SIDANG Oknum Polisi Medan Gelapkan Uang Sitaan Minta Dibebaskan, Alasannya Dalam Keadaan Rapuh
Tiga personel polisi Satresnarkoba Polrestabes Medan Panit Iptu Toto Hartono, Matredy Naibaho, dan Rikardo Siahaan minta dibebaskan
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Tiga personel polisi Satresnarkoba Polrestabes Medan Panit Iptu Toto Hartono, Matredy Naibaho, dan Rikardo Siahaan minta dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Para terdakwa terlibat dalam penggelapan barang bukti uang sitaan dari operasi penggeledahan narkoba.
Hal tersebut disampaikan terdakwa melalui Penasehat Hukumnya saat menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (16/2/2022).
"Kepada Yang Mulia agar kiranya memberikan putusan seadil-adilnya bagi terdakwa, yang saat ini dalam keadaan rapuh dengan tuduhan yang menyerang harga diri dan kehormatannya yaitu tindak pidana pencurian dan narkoba," kata PH terdakwa Ronny.
PH terdakwa mengatakan pihaknya tidak sependapat dengan penuntut umum, karena dinilai tidak memberikan tuntutan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Terdakwa menilai, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mencerminkan keadilan bagi kliennya.
"Terdakwa Rikardo memiliki seorang anak kecil yang membutuhkan ayahnya. Saat ini terdakwa tidak punya harapan lain selain berharap kepada Majelis Hakim yang dapat memutus perkara ini seadil-adilnya," kata Ronny.
Apalagi, kata Ronny terdakwa Matredy Naibaho baru memiliki seorang anak yang masih berusia 2 bulan, sehingga tuntutan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 800 juta, subsidar 3 bulan penjara sangat berat.
"Memohon kepada Majelis Hakim supaya membebaskan terdakwa dari segala dakwaan penuntut umum atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, atau memberikan hukuman percobaan kepada terdakwa," katanya.
Usai membacakan pledoi, para terdakwa yang mengikuti sidang secara daring hanya terdiam dan tidak menambahkan pledoi apapun.
"Cukup Yang Mulia," kata terdakwa Rikardo kepada Majelis Hakim yang diketuai Ulina Marbun.
Selanjutnya, Majelis Hakim menunda sidang pekan depan dengan agenda tanggapan JPU (replik).
Diketahui sebelumnya, Tim JPU Randi menuntut para terdakwa dengan pasal berlapis yakni pasal pencurian, narkotika, hingga UU Psikotropika.
Yang mana terdakwa Iptu Toto Hartono dan Aipda Matredy Naibaho dituntut masing-masing pidana penjara selama 10 tahun, denda sebesar Rp 800 juta, apabila tidak dibayar diganti 3 bulan penjara.
Sementara terdakwa Rikardo Siahaan dituntut 8 tahun, denda Rp 800 juta, subsidar 3 bulan penjara, lalu Dudi Efni dan Marjuki Ritonga dituntut masing-masing 3 tahun penjara.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU Randi Tambunan menyebutkan bahwa, perkara ini terjadi saat Matredy Naibaho mendapat informasi dari masyarakat bahwa Jusuf alias Jus adalah bandar narkoba dan sering menyimpan narkotika di asbes rumahnya, Jalan Menteng VII Gang Duku Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai.
“Dengan dilengkapi Surat Perintah Tugas yang ditandatangani oleh Kasat Reserse Narkoba Polrestabes Medan, Oloan Siahaan, selanjutnya Matredy bersama Dudi Enfi (Ketua Tim), Rikardo Siahaan dan Marjuki Ritonga berangkat menuju lokasi dengan mengendarai mobil opsnal Toyota Innova warna hitam,” ujar JPU.
Para terdakwa melihat pagar rumah Jusuf dalam keadaan terbuka.
Lalu, para terdakwa melakukan penggeledahan di rumah Jusuf.
Mereka diterima oleh Imayanti selaku istri Jusuf.
Penggeledahan itu juga disaksikan oleh Kepling setempat. Usai penggeledahan, para terdakwa menyita sejumlah koper berisi uang.
“Bahwa barang-barang tersebut di atas dibawa ke Polrestabes Medan secara tidak sah tanpa dilengkapi dengan Surat Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri dan Berita Acara Penyitaaan,” kata Randi.
Namun, bukannya dibawa ke Polrestabes Medan, justru uang hasil penggeledahan yang disita para terdakwa dari rumah itu dibagi-bagi.
Adapun uang yang mereka peroleh yakni Rp 50 juta dan Rp 600 juta yang diambil dari atas plafon kamar Jusuf.
“Uang tersebut dibagi dengan perincian, Matredy Naibaho Rp 200.000.000, Rikardo Siahaan Rp 100.000.000, Dudi Efni Rp 100.000.000, Marjuki Ritonga Rp 100.000.000; Toto Hartono Rp 95.000.000, dipotong uang posko Rp 5.000.000 pada Rabu tanggal 9 Juni 2021 sekitar jam 21.00 WIB, di Jalan Gajah Mada Medan,” beber JPU.
Belakangan kasus Imayanti telah dihentikan penyelidikan perkaranya karena belum ditemukan bukti permulaan yang cukup berdasarkan Surat Penghentian Penyelidikan Nomor: Surat Perintah/Lidik/183-a/VI/Res.4.2/2021 Res Narkoba tanggal 25 Juni 2021 yang ditandatangani oleh Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan, Oloan Siahaan.
Barang bukti berupa barang yang disita pun dikembalikan kepada Imayanti.
Pada tanggal 23 Juni 2021, Imayanti melalui anaknya, Rini Susanti membuat laporan ke Polda Sumut yang menyatakan bahwa Tim Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Medan yang dipimpin oleh Dudi Efni saat melakukan penggeledahan secara melawan hukum telah mengambil uang dari dalam tiga buah tas berwarna putih, cream dan coklat di plafon asbes rumah milik Jusuf dan Imayanti.
(cr21/tribun-medan.com)