Ramadhan 1443 Hijriah
Dibangun dengan Menggunakan Putih Telur, Berikut Kemegahan Masjid Kedatukan yang Berusia 137 Tahun
Badiuzzaman adalah salah raja yang memimpin perang Sunggal yang terjadi antara 1872 sampai dengan 1895.
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.Com, MEDAN- Masjid Kedatukan Sunggal merupakan bangunan masjid bersejarah di Kota Medan.
Masjid ini telah dibangun pada tahun 1885 oleh seorang raja Sunggal yakni Raja Serba Nyaman atau dikenal luas dengan sebutan Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti, yang merupakan Raja ke VII dari Kerajaan Sunggal.
Masjid itu bukan saja simbol perjalanan islam di tanah Melayu, namun lebih jauh, Masjid Badiuzzaman memperlihatkan nilai nilai perlawanan terhadap kolonialisme terhadap bangsa Belanda kala itu.
Badiuzzaman adalah salah raja yang memimpin perang Sunggal yang terjadi antara 1872 sampai dengan 1895.
Baca juga: Berita Foto: Binda Sumut Gelar Vaksinasi Selepas Salat Tarawih di Masjid Al Husna Dian Al Mahri
Perang itu adalah salah satu perang paling lama yang melibatkan antara kerajaan Sunggal dengan Belanda.
"Sejak awal nama masjid ini adalah Masjid Raya Kedatukan Sunggal yang diresmikan oleh Raja masa itu yakni Satu Badiuzzaman pada tahun 1885. Namun oleh masyarakat luas dikenal dengan nama Masjid Badiuzzaman," ujar Ketua Kenaziran Masjid, Datuk Indra Jaya kepada Tribun, Rabu (6/4/2022)
Masjid Badiuzzaman sendiri terletak di Jalan PDAM Sunggal, Kecamatan Sunggal, berdampingan dengan instalasi PDAM Tirtanadi.
Di Masjid inilah dahulunya para pejuang dari Kerajaan Sunggal berkumpul dan bermusyawarah untuk melawan penjajahan Belanda.
Masjid ini kata Indra, merupakan milik Kedatukan Sunggal, yang diresmikan oleh Raja ketika itu Badiuzzaman Surbakti.
"Jadi masjid ini adalah milik kerajaan Sunggal yang diresmikan oleh Raja Badiuzzaman ketika itu. Dan disinilah tempat berkumpulnya orang orang kerajaan saat itu untuk melawan Belanda," kata dia.
Konon katanya, pembangunan masjid Kedatukan Sunggal itu sama dengan pembangunan candi Borobudur yang menggunakan ribuan putih telur sebagai perekat meterial bangunan.
Dari cerita yang turun dari generasi ke generasi itu, Indra menyebutkan, ketika itu, Belanda melarang pengiriman semen ke daerah Sunggal yang tak henti hentinya memberikan perlawanan terhadapnya.
Baca juga: KISAH Masjid Perjuangan 45 Medan yang Pernah Dibom Inggris dan Menu Spesial Bubur Anyang Pakis
Karena perlawanan itu lah, Badiuzzaman kemudian dihukum dan harus menjalani pengasingan ke Jawa Barat.
Hingga akhir hayatnya, Badiuzzaman tidak pernah kembali ke Kerajaan Sunggal karena tidak ingin menyerah terhadap Belanda.
Di sekitar masjid Badiuzzaman, terdapat makam makam kerabat Kerajaan Sunggal.
Di sana juga terdapat prasasti yang terukir sejumlah nama seperti, Datuk Abdul Jalil, Datuk M Dini, Datuk Soeloeng barat, Datuk Badiuzzaman dan Datuk M Bahar.
"Masjid ini bangun disebelah kerajaan Sungal yang kini telah berganti menjadi depot air PDAM. Kini hanya tersisa masjid tersebut yang menjadi bukti peninggalan Kerajaan Sunggal," ujar Indra.
Kini usai Masjid Badiuzzaman telah berumur 137 tahun. Tidak banyak yang berubah dari masjid yang dibangun dengan corak budaya Melayu dan Karo.
Masjid ini memiliki empat tiang penyangga utama bewarna hijau dengan satu menara yang baru dibangun belakang hari.
Di usia yang sudah lebih satu abad ini tampilan Masjid Badiuzzaman terlihat sangat sederhana, di dalam masjid terdapat kipas angin dengan mimbar berwana hijau dengan batu.
"Jika untuk masjid tampilan masjid tidak ada yang berubah. Paling hanya genting saja yang diganti karena sudah lapuk, dan penambahan kanopi pada bagian depan serta menara masjid," kata Indra.
Baca juga: KISAH Masjid Perjuangan 45 Medan yang Pernah Dibom Inggris dan Menu Spesial Bubur Anyang Pakis
Selain menjalankan ibadah sholat lima waktu, pihak pengelolaan masjid pun sering melakukan kegiatan siraman rohani atau pengajian.
Memasuki bulan suci ramadan, dilaksanakan juga kegiatan sholat tarawih, tadarus serta berbuka puasa. Kegiatan seperti itu rutin dilakukan seperti tahun tahun sebelumnya.
Meski berjarak jauh dari rumah warga, setiap hari kita akan menemui banyak warga dari berbagai daerah datang ke sana.
"Kalau setiap hari disini ramai, meski jarak dari rumah warga jauh. Dan disini juga biasa kita laksanakan sholat tarawih, tadarus, dan pengajian," ujar Indra.
Untuk menu berbuka puasa sendiri akan dipersiapkan oleh Kenaziran masjid. Menunya pun disesuaikan setiap harinya. Usai menyantap menu berbuka lalu dilaksanakanlah sholat tarawih.
Dipenghujung cerita, Indra pun berharap nilai nilai sejarah dari Masjid Badiuzzaman dapat diketahui oleh masyarakat.
"Semua orang dapat berkunjung dan melihat lihat apa yang ada disini. Mengetahui sejarah panjang dari berdirinya sebuah masjid yang sudah berumur seratus tahun lamanya," tutupnya.
(cr17/tribun-medan.com)