksa (Wasrik) dan membayar pers release.

Dalam pengakuan terdakwa, jumlah uang yang dipakai sebanyak Rp 75 juta, dari Rp 300 juta bersumber dari Imayani, istri terduga gembong narkoba bernama Jusuf alias Jus.
Tak pelak, kabar ini pun mengagetkan banyak pihak, termasuk hakim di PN Medan, beserta pengunjung sidang yang menghadiri sidang kasus kepemilikan narkoba Bripka Ricardo Siahaan.

Dalam sidang itu disebutkan, terdapat uang suap sebesar Rp 300 juta yang berasal dari Imayanti, istri terduga bandar narkoba bernama Jusuf alias Jus.
Uang ratusan juta itu disebut sudah dibagi-bagikan kepada pejabat kepolisian di Polrestabes Medan.
"Terkait uang hasil tangkap lepas Rp 300 juta telah dibagikan? Kasat Kompol Oloan Siahaan diduga menerima Rp 150 juta, Kanit AKP Paul Edison Simamora menerima Rp 40 juta dan tidak ada disita oleh personil Paminal Mabes Polri. Benarkah itu?," tanya H.M Rusdi
Sebelumnya, Kombes Riko Sunarko yang dikonfirmasi soal fakta persidangan ini membantah dirinya menggunakan uang suap untuk membeli motor hadiah anggota Kodam I/BB.
"Mana ada, mana ada. Enggak ada ah," kata Riko.
Dia beralasan, bahwa pemberian motor tidak ada hubungannya dengan uang suap dari Imayanti, istri terduga gembong narkoba bernama Jusuf alias Jus
"Itu kan kasus (suap) akhir Juni (2021). Kita pemberian motor kan awal Juni. Tanggalnya aja udah lain. Enggak mungkin kita pakai itu," kata Riko mengelak.
Ditanya lebih lanjut soal uang suap yang katanya dipakai untuk membayar pers release, Riko menoleh ke wartawan dengan tatapan tajam.
"Hah, press rilis untuk apa," katanya.
Ditanya mengenai langkah ke depan soal fakta persidangan, Riko cuma mengucap terima kasih.
"Terima kasih ya. Ini langkah mau masuk ruangan," katanya sembari menuju aula Polda Sumut.
Fakta Sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (11/1/2022).
Terdakwa Rikardo menceritakan awal mula ia dan rekannya ditangkap, terkait kasus pencurian uang Rp 650 juta hasil penggeledahan rumah warga terduga bandar narkotika bernama Jusuf alias Jus.
Ia mengaku pada tanggal 16 Juni 2021, ia ditelepon Kanit Resnarkoba Polrestabes Kompol Oloan Siahaan supaya datang ke Capital Building Medan.
Sesampainya di lokasi ia sudah mendapati kompol Oloan dan Kanit Satresnarkoba AKP Paul Simamora sudah di lokasi bersama Propam Mabes Polri.
"Sewaktu diinterogasi di Hotel Capital Building Medan, Kanit Satresnarkoba AKP Paul Simamora keringat bercucuran, pucat. Istilah orang Medan, 'lagi tinggi' Yang Mulia," urainya.
Ia mengaku di Kamar 701 tersebut, senjata dan telepon seluler (ponsel) terdakwa, diminta petugas dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri digeledah badan dan interogasi.
Di kamar tersebut juga katanya ada Kasat Resnarkoba Polrestabes Medan.
Rikardo mengaku sempat dilakukan tes urine dan hasilnya negatif. Sedangkan atasannya dua tingkat di atasnya yakni AKP Paul Simamora, positif.
Setelah 4 hari menjalani interogasi, AKP Paul Simamora, Iptu Toto Hartono sebagai Kepala Unit (Panit), Aiptu Dudi Efni selaku Kepala Tim (Katim) Aiptu Matredy Naibaho dan Marjuki Ritonga kemudian diproses di Ditreskrimum dan Ditresnarkoba Polda Sumut.
"Setelah kami ditahan, seminggu kemudian AKP Paul Simamora dilepaskan," cetusnya.
Di bagian lain terdakwa mengaku, satu butir pil ekstasi yang ditemukan dari dalam tasnya, merupakan barang bukti (BB) hasil undercover buy alias pancing beli calon tersangka pemilik narkoba atas nama Dogek di Jalan S Parman Gang Pasir Medan.
"Saya beli under cover buy satu butir harga Rp 150 ribu belum diganti sama pimpinan sampai sekarang. Karena kita sudah melakukan perjanjian beli 1000 butir 3 hari kemudian. Kita beli sebutir dulu untuk meyakinkan dia. Sistematisnya di lapangan emang begitu Yang Mulia," ucapnya.
Meski sempat berdebat panjang dengan Majelis Hakim yang diketuai Ulina Marbun, akhirnya terdakwa mengakui bahwa pil dimaksud seharusnya tidak dibawa-bawanya.
Penguasaan pil tersebut, diakuinya ada dilaporkan secara lisan kepada Katim dan Panit. Namun tidak Ada laporan tertulis sampai ke Kasat Resnarkoba Polrestabes Medan.
Secara terpisah hakim ketua dan tim JPU dari Kejati Sumut Rahmi Shafrina, Randi Tambunan, mencecar tentang siapa di antara mereka yang pertama kali punya ide uang Rp 650 juta dari Rp1,5 miliar BB hasil penggeledahan di Jalan Panglima Denai tidak dilaporkan ke kantor.
"Ide kami semua Yang Mulia. Kami simpan di posko (Jalan Sei Batang Serangan Kota Medan). Setelah mengetahui Imayanti (istri Jusuf alias Jus) dilepaskan dengan tebusan Rp 350 juta, uangnya kami bagi," bebernya.
Dengan rincian, Marjuki Ritonga dan Ricardo Siahaan (masing-masing Rp110 juta), Matredy Naibaho (Rp220 juta), Dudi Efni (Rp115 juta), Toto Hartono (Rp95 juta).
Hakim lantas meminta Jaksa Penuntut Umum menghadirkan Kompol Oloan Siahaan dan AKP Paul Simamora di agenda sidang selanjutnya, agar kasus ini lebih terang benderang.
(Cr25/cr21/tribun-medan.com)