BERIKUT Hukum Suami yang Memakan Gaji Istri, Simak Penjelasannya Menurut Ustaz
Menafkahi istri dan anak-anaknya merupakan kewajiban seorang suami yang termasuk ibadah dalam Islam.
Penulis: Tria Rizki | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN – Dalam rumah tangga, sudah menjadi kewajiban suami untuk mencukupi setiap nafkah, yang akan diberikan kepada istri dan keluarganya.
Diantaranya nafkah lahiriyah seperti makan, pakaian, tempat tinggal dan nafkah batin seperti keharmonisan hingga berhubungan suami istri.
Dengan adanya era emansipasi wanita, sudah banyak wanita yang ikut berperan andil untuk mencari nafkah dengan cara menjadi wanita karir ataupun menjadi pengusaha.
Tentunya hal ini, membuat wanita juga memiliki penghasilan sendiri atau telah mandiri secara finansial.
Agar hubungan suami istri tetap harmonis dan terhindar dari konflik dan dianjurkan untuk Tribuners mengetahui hukumnya.
Baca juga: Kecewa Cristiano Ronaldo, Gaji Terpaksa Dipotong 25 Persen Gagal Bawa Man United ke Liga Champions
Lantas Apakah hukum suami yang memakan gaji istri ?
Menafkahi istri dan anak-anaknya merupakan kewajiban seorang suami yang termasuk ibadah dalam Islam.
Hal ini sesuai dengan surah Al Baqarah ayat 233 yang berbunyi :
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara baik, seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
Adapun dalam surah At-Thalaq ayat 6 yang berbunyi :
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurutkemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.”
Ustaz Abdul Somad, menjelaskan ketika dua insan yang berpasangan yaitu laki-laki (suami) dengan perempuan (istri) yang memiliki gaji.
“Di dalam gaji suami terdapat hak-hak istri untuk bisa dinafkahi, sedangkan pada gaji istri sama sekali tidak ada hak seorang suami di dalamnya,” Kata Ustaz Abdul Somad.
Baca juga: Terjawab, Persija Angkat Bicara soal Gaji Marko Simic tak Dibayar, Apa Penyebab Simic Hengkang?
Menurut Syekh Abdullah bin Abdur Rahmah al Jibrin, menjelaskan bahwa istri lebih berhak dengan mahar atau harta yang ia miliki, mulai dari gaji, berjualan, hibah, warisan dan lainnya.
Hal itu sudah menjadi harta istri dan bukan milik suami hingga istri berhak melakukan apa saja dengan hartanya tanpa campur tangan suami.