3 Warisan Budaya Tak Benda dari Batak Karo, Merdang Merdem hingga Erpangir Ku Lau
Di dalam tradisi Batak Karo, ada tiga warisan budaya yang tergolong dalam warisan tak benda, misalnya guro-guro aron, merdang merdem, dan erpangir ku
Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, TOBA - Mengenal kekayaan tradisi di kawasan Danau Toba tidak lepas dari warisan tak benda yang telah disahkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan.
Di dalam tradisi Batak Karo, ada tiga warisan budaya yang tergolong dalam warisan tak benda, misalnya guro-guro aron, merdang merdem, dan erpangir ku lau.
Dari aneka sumber, www.tribun-medan.com akan merangkum secara singkat makna ketiga warisan tak benda tersebut.
Baca juga: Berkunjung ke Karo, Presiden Akan Kenalkan Jeruk Melalui Menparekraf
Pertama, guro-guro aron. Guro-guro berarti senda gurau atau bermain.
Sedangkan aron artinya muda-mudi dalam suatu kelompok kerja berbentuk arisan untuk mengerjakan ladang.
Dalam budaya Batak Toba, kebiasaan dikenal dengan nama marsiadapari.
Dalam aron atau marsiadapari ini, sekelompok orang saling menolong dalam mengerjakan ladang secara bergantian sesuai dengan jadwal yang disepakati.
Kembali pada nuansa yang termaktub dalam guro-guro aron, gendang guro-guro aron merupakan suatu pertunjukan seni budaya Karo yang dilakukan oleh kelompok muda-mudi yang terdapat dalam kelompok kerja.
Dalam tradisi ini, kaum muda-mudi Karo menampilkan gendang Karo dan perkolong-kolong (penyanyi) dan diringi dengan tarian. Pelakon adalah kaum muda-mudi.
Kedua, merdang merdem atau kerja tahun. Kegiatan ini merupakan perayaan rutin yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah.
Baca juga: Potret Jokowi Petik Jeruk di Liang Melas Datas Kabupaten Karo
Perayaan tersebut merupakan bagian dari ungkapan syukur kepada Sang Pencipta karena kegiatan menanam padi usai.
Dalam doa yang dilantunkan pada acara tersebut menarasikan perlindungan Tuhan atas tanaman agar terbebas dari hama dan menghasilkan panen berlimpah.
Momen tersebut melibatkan semua masyarakat setempat, termasuk kaum muda.
Dan, dalam kesempatan tersebut, kaum muda-mudi saking mengenal yang berpeluang menemukan jodoh.
Yang ketiga, erpangir ke lau.
Tradisi ini merupakan suatu ritus yang ada dalam Batak Karo. Erpangir artinya mandi atau langir.
Sehingga, erpangir ke lau dapat diartikan membawa anak mandi.
Ketiga tradisi ini masih kuat dalam masyarakat Batak Karo. Walau tak selalu bisa ditemukan, ketiga tradisi ini masih tetap terlihat dalam momen-momen tertentu.
(cr3/tribun-medan.com)