POLEMIK Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Terkait Menakisme Penarikan JHT: Adanya Penyelundupan Hukum
Adapun mekanisme yang diatur dalam Permenaker tersebut dijelaskan bahwa JHT baru bisa ditarik ketika seorang pekerja berusia 56 tahun.
"Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat?," tanya Daulay.
"Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja?," sambung dia.
Selain itu, Ketua Fraksi PAN ini melihat bahwa JKP tersebut kurang sosialisasi.
Kemenaker dinilai kurang memberikan edukasi kepada masyarakat terkait hal ini. Sebab, menurut dia, jika memang JKP dinilai bagus, tentu masyarakat akan mendukung.
"Diskusi publik itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja. Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa Permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar permenaker ini dicabut," pungkasnya.
Penyelundupan Hukum
Permenaker yang dikeluarkan oleh Menaker Ida Fauziyah ini pun mendapat banyak penolakan.
Menurut Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 itu merupakan bentuk penyelundupan hukum.
Pasalnya, Permenaker itu disebut ingin mengakali Putusan Mahkamah Konstitusi nomor: 91/PUU-XVIII/2020 soal Cipta Kerja.
Putusan tersebut menjelaskan adanya larangan untuk dikeluarkannya kebijakan strategis yang berdampak luas terkait dengan UU Ciptaker.
"Jadi sepintas Permenaker ini seolah tidak ada hubungan sama sekali (dengan UU Ciptaker). Justru itu masalahnya, ada semacam penyelundupan hukum," ucap Herdiansyah, dikutip CNN.
"Permenaker ini ingin mengakali putus MK 91 itu yang melarang dikerluarkannya kebijakan strategis dan berdampak luas," katanya.
Selain itu, Herdiansyah mengatakan Permenaker tersebut masih berhubungan dengan UU Cipta Kerja khususnya berkaitan dengan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) meskipun tidak secara langsung.
"Tapi kan kita paham kalau Permenaker itu adalah bagian yang tidak bisa dipisah dengan UU Cipta Kerja khususnya soal JKP. Kalau JKP jadi opsi kalau JHT dibayar saat usia 56 tahun. Padahal PP 37/2021 tentang JKP sendiri kan dalam keadaan beku akibat putusan MK," imbuh Herdiansyah.
Oleh sebab itu, menurutnya ketika melihat peraturan soal JHT perlu melihat aspek-aspek lain lebih luas. "Jadi tidak bisa dipakai untuk menutupi kepentingan JHT itu. Begitulah hukum coba diselundupkan," pungkasnya.