Kerangkeng Terbit Peranginangin
6 Tahanan Tewas dalam Kerangkeng Terbit Peranginangin, Begini Tanggapan LBH Medan
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menduga tindakan yang dilakukan Bupati Langkat non aktif Terbit Peranginangin adalah pelanggaran HAM berat.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menduga tindakan yang dilakukan Bupati Langkat non aktif Terbit Peranginangin adalah pelanggaran HAM berat.
"Karena jika mengacu pada hasil temuan Komnas HAM dan LPSK, dugaan tindak penyiksaan atau kekerasan serta merendahkan harkat dan martabat manusia tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis dan sangat kejam," kata Irvan selaku Wakil Direktur LBH Medan, Sabtu (5/3/2022).
Dikatakannya ditambah lagi bahwa pelaku adalah orang punya kuasa.
Menurutnya, Bupati Langkat harusnya melindungi dan mensejahterakan rakyatnya.
Faktanya justru terbalik, yakni mengakibatkan 6 orang meninggal dunia.
Oleh karenanya LBH Medan menilai jika perkara a quo patut dibawa diadili di pengadilan HAM.
Selain itu juga mendorong LPSK memberikan perlindungan maksimal kepada korban dan saksi karena diduga rentan mendapatkan intimidasi.
LBH Medan menduga tindakan Terbit yang juga melibatkan oknum TNI dan Polri dll, telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 A dan G UU Dasar Tahun 1945 Jo Pasal 4 UU 39 Tahun 1999, Pasal 7 huruf b UU Nomo 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 3 DUHAM (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia/ United Nations Declaration of Human Rights).
Selain itu juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia, Pasal 6 Ayat (1) ICCPR (International Covenan Civil and Political Rights).
Sebelumnya diketahui, berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM ditemukan adanya dugaan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan harkat dan martabat manusia.
Penyelidikan yang dipimpin komisioner Komnas HAM RI M. Choirul Anam telah memeriksa 48 orang saksi yang terdiri dari penyidik KPK, Terbit Perangin-angin, penghuni, mantan penghuni kerangkeng beserta keluarganya, kepala dan dokter puskesmas, serta staf pemerintah desa.
Hasilnya menjelaskan bahwa kerangkeng tersebut sudah ada sejak tahun 2010 dan saat ini ada 57 orang penghuni kerangkeng.
Jumlah tersebut dibagi menjadi dua kerangkeng yang berukuran 6x6 meter dengan masing-masing sejumlah 30 penghuni dan 27 penghuni.
Ada 26 dugaan bentuk penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng seperti dipukuli, ditempeleng, ditendang, disuruh bergelantungan di kerangkeng seperti monyet (gantung monyet), dicambuk anggota tubuhnya dengan selang.
Dua kerangkeng manusia serupa penjara yang terbuat dari besi diduga digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang.