Kenapa Luhut Klaim 110 Juta Warganet Setuju Tunda Pemilu, tapi Tolak Buka Big Data

Luhut Binsar Pandjaitan kembali menolak untuk membuka big data terkait aspiasi masyarakat yang ingin pemilu ditunda.

Editor: Salomo Tarigan
maritim.go.id
Menko Marves Luhut Pandjaitan 

Saat mahasiswa terus mendesak Luhut untuk membuka big data, Luhut pun menegaskan bahwa dirinya tidak perlu membagikan big data tersebut kepada para mahasiswa.

"Dengerin. Saya punya hak juga untuk tidak menge-share sama kalian. Tidak ada masalah, kenapa harus ribut," ungkap Luhut.

Baca juga: Identitas 6 Pelaku Pengeroyokan Ade Armando saat Insiden 11 April Diungkap Polisi

Luhut Klaim 110 Juta Big Data Warganet Setuju Penundaan Pemilu, Ini Kata Pakar Keamanan Siber

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Presiden Joko Widodo  menegaskan bahwa pemilu tidak ditunda, tetap akan berlangsung pada 14 Februari 2024.

Hal ini sekaligus menjawab polemik penundaan pemilu yang muncul setelah klaim Menko Marves Luhut Panjaitan bahwa 110 juta masyarakat menginginkan penundaan pemilu, diketahui lewat big data.

Namun sampai sekarang dari pihak LBP belum membuka data tersebut, padahal banyak pihak mendorong agar data tersebut dibuka.

Terkait hal ini, pakar keamanan siber Pratama Persadha dalam keterangannya Senin (11/4) menjelaskan bahwa harus jelas proses bagaimana dan darimana data ini diambil, sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

Baca juga: Pakar Telematika Roy Suryo Heran Ade Armando Bikin Konten di Tengah Demo, Minta Introspeksi Diri

“Secara teknis, ada banyak cara mengetahui perbincangan publik di media sosial atau platform internet lainnya. Karena itu, kita perlu bertanya 110 juta yang disampaikan Pak Luhut ini mengambil data dari platform apa dan bagaimana metodologinya."

"Perlu disampaikan ke publik, agar kita bisa menilai sejauh mana, sekaligus membuka ruang diskusi,” terang Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) itu.

Digarisbawahi Pratama, harus jelas sumber data dari pembicaraan masyarakat ini. Misalnya bila mengambil dari Twitter, karena pemakai aktif twitter di Indonesia kini hanya di angka 15 jutaan saja, itupun juga masih banyak akun-akun anonim. Jadi tidak mungkin data 110 juta tersebut berasal dari Twitter.

“Bila mengambil dari Twitter ini jelas tidak cukup, bahkan dari hasil riset CISSReC menggunakan Open Source Intelligence (OSINT) akun Twitter yang membicarakan soal perpanjangan jabatan dan 3 kali periode di kisaran 117.746 (Tweet, Reply, Retweet) dan mencapai 11.868 pemberitaan online."

Baca juga: Dijawab Ivan Gunawan, Hari Ini Diperiksa Bareskrim terkait Kasus Penipuan Trading DNA Pro

"Dari data keduanya diketahui yang kontra penundaan pemilu pada Twitter sebesar 83,60 persen dan pro 16,40 persen. Sedangkan pada Media Online dengan kontra sebesar 76,90 persen dan pro 23,10 persen. Dari data ini saja sudah terlihat jelas lebih banyak yang menolak penundaan pemilu,” jelas Pratama.

Lebih lanjut, data tersebut diambil dan dianalisis saat setelah ada statemen dari Menko Marves Luhut Panjaitan, pada periode analisis tanggal 15 Februari sampai dengan 15 Maret 2022 dengan sejumlah tokoh dan organisasi yang pro dan kontra.

Tokoh kontra penundaan pemilu yang paling banyak terdapat pada artikel berita yaitu Agus Harimurti Ketum Partai Demokrat sebanyak 1420, disusul Surya Paloh Ketum Nasdem sebanyak 555.

Lalu tokoh pro penundaan pemilu yang terbanyak yaitu Muhaimin Iskandar 3892 artikel berita, diikuti Zulkifli Hasan Ketum PAN. Ada juga 10 organisasi yang pro penundaan pemilu seperti PKB, Golkar, dan Kemenkomarves.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved