Ramadhan 1443 Hijriyah
Masjid Raya Siantar, Jejak Hijrah Raja Sangnaualuh, Ada Tradisi Bubur Sop Bulan Ramadan
Di masa kepemimpinannya inilah, Raja Sangnaualuh kemudian menerbitkan surat grand tanah untuk lokasi masjid raya.
Penulis: Alija Magribi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR- Masjid Raya Pematangsiantar adalah satu dari sedikit masjid di Kota Siantar yang masih memeriahkan Ramadan 1443 Hijriyah/2022 kali ini.
Kegiatan masjid masih menjaga tradisi menyediakan bubur sop yang ada sejak tahun 1911.
Bicara soal Masjid Raya, masjid ini memiliki sejarah panjang di tanah Simalungun.
Masjid didirikan pada tahun 1911 yang dipelopori oleh Penghulu Hamzah, Tuan Syeh H. Abdul Jabbar Nasution, dr M. Hamzah Harahap dan Dja Aminuddin.
Adapun Lahan merupakan hibah dari Raja Siantar terakhir, yakni Raja Sangnaualuh, pada tahun 1910.
Baca juga: UNIK, Masjid di Medan Ini Berdinding Kaca Bening dengan Arsitektur Bangunan Berbentuk Kabah
Tuan Rudi Damanik, keturunan kelima dari paman Raja Sangnaualuh Damanik (Keturunan Tuan Itam Damanik) menceritakan, bahwa Raja Sangnaualuh terakhir dilantik menjadi seorang raja pada usia 17 tahun.
Saat itu Sangnaualuh dinobatkan sebagai raja Siantar ke-14 (tahun 1888).
"Raja Sangnaualuh mulai mengenal Islam pada tahun 1901 dari keluarganya yang lebih dulu mualaf. Sebelumnya mereka penganut kepercayaan Habonaron. Kepercayaan lokal masyarakat Simalungun," kata Rudi.
Di masa kepemimpinannya inilah, Raja Sangnaualuh kemudian menerbitkan surat grand tanah untuk lokasi masjid raya.
Di awal berdirinya, konstruksi bangunan masjid terbuat dari tiang kayu berdinding papan serta beratapkan daun nipah.
Masjid kemudian mengalami renovasi mulai tahun 1927 dengan dana masyarakat. Konstruksi permanen mulai dibangun dengan ukuran 13 x 13 meter.
Di masa itu, bagi Muslim Siantar, masjid ini disebut Masjid Godang (Masjid Besar) dan adapula yang menyebutkan Masjid Jami, mengingat yang terbesar saat itu.
Selanjutnya secara bertahap bangunan terus dikembangkan.
Baca juga: Menikmati Bubur Sop Anyang Makanan Khas Masjid Perjuangan 45 Saat Berbuka Puasa
Sampai saat ini, masjid yang berlokasi di Jalan Sipirok, Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat, terus mengalami perubahan dari bentuk awalnya.
Masjid Raya Pematangsiantar merupakan masjid kebanggaan muslim Kota Pematangsiantar.
Sekitar 43,90 persen dari total populasi kota ini adalah umat Islam dari sensus penduduk tahun 2010.
Muslim dan non-Muslim hidup berdampingan selama ratusan tahun.
Baca juga: SELAMA Ramadan Masjid Al-Musabbihin Adakan Tausiah Bada Zuhur dan Sebelum Tarawih
Butuh 2-3 Karung Beras Untuk Bubur Sop Bulan Puasa
Sekretaris Seksi Ibadah BKM Masjid Raya Pematangsiantar, Ahmad Rinil Batubara menyampaikan pihaknya membutuhkan 2-3 karung berisi 30 beras untuk membuat bubur sop legendaris Masjid Raya.
Penganan ini diberikan kepada umat yang tak sempat berbuka di rumah.
“Setiap harinya kita butuhkan 2-3 karung beras untuk 300-400 umat Islam yang musafir atau sengaja ingin berbuka dan salat magrib berjamaah di masjid,” kata Rinil.
Semua kebutuhan untuk menyediakan sop yang ada sejak tahun 1911 ini adalah sedekah dari umat Islam lainnnya.
Komposisi bubur sop juga ditambahi daging, wortel, kentang, daun sop, dan beberapa rempah-rempah.
Bubur sop akan disajikan dengan cup plastik kepada umat
“Jadi bubur sop ini sudah diwariskan ke kami dari orang-orang tua kami terdahulu. Soal kenapa bubur sop, kita nggak tahu. Namun inilah warisan yang kita jaga,” ujar Rinil.
Nah, pengalaman Reporter Tribun Medan, bubur sop sendiri memiliki rasa yang sama seperti sop pada umumnya.
Hanya saja, dengan kehadiran bahan pokok utama beras menjadikan makanan ini cukup mengenyangkan.
Untuk mencicipi bubur sop di masjid raya, pihak BKM mengarahkan agar dikonsumsi bersama-sama di pendopo yang ada halaman masjid.
(Alj/tribun-medan.com)
